Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perjalanan ke Timor Leste, Bahasa Indonesia Bahasa Gaul

18 Januari 2010   00:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:24 4992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_55936" align="alignleft" width="300" caption="Helikopter Australia di bandara Nicolao LObato / Foto oleh Aris Heru Utomo"][/caption]

Setelah mengalami keterlambatan pemberangkatan di Bandara Ngurah Rai, akhirnya pesawat yang kami tumpangimendarat di Bandara Internasional Nicolau Lobato Dili pada 13 Desember 2009 pukul 14.00 waktu setempat. Di bandara yang dulunya bernama Bandara Comoro ini tidak terlihat adanya pesawat penumpang lain seperti lazimnya sebuah bandara internasional. Di landasan hanya tampak diparkir beberapa helikopter putih milik PBB danhelikopter tentara Australia.

Tidak ada perubahan yang mencolok di bandara. Seperti 10 tahun lalu, bandara ini hanya bisa didarati maksimal oleh pesawat Boeing 737 dan C-130 Hercules . Gedung-gedung di bandara masih tetap sama . Ruang kedatangan, baik yang biasa maupun VIP masih tetap sama, yang membedakan adalah keberadaan foto Presiden Timor Leste (TL) saat ini,Ramos Horta, serta mondar mandirnya bule-bule dalam seragam tentara atau polisi.

[caption id="attachment_55937" align="alignright" width="300" caption="Salah satu sudut ruang VIP Bandara Niclao Lobato / Foto oleh Aris Heru Utomo"][/caption]

Kelar dengan urusan imigrasi, kami segera meninggalkan bandara. Di halaman parkir tampak beberapa ekor ayam dan anjing berkeliaran, sementara anak-anak menempelkan wajahnya di pagar pembatas.Menggunakan kendaraan KBRI kami menuju kawasan Colmera untuk santap siang di sebuah rumah makan di kawasan tersebut. Suasana rumah makan ini sama persis dengan tempat makan lainnya di Indonesia, selain pemiliknya WNI asal Surabaya, penulisan menu dan pelayanannya pun menggunakan bahasa Indonesia.

Suasana berbeda baru terlihat saat kami harus membayar dengan mata uang dollar Amerika, bukan rupiah. Hal ini terjadi karena sejak Timor Leste memisahkan diri dari Indonesia, dollar Amerika menggusur rupiah sebagai mata uang resmi. Selebihnya tidak ada perbedaan yang mencolok seperti saat 10 tahun lalu.

Bahasa Indonesia masih tetap digunakan dalam pergaulan sehari-hari. Meski bahasa Portugis dan Tetun telah ditetapkan sebagai bahasa resmi, sebagian besar masyarakat TL lebih nyaman menggunakan dan mendengarkan penuturan dalam bahasa Indonesia karena memang bahasa inilah yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Portugis hanya digunakan oleh para elit politik yang lama tinggal di Portugal atau negara yang menggunakan bahasa Portugis seperti Brasil. Data UNDP tahun 2006 menyebutkan bahwa hanya sekitar 5% penduduk TL yang bisa berbahasa Portugis.

[caption id="attachment_55938" align="alignleft" width="300" caption="Usai kuliah umum berfoto bersama dengan dosen dan mahasiswa Universitas Dili / Foto oleh Aris Heru Utomo"][/caption]

Bahwa bahasa Indonesia tetap digunakan sebagian besar masyarakat TL saya saksikan sendirisaat mendampingi Duta Besar Agus Tarmidzi memberikan kuliah umum di Universitas Dili. Para mahasiswa meminta Pak Agus untuk memberikan kuliah umum dalam bahasa Indonesia karena mereka tidak begitu paham dengan bahasa Inggris (Sementara Pak Agus sendiri tidak begitu mengerti bahasa Portugis dan Tetun). Seusai kuliah umum, beberapa mahasiswa yang sedang mempersiapkan tugas akhir bahkan mengajukan proposal penulisan tesis dalam bahasa Indonesia.

Penggunaan bahasa Indonesia bukan hanya monopoli mahasiswa. Koran setempat, seperi Timor News, menggunakan bahasa Indonesia, selain Tetun, untuk menuliskan berita dan informasi yang ingin disampaikan. Bahkan untuk berita-berita yang didapat dari kantor berita Antara atau koran nasional Indonesia lainnya, Koran di TL cenderung copy paste begitu saja tanpa proses editing lebih lanjut.

Bagaimana dengan televisi?Satu-satunya saluran televisi di negara ini adalah TVTL. TV nasional ini memang mayoritas menggunakan bahasa Portugis dan menampilkan program-program acara impor buatan Portugal dan Brasil. Tapi dari obrolan dengan beberapa teman, masyarakat TL sebenarnya lebih memilih program TV Indonesia seperti RCTI, SCTV dan TVOne dibanding TVTL. Selain hambatan bahasa, alasan lainnya adalah TVTL sering menayangkan program orang dewasa yang tidak layak ditonton anak-anak. Selain itu pula program-program TV Indonesia jauh lebih menarik, terutama program tayangan musik dan sinetron.

Bahwa bahasa Indonesia masih digunakan sebagai medium komunikasi sehari-hari di masyarakat TL, memperlihatkan bahwa mereka tidak dapat begitu saja melupakan Indonesia.Elit politik lewat konstitusi memang telah menetapkan bahasa Portugis sebagai bahasa nasional, namun kebijakan tersebut tidak bisa serta merta menyentuh seluruh lapisan masyarakat, terutama masyarakat TL yang terbelakang.

Menyadari hal tersebut tidak mengherankan jika dalam Konstitusi TL Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa kedinasan (working language) alias bahasa gaul bersama-sama dengan bahasa Inggris. Konsekuensinya adalah setiap komunikasi melalui surat tidak harus dalam bahasa Portugis, namun bisa menggunakan bahasa Indonesia atau Inggris sebagai pilihan.

Tetap digunakannya Bahasa Indonesia sebagai bahas sehari-hari tentu saja merupakan keuntungan tersendiri bagi Indonesia. Misalkan saja masyarakat Indonesia yang tinggal di perbatasan dan sering mondar-mandir melakukan transaksi dagang misalnya, mereka tetap bisa menggunakan bahasa Indonesiauntuk berkomunikasi. Berbagai produk Indonesia yang masuk ke TL pun tidak perlu diterjemahkan ke bahasa Portugis dan Tetun.

Bahasa Indonesia juga bisa menjadi media ampuh untuk menyampaikan pandangan-pandangan Indonesia lewat media di TL atau media lainnya yang memiliki jangkauan ke TL, terutama televisi. Televisi Indonesia bisa terus melakukan penyebarluasan informasi dan berita berbahasa Indonesia hingga ke pelosok wilayah TL.

Dalam konteks hubungan bilateral Indonesia-TL, penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa gaul diharapkan lebih memperlancar hubungan kerja antar instansi terkait kerjasama kedua negara. Para pejabat Indonesia, terutama pejabat daerah, dapat berkomunikasi dengan lancara menggunakan bahasa Indonesia. Pada gilirannya tentu saja diharapkan akan mempermudah upaya mempertahankan sikap dan pandangan TL agar tidak berseberangan dengan Indonesia.

Salam Kompasiana

Aris Heru Utomo

http://arisheruutomo.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun