Mohon tunggu...
Ario Rafni Kusairi
Ario Rafni Kusairi Mohon Tunggu... Supir - Manusia

Kaum Rebahan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Wacana Abadi dalam Upgrade Pendidikan di Indonesia

26 April 2022   09:01 Diperbarui: 26 April 2022   09:21 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara, sumber: tribun-bali.com

Sebagai negara demokrasi dengan kebebasan berpendapat, masyarakat di Indonesia ahli dalam memberi pendapat di segala aspek kehidupan, dari tetangga rumah hingga negara tetangga. Komentar-komentar masyarakat tersebar luas di negeri kita tercinta ini, baik offline maupun online yang kita kenal sebagai spesies bernama netizen. Komentar-komentar ini tidak sepenuhnya negatif, bahkan jika Kita amati, tak jarang komentar, kritik bahkan saran membangun yang muncul dari masyarakat Kita yang terkenal dengan kebebasan berekspresi nomor satu di dunia. Maka tak heran jika banyak ahlinya ahli di antara Kita.

Dalam pandangan penulis, ada satu aspek yang tak henti-hentinya menjadi trending topic dalam jagat gonjang ganjing diskusi interaktif di Indonesia. Aspek tersebut adalah Pendidikan, hal yang dewasa ini terasa penting tapi tidak mendapatkan perubahan penting, dan bahkan tak sedikit manusia yang mengganggap bahwa pendidikan atau sekolah itu tidak penting. Pembahasan ini sebagai bentuk merayakan Hari Pendidikan Nasional di bulan depan, yang jatuh pada hari Senin, 2 Mei 2022.

Basically, Penulis sendiri bukanlah mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, jadi secara basic, Penulis tidak terlalu faham dengan system pendidikan dan teknik pengajaran. Akan tetapi, sebagai seorang mahasiswa yang merupakan salah satu bagian dari dunia pendidikan, yang tentu merasakan dan melihat secara langsung terhadap kelemahan dalam dunia Pendidikan di Indonesia, baik selama menempuh sekolah dasar dan menengah selama enam tahun, dan berbagi informasi dengan pelaku dalam pengembangan pendidikan. Dari yang penulis alami dan informasi yang didapat, tentu ada sebuah keinginan untuk mengemukakan pendapat, sebagaimana netizen yang lain.

Agar tulisan ini tidak terkesan ngawur, Penulis akan mengutip UUD '45 BAB XIII tentang Pendidikan pasal 31, ayat 1 dan 2 yang berbunyi:

1. Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.

2. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.

Isi dari undang-undang ini sangat jelas, dan tidak perlu menjadi seorang Proffesor di bidang hukum untuk memahaminya. Dari dua pasal ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pemerintah wajib memberikan hak pendidikan dengan menyelenggarakan pengajaran yang diatur oleh sistem dan undang-undang. Bahasa simpelnya, setiap Warga Negara Indonesia berhak menikmati pendidikan sebagai haknya tanpa adanya gangguan dan kendala. Akan tetapi, hingga detik ini pendidikan masih belum merata di Indonesia, terlebih lagi di daerah-daerah yang jauh dari pusat keramaian.

Sewaktu masih bersekolah, Penulis menganggap bahwa pendidikan di Indonesia sudah merata dan dapat dinikmati oleh semua kalangan, mungkin ini efek dari domisili Penulis yakni di Desa Sumber Kalong, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Bondowoso. Desa sumber kalong sangat  dekat dengan pusat Kecamatan, dan teman-teman Penulis di rumah pun semuanya menikmati manisnya sekolah. Namun, pandangan ini berubah ketika Penulis sudah berstatus sebagai mahasiswa di UIN KH. Achmad Shiddiq Jember. Se mager-magernya mahasiswa, pasti memiliki pemikiran kritis terhadap sesuatu yang ada di depannya, salah satunya pendidikan.

Ilustrasi pedesaan, sumber: beritasatu.com
Ilustrasi pedesaan, sumber: beritasatu.com

Perubahan pandangan ini disebabkan atas informasi-informasi yang didapat dari berbagai sumber, baik dari kalangan tenaga pengajar maupun sesama mahasiswa. Tidak meratanya pendidikan di Indonesia dapat ditemui di daerah-daerah yang jauh dari pusat keramaian, atau yang lebih familiar dengan istilah pelosok desa. Di pedesaan terpencil, salah satu tanda tidak meratanya pendidikan adalah rendahnya angka pendidikan anak-anak, yang hanya mentok SD, jikala ada yang sampai SMA atau Sarjana, dapat dipastikan anak tersebut lahir dari Keluarga berada atau dimondokkan ke Pesantren selepas tamat sekolah dasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun