Mohon tunggu...
Aris Balu
Aris Balu Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Menulis seputar fiksi dan fantasi || Bajawa, Nusa Tenggara Timur

Selanjutnya

Tutup

Diary

Sudahkah Ngaca Hari Ini?

12 Juni 2022   13:54 Diperbarui: 25 Juli 2022   17:05 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image caption: https://www.quora.com/Do-apes-and-monkeys-recognize-themselves-in-mirrors

Berapa kali dalam sehari kalian melihat cermin? mungkin tidak terhitung jumlahnya. Kalau kamu bangun tidur dan langsung mencari Hp, hal pertama yang kamu lihat adalah pantulan wajahmu sendiri pada layar hitam sebelum Hp dinyalakan.

Sehabis mandi  kamu pasti berdiri didepan cermin, mungkin sambil berpose. Menarik nafas guna mengecilkan lemak diperutmu, menyisir rambutmu kebelakang dan mengoleskan lotion pada kulit wajah yang seperti tembok kasar. 

 Setelah mengenakan pakaian, kamu akan kembali mencari pantulan dirimu di cermin, kali ini untuk melihat apakah baju yang kamu kenakan tidak kusut ataukah tulang pada celanamu sudah lurus sempurna.

Ketika ingin ber-selfie di siang hari, 30 detik akan kamu habiskan di depan kamera hanya untuk merapikan rambut atau make up sebelum tombol kamera kamu tekan.

 Pada malam hari, cermin akan menunjukan kelelahanmu selama seharian penuh. Rambut sudah tak lagi rapi, minyak menggerogoti pori-pori, dan senyum tak lagi menghiasi wajahmu. Meskipun begitu, kamu akan tetap didepannya sambil menatap wajah itu.

Kita seolah tidak bisa menghindar dari keinginan untuk merefleksikan diri. Menilai dan menghakimi penampilan didepan cermin sangatlah naluriah bagi manusia. Namun mengapa kita melakukannya?

Sesungguhnya bayangan pada cermin bukanlah yang ingin kita ketahui. Refleksi sesungguhnya ada pada mata orang lain. Itulah mengapa kita menjadi sangat terobsesi dengan cermin. 

Benda itu memberikan gambaran simple bagaimana kita terlihat dihadapan teman sekolah, rekan kerja atau sekedar pejalan kaki dijalanan. Ketidaktahuan kita terhadap persepsi orang lain menyebabkan kita berupaya mencapai titik visual terbaik. Kata-kata seperti "Beauty is on the inside" akan terdengar seperti omong kosong, jika kita mampu menghitung berapa kali kita menatap cermin. 

Manusia tidak dapat sepenuhnya mengerti satu sama lain. Seperti landak, semakin kita mencoba untuk mendekat, semakin kita dijauhkan oleh duri-duri tajam  yang terhunus dari hati dan pikiran kita masing-masing. 

Koneksi antar manusia yang ditakdirkan setipis kertas, mengharuskan kita menemukan cara lain untuk membuat kita tidak sendirian menapaki kehidupan. Jika begitu, cara terbaik untuk membangun citra adalah dengan berpenampilan semenarik mungkin.

Penampilan adalah segalanya, setidaknya itu yang sering kita temui dikehidupan kita. Tidak terhitung banyak polisi, pedagang, pengamen, hingga pegawai supermarket yang menjadi terkenal di dunia maya hanya karena memiliki paras rupawan. 

Berpenampilan menarik (entah apa maksudnya) bahkan menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan pekerjaan. Jika kamu mau makan hari ini, jadilah menarik. Citramu dimata orang akan menentukan apa kau pantas bernafas atau tidak. Lelucon yang menarik.

Kehidupan seolah berputar pada citra yang telah kita bangun didepan cermin setiap harinya. Jika kamu mengikuti lomba pidato, kamu pastilah akan merancang kalimat terbaik yang dapat menggugah pikiran serta emosi juri dan penonton. 

Dengan intonasi yang mantap, kamu menatap cermin dan berlatih. Setiap penggalan kata seolah diarahkan pada ribuan penonton. Namun ditempat itu hanya kamu dan bayanganmu seorang. Semua itu kamu lakukan untuk meyakinkan dirimu sendiri, bahwa kamu pantas untuk mendapat tepuk tangan dari orang lain.

Tidak seperti lomba pidato, Hidup tidak memberimu nilai yang baku. Tidak ada juri yang mengangkat papan dengan angka 1-10 untuk memberitahu sejauh mana kamu berkembang. Tidak ada tepuk tangan yang menggelegar. Namun kita tetap saja bertingkah seolah setiap hari adalah ujian. Setiap mata yang melihat adalah hakim yang menentukan siapa dirimu. 

Diri kita hanya ada satu, namun kita membiarkannya menjadi seribu. Persepsi orang lain bukan urusanmu. Kita tidak sedang diuji, kehidupan bukanlah ujian yang mengharapkan jawaban melainkan sebuah realitas yang tinggal dijalani. 

Kamu sering mendengar kata "Jadilah dirimu sendiri" namun bagaimana kamu dapat melakukannya jika kamu terlalu takut untuk melihat kedalam cermin dan memahami bayangan itu?

 Bayangan itu tidak membutuhkan persepsi orang lain. Ia membutuhkan kita, penggalan dari dirinya, satu-satunya kebenaran akan siapa individu yang menjadi tempat ia tinggal. Jadi, sudahkah ngaca hari ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun