Mohon tunggu...
Aris Balu
Aris Balu Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Menulis seputar fiksi dan fantasi || Bajawa, Nusa Tenggara Timur

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

"Children of Heaven (1997)" Film Tradisi Ramadhan yang Terlupakan

29 Maret 2023   12:05 Diperbarui: 29 Maret 2023   12:20 4643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image: https://selebtek.suara.com/

Menonton film saat liburan di layar televisi tanah air sepertinya telah hilang dari tradisi kaum muda Indonesia. Turunnya kepopuleran saluran televisi yang kini tergantikan oleh layanan streaming  internet menjadi penyebab utama mengapa sulit sekali mencari tayangan hiburan yang bersahaja untuk mengisi liburan ramadhan.

Saya masih ingat ketika televisi tanah air ramai-ramai menayangkan berbagai film setiap pagi selama liburan waktu masih duduk di sekolah dasar. "Children of Heaven" menjadi salah satu film yang berkesan bagi saya yang waktu itu masih berumur 10 tahun. 

Film yang sering muncul di RCTI itu menunjukan kehidupan anak-anak seperti saya yang tinggal di daerah pedalaman dan hidup pas-pasan. Tidak heran kalau setiap liburan ramadhan saya selalu menunggu film itu ditayangkan beserta film "Petualangan Sherina." (Dia pikir... dia yang paling hebat.. Wooo, that's my jam!!) 

Film ini bercerita tentang Ali, seorang bocah sekolah dasar di sebuah daerah kumuh di negara Iran. Adegan pertama dibuka dengan menampilkan sepatu lusuh yang sedang diperbaiki oleh tukang sol sepatu, melambangkan keadaan keluarga Ali yang serba kekurangan.

Ali diminta untuk memperbaiki sepatu adiknya, Zahra di tempat sol sepatu. Ketika ia mampir untuk membeli kentang, Ali kehilangan sepatu itu dan meminta Zahra untuk tidak memberitahukan hal itu pada kedua orang tuanya. Ayahnya yang bekerja sebagai pembuat teh di masjid tidak mampu untuk membelikan sepatu sehingga Ali sangat takut dimarahi oleh ayahnya.

Ketika adiknya bertanya bagaimana ia bisa pergi bersekolah tanpa sepatu, Ali menyarankan agar mereka bertukar sepatu miliknya. Zahra bisa menggunakan sepatu milik Ali di pagi hari dan kemudian Ali akan menggunakannya di siang hari. 

Hal itu membuat Ali berlari setiap hari ke sekolah dan selalu terlambat. Zahra yang muak harus bertukar sepatu mengancam akan memberitahu orang tua mereka, namun Ali meminta agar Zahra bersabar dan mengerti situasi keuangan keluarga mereka. Ibunya harus terus bekerja membersihkan karpet meski sedang sakit, dan ayahnya membanting tulang siang dan malam di masjid dengan gaji yang pas-pasan.  

 Penggambaran karakter Ali yang dipaksa untuk berpikir dewasa meski masih sangat kecil menghadirkan drama kehidupan yang penuh keharuan. Tidak heran jika film ini mampu membuat hati kecil saya menjatuhkan air mata sewaktu menontonnya.

Sautu hari guru olahraga Ali membuka seleksi bagi murid-murid untuk mengikuti lomba lari. Ali sangat tertarik untuk mengikutinya setelah ia melihat hadiah juara ketiga yang berupa sepatu olahraga. Setelah lolos seleksi, Ali memberitahu Zahra bahwa ia akan mengikuti lomba dan berusaha memenangkan juara ketiga lalu memberikan sepatu baru itu pada adiknya.

Zahra memprotes dengan mengatakan bahwa itu sepatu laki-laki, namun Ali meyakinkannya kalau dia bisa meminta untuk menukarkan hadiah itu dengan sepatu perempuan. Itu membuat hati adiknya berseri dan membangkitkan motivasi Ali agar memenangkan juara ketiga.

Pada hari lomba, usaha Ali ternyata melebihi ekspektasinya. Ia justru memenangkan juara pertama dan tidak jadi memenangkan sepatu. Bukannya senang dengan piala yang ia terima, Ali justru menangis terisak karena tak berhasil memberikan sang adik apa yang ia inginkan.

Adegan yang menarik bagi saya adalah ketika Ali menerima hadiah, ia melihat banyak anak-anak yang juga menangis karena gagal memenangkan lomba. Mereka memiliki alasan yang jauh berbeda dengan Ali. Bagi anak-anak itu, lomba lari tak lebih dari perlombaan untuk mendapatkan peringkat.

Namun Ali tidak peduli dengan kemenangannya karena kebahagiaan adiknya Zahra jauh lebih penting dari sekedar menerima piala. Juara ketiga justru menjadi juara satu bagi Ali sebab bocah kecil itu sedang berjuang demi keluarganya.

Di akhir cerita Ali pulang kerumahnya dengan wajah sedih. Zahra yang menyambut kakaknya dengan senyuman berseri seketika menghapus senyuman itu sebab ia bisa menebak bahwa Ali tidak memenangkan juara ketiga. Tanpa mereka ketahui, ayahnya pulang dengan membawa sepatu baru untuk keduanya, sebuah ending bahagia yang sangat cocok dan menyentuh hati setiap mata yang menyaksikannya.

Film ini berisi pesan yang sudah tidak saya temukan lagi pada media hiburan yang ditujukan pada anak-anak. Saya sangatlah menyayangkan jika "Children of Heaven" dilupakan oleh jaman yang lebih mementingkan hiburan secara instan tanpa membawa makna akan pentingnya nilai-nilai kekeluargaan.

Ramadhan ialah bulan yang memberikan kesempatan bagi kaum muslim untuk berbenah diri. Sebagai seorang non-muslim, saya mungkin tidak memiliki hak untuk mengatakan hal ini, namun saya rasa tidak ada film yang lebih cocok menemani liburan ramadhan anak-anak Indonesia seperti "Children of Heaven". Film ini membawa pesan yang selaras dengan nilai moral yang seharusnya bisa kita tanamkan pada anak-anak di bulan yang penuh berkah ini.

Dengan demikian, saya mengajak bapak ibu untuk mencari film ini di layanan streaming yang kalian miliki dan mengajak anak-anak untuk duduk bersama menikmati film penuh kenangan tersebut. 

Terimakasih sudah membaca.

Sumber:

1

Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun