Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jejak Bung Karno Menggali Mutiara Pancasila di Ende

9 September 2019   06:12 Diperbarui: 9 September 2019   17:59 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Pengasingan Bung Karno saat ini/foto Aris Heru Utomo

Sebagai tahanan politik dan orang yang diasingkan, serta kehidupannya yang sangat dibatasi, termasuk dibatasi akses untuk berkorespondensi, tentunya bukan hal yang mudah bagi Bung Karno untuk keluar dari penderitaan.

"Hari-hari pertama di Ende merupakan saat-saat yang sama sekali tidak menggembirakan Bung Karno dan keluarga. Semuanya serba asing. Selama hari-hari itu, rupa-rupa perasaan berbaur di dalam hati masing-masing.

Satu-satunya yang dapat terungkap keluar adalah pertanyaan, "Kenapa Flores, kenapa di sini?" begitu tulis Tim Nusa Indah.

Tim Nusa Indah bahkan menambahkan "Saking kecewanya (diasingkan ke Ende), Bung Karno bahkan mengibaratkan dirinya sebagai seekor elang yang sudah terpotong sayap-sayapnya. Seekor burung besar dan perkasa yang kini tidak berdaya."

Namun keterbatasan tersebut tidak membuat Soekarno sedih berkepanjangan dan patah arang. Sang elang justru menjadikan keterbatasan yang dihadapinya sebagai sebuah keberkahan dan tantangan.

Perlahan namun pasti Bung Karno mulai dapat menyesuaikan diri dan bergaul dengan masyarakat setempat. Ia pun menyalurkan minatnya melukis hingga menulis naskah drama pementasan

Dijauhkan dari para kerabat dan pendukungnya dari isu-isu politik justru membuat Bubg Karno memiliki waktu lebih banyak untuk bisa berpikir lebih dalam tentang banyak hal.

Bung Karno mulai mempelajari lebih jauh soal agama Islam dan berdialog dengan tokoh agama, termasuk berkorespondensi dengan tokoh "Persatuan Islam" Bandung T.A Hasan. Selanjutnya, guna memperluas wawasan, Bung Karno tidak membatasi pergaulannya hanya dengan orang-orang Islam, ia pun bergaul dengan para pastor di Ende dan belajar pluralisme.

Di Ende, Bung Karno menemukan penjelmaan konkret dari idenya tentang "dasar dan tujuan" yang dapat berfungsi sebagai pemersatu bangsa Indonesia yang kian majemuk. Ia menemukan apa yang dicarinya mengenai dasar dan tujuan bernegara setelah merenung berjam-jam di taman, termasuk di bawah sebuah pohon sukun bercabang lima, di tengah kesunyian kota Ende.

Seandainya Ende waktu itu adalah sebuah kota besar, maka sulit membayangkan Soekarno memiliki waktu berjam-jam duduk di taman dan menghasilkan perenungan mengenai Pancasila. Sebagai seorang tokoh politik dan "singa podium", Bung Karno pasti akan menghabiskan waktunya terjun langsung ke tengah masyarakat.

Di Ende, di tengah kesunyian, Bung Karno berhasil menggali sebuah dasar pemikiran mengenai Pancasila yang nantinya disampaikan pada pidato Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 1 Juni 1945.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun