Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Munafik dalam Mewujudkan Keadilan Sosial

9 Mei 2020   06:52 Diperbarui: 9 Mei 2020   06:58 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buya Ahmad Syafii Ma'arif / Foto Dokpri

Di tengah suasana wabah Covid-19 dan Ramadhan, banyak kegiatan institusi pemerintah dan swasta terpaksa dilakukan dari rumah, termasuk rapat-rapat dan diskusi dengan menggunakan berbagai aplikasi online (daring) seperti Zoom, Skype atau Jinsit. Dari sekian banyak kegiatan daring yang dilakukan tersebut, salah satu kegiatan yang sempat saya ikuti adalah diskusi daring bulan Ramadhan yang diselenggarakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) pada 7 Mei 2020.

Kegiatan yang berjudul "Kamis Bersama BPIP: Sila ke-5 Pancasila Perspektif Ayat-ayat Makkiyah" menampilkan narasumber tokoh bangsa Prof. Dr. Ahmad Syafii Ma'arif atau yang akrab dipanggil Buya Syafii Ma'arif, yang juga salah seorang anggota Dewan Pengarah BPIP.

Di ruang diskusi daring menggunakan Zoom, saya melihat sekitar 85 orang peserta diskusi dari berbagai daerah di Indonesia dan seorang di antaranya dari New Delhi, India. Selain menggunakan Zoom, kegiatan tersebut juga distreaming melalui channel Youtube BPIP.

Bagi saya, tema sila-5 Pancasila "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" merupakan isu yang menarik karena terkait fakta bahwa keadilan sosial merupakan hal penting dalam kehidupan bermasyarakat. Seringkali masalah keadilan sosial menjadi pemicu terjadinya ketegangan sosial yang disebabkan ketimpangan ekonomi dan ketidakadilan hukum.

Mengawali diskusi Buya Syafii Ma'arif menyampaikan pentingnya mencapai tujuan keadilan sosial dalam kehidupan Indonesia merdeka, terlebih hingga lebih dari 74 tahun Indonesia merdeka, Indonesia masih belum bisa mewujudkan keadilan sosial tersebut.

Untuk membahas keadilan sosial, Buya Syafii Ma'arif kemudian merujuk tiga ayat Al Quran yang yang diturunkan di kota Mekkah sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah (disebut sebagai ayat Makkiyah) yaitu Al-Balad (negeri), Al-Humazah (suka mengumpat) dan Al-Ma'un (orang-orang suka menolak memberikan pertolongan).

Surat Makkiyah biasanya memiliki ciri-ciri yang berhubungan dengan keimanan, ancaman, pahala, serta kisah-kisah dari para umat terdahulu. Setiap surat Makkiyah berisi mengenai kisah-kisah para nabi serta umatnya terdahulu dan mengajarkan tentang ajakan tauhid, ajakan beribadah hanya kepada Allah SWT, pembuktian akan kenabian, hari kiamat, hari pembalasan dan hari kebangkitan, serta berisi tentang keadaan neraka dan surga. Surat Makkiyah juga banyak menceritakan tentang orang-orang munafik dan masalah yang disebabkan oleh orang-orang munafik tersebut.

Sesuai ciri-ciri ayat Makkiyah, ketiga ayat Makkiyah yang disampaikan Buya Syafii Ma'arif menceritakan mengenai situasi masyarakat Qurays Makkah pada saat itu yang didominasi oleh sekelompok oligarki penguasa ekonomi tapi tidak punya kepedulian terhadap kaum yang lemah dan memberlakukan orang-orang miskin secara tidak manusiawi melalui perilaku perbudakan.

Untuk menegakkan keadilan, kemanusiaan, persamaan tanpa memandang suku ataupun agama maka turun Firman Allah "... dan kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebaikan dan kejahatan), tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki dan sukar? Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki dan sukar itu? (yaitu) melepaskan perbudakan (hamba sahaya)..." (QS Al Balad).

"Terhadap orang tidak beragamapun tetap harus disantuni, ini pesan Al Quran," begitu komentar Buya Syafii Ma'arif.

Selanjutnya Buya menjelaskan ayat QS Al Humazah yang berbunyi "Celakalah bagi orang yang mencaci maki, yaitu orang-orang yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya." Ayat tersebut menggambarkan hal  yang terjadi di Mekkah pada saat itu yang membuat Rasullulah SAW berpikir dan risau sehingga diberi petunjuk oleh Allah yang maha Esa bahwa Allah SWT mengajarkan tentang kesatuan ummat manusia, adapun berbeda agama itu adalah lumrah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun