Mohon tunggu...
Ari Purwadi
Ari Purwadi Mohon Tunggu... Administrasi - Sang Pemenang

Saya selalu berusaha menjadi orang yang terus memberi manfaat bagi orang lain dan berusaha terus memberi kontribusi positif dalam hidup orang lain, apapun itu. Saya ingin kehadiran saya selalu dirindukan oleh orang lain. Berkarier merupakan sebuah aktualisasi hidup jangka panjang yang saya inginkan, bagi saya berkarya itu harus dengan cinta, dan saya selalu berusaha mencintai apa yang saya kerjakan, sehingga dapat menghasilkan karya yang berkualitas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berbagi Bahagia, Tidak Melulu Soal Uang (Sebuah Pengalaman Berbagi Mukena)

28 September 2016   09:20 Diperbarui: 28 September 2016   09:36 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu-ibu berfoto bersama pasca acara Wakaf Mukena Sambut Ramadan 1436 H. Dok.pri

Setiap orang setuju, sosok ibu kandung memiliki tempat paling istimewa di hati yang tidak dapat digantikan oleh orang lain, siapapun itu. Pengorbanan besar ibu kandung untuk kebahagiaan anak mereka sudah tidak perlu diragukan lagi, karena bagi mereka, mengutamakan kebahagiaan anak adalah di atas segalanya, bahkan ketika harus mengabaikan kebahagiaannya sendiri. Contoh nyatanya begitu banyak terjadi dan dapat dengan mudah kita amati di dalam lingkup keluarga kita.

Misalnya, menjelang Hari Raya Idul Fitri, sosok ibu kandung terlihat selalu pusing memikirkan bagaimana caranya agar bisa membelikan pakaian baru untuk anak, agar anak mereka lumrah batire -istilah dalam bahasa Jawa yang berarti layaknya anak-anak lainnya- saat Hari Raya Idul Fitri. Tidak mampu membelikan pakaian baru saat Hari Raya, menjadi semacam pukulan bagi mereka. Karena, bagi mereka, berarti putra-putri mereka tidak lumrah batirepada Hari Kemenangan yang datangnya satu tahun sekali itu.

Fenomena inilah yang penulis amati ada dibenak ibu-ibu di sekitar tempat tinggal penulis menjelang Lebaran. Seolah-olah anak-anak mereka tidak merasa bahagia jika tidak lumrah batire, padahal belum tentu demikian, yakan? Namun, di sisi lain, ibu-ibu ini sama sekali tidak memedulikan bagaimana kebahagiaan mereka saat Hari Raya tiba.

Boro-boro membeli mukena baru yang hanya dipakai ketika Salat, membeli baju yang dipakai untuk berlebaran saja tidak terpikirkan oleh mereka. Kebutuhan Hari Raya lain banyak yang harus diutamakan. Sehingga membeli mukena baru untuk digunakan beribadah menjadi hal yang tidak terlintas di benak mereka. Mungkin saja keinginan membeli mukena itu sudah terlintas, akan tetapi belum kesampaian, karena kebutuhan Lebaran lain yang lebih pokok jauh lebih mendesak.

Dari pemikiran inilah, menjelang Bulan Ramadhan 1436 H silam atau Bulan Ramadhan 2015, penulis berinisiasi menggelar bakti sosial mandiri untuk membagikan mukena baru kepada ibu-ibu di sekitar tempat tinggal penulis, tepatnya di Dusun Lengotono, Kelurahan Candisari, Kecamatan Bansari, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Penulis ingin berkontribusi positif untuk membahagiakan hati mereka menyambut Lebaran 1436 H.

Awalnya, kegiatan ini dirancang agar ibu-ibu dapat mengenakan mukena baru saat beribadah Salat Idul Fitri pada Lebaran 1436 H. Namun, setelah dicermati lebih dalam, akan lebih tepat rasanya, jika kegiatan ini justru digelar lebih awal yakni menjelang Bulan Ramadhan 1436 H, agar selama beribadah pada Bulan Ramadan 1436 H ibu-ibu merasa lebih nyaman dengan mengenakan mukena baru. Penulispun membulatkan tekad untuk menggelar kegiatan ini sebelum Ramadhan 1436 H. Namun, penulis hanya memiliki waktu kurang dari dua pekan untuk menggelar acara ini.

Di sisi lain, saat itu, bertepatan pula dengan momentum pasca upacara wisuda yang menandai selesainya masa studi penulis dari jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Sebelas Maret Solo. Jadilah bakti sosial ini bermakna ganda yakni sebagai bentuk kepedulian sosial penulis kepada ibu-ibu yang berangkat dari latar belakang di atas, serta sebagai wujud rasa syukur penulis karena telah resmi menyandang gelar Sarjana Ilmu Komunikasi. Dengan segala keterbatasan, penulis bertekad mewujudkan bakti sosial tersebut pada Minggu, 14 Juni 2015, sehari setelah upacara wisuda Sabtu, 13 Juni 2015.

Penulis mulai mendesain bagaimana cara mengumpulkan donasi untuk acara tersebut karena jujur saat itu, penulis belum memiliki kemampuan finansial. Bolehlah penulis belum memiliki kemampuan finansial, tetapi penulis memiliki kemampuan untuk berfikir dan berusaha. Penulispun menyebar informasi terkait acara itu kepada kolega penulis melalui sosial media, baik melalui pesan siar di Blackberry Massanger, maupun Facebook. Penulis memegang teguh bahwa niat baik, pasti baik juga akhirnya. Selanjutnya, penulis menghubungi kakak penulis yang penulis tunjuk sebagai koordinator penerima wakaf mukena, jumlah penerima wakaf nantinya disesuaikan dengan jumlah donasi yang terkumpul.

Di luar dugaan, donasipun mulai berdatangan dari teman-teman penulis. Acara yang mengusung tajuk Wakaf Mukena Sambut Ramadhan 1436 H,itupun semakin terlihat terwujud nyata. Tercatat, 24 mukena baru berhasil dikumpulkan, dari 17 donatur, ditambah 2 mukena dari penulis. Mukena baru yang berhasil dikumpulkan pun bervariasi, mulai dari mukena bunga bali, mukena batik, mukena polos, hingga mukena untuk anak-anak. Setalah donasi mukena terkumpul, penulis merekapitulasi data penerima wakaf dan mengatur mukena yang dibagikan agar disesuaikan dengan kebutuhan penerima. Acara pun berlangsung Minggu, 14 Juni 2015, pukul 16.00 WIB di rumah penulis.

Sore itu, penulis ingat, hujan turun sangat deras, ibu-ibu berdatangan ke rumah penulis menyusuri jalanan berlumut yang licin, menembus sore yang berkabut dengan menggunakan payung warna-warni, yang tidak tahu mengapa, terasa menyentuh perasaan saja gitu. Penulis sengaja merahasiakan maksud dan tujuan acara itu dari ibu-ibu undangan, karena ingin disampaikan saat acara berlangsung. Praktis, ibu-ibu tidak tahu maksud datang ke rumah saya sore itu.

Sebelum acara, digelar tausyiyah singkat mengenai pentingnya salat oleh Bapak Nas, salah satu tokoh agama di desa. Kemudian dibagikan mukena kepada ibu-ibu. Kala itu, untuk pertama kalinya penulis merasa sangat bahagia, belum pernah merasa sebahagia itu. Tawa canda memenuhi pertemuan sore itu. Dan mukena berhasil disalurkan kepada ibu-ibu dengan lancar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun