Mohon tunggu...
Ari Prastyo
Ari Prastyo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Fotografi/Videografi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Legal Pluralisme

4 Desember 2022   20:20 Diperbarui: 4 Desember 2022   20:39 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pengertian Legal Pluralisme
Pluralisme berasal dari bahasa Inggris dan terdiri dari dua kata jamak (beragam) dan isme (paham), yang berarti sekelompok besar orang atau banyak orang. Dalam hal ini, kata saat ini adalah kata yang ambigu (bermakna lebih dari satu). Sebaliknya, pengertian preseden hukum adalah aturan atau deklarasi yang secara tegas mengikat dan dibuat oleh lembaga pemerintah seperti pentagon atau legislatif. Jadi Pengertian Hukum Pluralisme: Pluralisme hukum sering disebut sebagai "keragaman hukum". Pluralisme hukum adalah bentuk hukum yang lebih lazim dalam lingkungan sosial tertentu.
 
Pluralisme Hukum di Indonesia
Pluralisme hukum berarti bahwa ada hukum yang berbeda di berbagai belahan dunia. Pluralisme hukum berarti bahwa ada lebih dari satu perangkat aturan yang mengatur perilaku sosial di wilayah tertentu. Pluralisme hukum adalah cara berpikir tentang hukum yang mengatakan bahwa hukum (atau sistem hukum) yang berbeda dapat bermanfaat bagi orang yang berbeda. Sentralisme hukum adalah gagasan bahwa ada satu cara terbaik untuk melakukan hukum, dan setiap orang harus mematuhinya.
 
Perkembangan Legal Pluralisme di dalam Masyarakat
Perkembangan pluralisme hukum dalam gerakan perubahan hukum muncul melalui advokasi-advokasi terhadap masyarakat adat. Dalam konteks ini, pluralisme hukum dipakai untuk membela tanah-tanah masyarakat yang diambil paksa oleh negara atau pelaku swasta.
Hukum adat digambarkan sebagai cabang terakhir dari hukum suatu negara yang mengatur keabsahan dari tanah yang terkait dengan adat. Ada aturan yang mengatur di dalam UUPA yang mengakui keberadaan negara tanah-tanah adat (ulayat). Untuk melindungi sumber daya alam yang dikuasai oleh mayoritas penduduk yang bersifat adat dari perampasan-perampasan yang dicabut oleh hukum nasional, maka dianut konsep pluralisme hukum.
Lebih khusus lagi, pluralisme dalam hukum digunakan untuk menangkal pernyataan bangsa bahwa rakyat berperilaku tidak semestinya. Salah satu keberhasilan gerakan ini adalah menggolkan aturan tentang pengakuan dan penghormatan kesatuan masyarakat hukum adat hak-hak tradisionalnya dalam Pasal 18B UUD 1945 pada amandemen kedua tahun 2000. Selain itu, TAP MPR No. IX/2001 tentang Pembaharuan Agraria, yang juga memenuhi kebutuhan penduduk adat, tidak melanggar prinsip pluralisme hukum. Sejak disahkannya undang-undang ini, hampir setiap produk hukum nasional yang berkaitan dengan waktu musim panas telah memasukkan ketentuan undang-undang ini untuk masyarakat adat.
Dalam praktik nyata, aktivisme adat pro-masyarakat semakin banyak digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan peningkatan masyarakat. Salah satu contohnya adalah dengan melakukan pemetaan adat wilayah di berbagai lokasi dan dokumentasi hukum adat. Karena itu, dua hal ini penting untuk dipahami oleh masyarakat umum. Selain itu, krisis ini juga mendorong para pemimpin daerah untuk mengakui persetujuan penduduk melalui penerapan berbagai peraturan daerah. Di sisi lain, pemberlakuan otonomi daerah juga semakin memberikan angin segar bagi generasi ini.
Lebih khusus lagi, dengan mengecilkan kritik terhadap Lembaga-Lembaga Penyelesaian Hukum Adat, Gerakan Penggiat Pluralisme Hukum juga bertujuan untuk melemahkan penyelesaian sengketa di ranah adat. Hal ini dianggap sebagai satu-satunya peringatan terpenting atas kondisi Lembaga Penyelesaian Sengketa Negara (pengadilan) saat ini yang pada kenyataannya tidak dapat memberikan bukti yang kuat. Untuk membiarkan masyarakat menyelesaikan persoalannya sendiri melalui peradilan adat tanpa melibatkan pengadilan, gerakan ini intinya menawarkan.
 
Kritik Legal Pluralism Terhadap Sentralisme Hukum dalam Masyarakat 
Pluralisme hukum muncul sebagai kritik terhadap sentralisme dan positivisme dalam penerapan hukum kepada masyarakat. Pluralisme hukum muncul selama perkembangan pemikiran antropolog bahwa sentralisme hukum bukanlah satu-satunya hukum yang mengatur kehidupan masyarakat. Karena pengenalan sentralisme hukum dalam komunitas masyarakat dengan kecakapan sosial dan budaya hanyalah sebuah ketidakmungkinan (Griffiths). Pluralisme hukum juga muncul di Indonesia karena keragaman budaya. Dalam keragaman ini, pasti ada potensi konflik, dengan pemikiran atau pandangan yang berbeda dari masyarakat Indonesia, sehingga istilah hukum disebut sebagai hukum untuk memberikan arah pada perilaku masyarakat
 
Keberadaan Legal Pluralism dalam Masyarakat Indonesia
Jika keberadaan pluralisme hukum bergantung pada pengakuan hukum negara maka kondisi tersebut disebut pluralisme hukum lemah. Dengan kata lain, pluralisme hukum kuat karena ada situasi ketika antara sistem hukum yang berbeda melakukan interaksi yang tidak mendominasi alias setara. Individu atau kelompok yang tinggal di bidang tertentu atau wilayah sosial bebas untuk memilih salah satu hukum dan bebas untuk menggabungkan berbagai sistem hukum dalam melakukan kegiatan sehari-hari atau untuk menyelesaikan perselisihan.
 
 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun