Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Salam Pancasila, Pak Direktur"

20 Desember 2019   06:59 Diperbarui: 20 Desember 2019   07:57 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Dewan Pengarah BPIP perkenalkan Salam Pancasila pada 12 AGustus 2017 di IStana Bogor

Dalam setahun terakhir ini para pejabat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)  kompak menyampaikan dan mengenalkan "Salam Pancasila" sebelum menyampaikan sambutan atau paparan dalam setiap kegiatan mewakili BPIP.

"Salam Pancasila!," pekik sang pejabat seraya mengangkat kelima jari tegak lurus di atas pundak hingga menyerupai salam hormat. Yang membedakan, kelima jari tersebut tidak menempel di dahi melainkan berjarak sekitar satu jengkal dari dahi.

"Salam Pancasila!" balas peserta kegiatan.

"Makna mengangkat kelima jari di atas pundak adalah sebagai simbol penghormatan seluruh elemen masyarakat terhadap lima sila Pancasila.  Penghormatan dan pelaksanaan sila-sila mesti dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat, mulai dari pejabat negara hingga seluruh anggota masyarakat Indonesia tanpa terkecuali," begitu penjelasan seorang direktur BPIP.

"Salam Pancasila sangat sejalan dengan makna dari kata 'salam' itu sendiri. Kata 'salam' memiliki arti sangat luas dan dalam, tidak hanya berarti keselamatan tetapi juga perdamaian". Salam berarti kedamaian yang dalam arti luas, berarti 'kita bersaudara', 'kita dalam kedamaian' yang sama sekali membuang jauh unsur-unsur kebencian atau penolakan atas segala apapun yang telah kita sepakati," jelas sang direktur lebih lanjut.

"Pak Direktur, saya pernah melihat beberapa orang BPIP menyampaikan Salam Pancasila dengan cara meletakkan kelima jari di bawah dada atau telapak tangan menghadap ke depan. Sebenarnya mana yang benar sih?" tanya seseorang.

"Kalau mengacu pada Salam Merdeka yang diperkenalkan Bung Karno melalui maklumat 31 Agustus 1945 dan berlaku 1 September 1945, maka salam yang benar adalah mengangkat kelima jari tangan kanan tegak lurus di atas dada," jawab sang direktur.

"Lho kok pakai bawa-bawa Salam Merdeka, kan kita sedang membicarakan Salam Pancasila," tanya orang yang sama.

"O iya, saya belum menginformasikan kalau Salam Pancasila merupakan salam yang mengadopsi Salam Merdeka. Salam Pancasila diperkenalkan pertama kali oleh Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Dewan Pengarah BPIP di hadapan peserta Program Penguatan Pendidikan Pancasila di Istana Bogor tanggal 12 Agustus 2017." Jawab sang direktur.

Sang direktur kemudian menjelaskan bahwa pasca Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, setiap kali orang bertemu pasti akan mengucapkan salam "Merdeka", sebuah salam sederhana, mudah diingat dan diucapkan.

rumahkebangsaanpancasila.id
rumahkebangsaanpancasila.id
 Untuk memperkuat Salam dan Pekik Merdeka, Presiden pertama RI Soekarno kemudian menetapkan Maklumat Pemerintahan tanggal 31 Agustus 1945 sebagai salam nasional, yang berlaku mulai 1 September 1945. Caranya ialah dengan mengangkat tangan setinggi bahu, telapak tangan menghadap ke muka, dan bersamaan dengan itu memekikkan "Merdeka".

Soekarno menjadikan Salam Merdeka sebagai salam nasional terinspirasi dari salam dalam agama Islam yaitu Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarkatuh.

Dalam pidatomya Soekarno menyampaikan sebagai berikut "Saudara-saudara sekalian! Saya adalah orang Islam, dan saya keluarga negara republik Indonesia. Sebagai orang Islam, saya menyampaikan salam Islam kepada saudara-saudara sekalian, Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarkatuh.

Sebagai warga negara republik Indonesia, saya menyampaikan kepada saudara-saudara sekalian, baik yang beragama Islam, baik yang beragama Hindu-Bali, baik yang beragama lain, kepada saudara-saudara sekalian saya menyampaikan salam nasional, Merdeka!"

Melalui pidatonya tersebut Soekarno mengajak rakyat untuk melakukan internalisasi terhadap makna salam, yang artinya adalah damai, sejahtera.

"Marilah kita bangsa Indonesia, terutama sekalian yang beragama Islam hidup damai dan sejahtera satu sama lain. Jangan kita bertengkar terlalu-lalu sampai membahayakan persatuan bangsa. Bahkan jangan kita sebagai gerombolan-gerombolan yang menyebutkan assalamu'alaikum, akan tetapi membakar rumah-rumah rakyat", ucap Soekarno.

Dari pidato Soekarno terlihat bahwa Proklamator Kemerdekaan RI ini sesungguhnya melakukan dekonstruksi makna salam, dari yang bercorak eksklusif-agama ke inklusif-sosial. Salam Pancasila tidak menanyakan apa agama mu apa suku mu darimana asalmu darimana provinsimu apa status sosialmu tapi semua diikat untuk hal yang sama untuk kepentingan bangsa Indonesia. Ungkapan merdeka, bagi Soekarno adalah pekik yang membuat rakyat Indonesia menjadi bersatu tekad, memenuhi sumpahnya "sekali merdeka tetap merdeka!".

Pekik merdeka, menurut Soekarno adalah pekik pengikat, bahkan sebuah cetusan daripada bangsa yang berkuasa sendiri, dengan tiada ikatan imperialisme. Itulah sebabnya, harapan Soekarno, jangan lupa kepada pekik merdeka! Setiap kali kita berjumpa satu sama lain, pekikkanlah, merdeka!

Memperhatikan kondisi sekarang ini, Salam Merdeka yang sekarang diadopsi menjadi Salam Pancasila tetap relevan di tengah kecenderungan orang atau kelompok tertentu yang lantang mengucapkan salam keagamaan yang berisikan pesan damai, tetapi tidak berbanding lurus dengan perbuatannya yang tidak memberi damai kepada orang lain.

"Melalui Salam Pancasila kita dapat saling mengingatkan akan nilai-nilai Pancasila, sebelum kita mengamalkannya dalam kehidupan keseharian. Pengamalan nilai-nilai Pancasila merupakan tanggung jawab bersama yang harus kita emban. Kita harus memantapkan ideologi  Paancasila dan harus ditanamkan di lingkungan masing-masing," ujar sang direktur lebih lanjut

 "Ah siyaap. Salam Pancasila pak Direktur."

"Salam Pancasila !"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun