Mohon tunggu...
Ario Aldi L
Ario Aldi L Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Menulis ketika senggang, semakin banyak belajar semakin tidak tau apa-apa.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Diet Plastik, Lagi?

11 Juli 2020   13:56 Diperbarui: 21 Juli 2020   17:04 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : pixabay.com


Fenomena yang terjadi di masyarakat dalam konsumsi dan penggunaan kantong plastik adalah hal yang sangat wajar. Pertama jika masyarakat dipaksa untuk Move on dari penggunaan kantong plastik adalah hal yang sangat mustahil dan muskil. Hal tersebut bisa saja terjadi Bahkan tanpa adanya anjuran dari pemerintah sekalipun.  

Tidak dapat dipungkiri bahwa tingkat kebutuhan masyarakat cukup tinggi bahkan bisa dikatakan memiliki ketergantungan khusus atau syndrom plastik. Alasan masyarakat menggunakan kantong plastik selain dari sisi efisiensinya, harga yang dipatok untuk satu bendel kantong plastik masih sangat relevan dan berada jauh dibawah laba penjualan.

Yang dibutuhkan selain dari undang-undang yang mengikat rakyat, hal ini harus disertai oleh kesadaran dan inisiatif moral dari masyarakat. Baik hal tersebut dimulai dari pikiran hingga implementasinya untuk menggunakan kantong plastik menjadi gamblang. Artinya opini yang saya katakan belum tentu benar, karena ini adalah usaha bersama. 

Baca : Dopamin Gratis, Netflix Legal

Jika dilihat dari empirisme sosial memang adanya demikian. Harga yang dipatok dari para pedagang bahkan produsen barang serba guna tersebut cenderung bervariasi sehingga tidak menemukan titik cerah untuk upaya penyelamatan lingkungan.

Sedikit menilik sejarah, kantong plastik pertama kali diciptakan pada tahun 1959 oleh ilmuwan asal Swedia yaitu Sten Gustaf Thulin.  Dipatenkan pada tahun 1965. Jadi untuk mengubah budaya penggunaan plastik cukup sukar. Kecuali dengan dibarengi kesadaran moral tadi.

Pemerintah sudah semestinya bertindak tegas. Mungkin jika ditanya perihal asumsi pribadi penulis soal atensinya tentu saya tidak peduli dengan generasi selanjutnya. Meskipun hal tersebut tetap membuat saya sedikit resah. 

Misalnya pengelolaan limbah plastik tidak boleh berhenti pada tahap buang di selokan. Penggunaan sampah kering dan sampah basah atau limbah rumah tangga harus dipahami betul. Saya rasa anak-anak pun tau dan dapat membedakan kemana harus membuang sampah dengan benar. 

Tetapi jika memang terpaksa harus menggunakan kantong plastik masyarakat harus membuangnya dengan benar dan tempat yang telah disediakan. Termasuk penulis yang suka ngudud yang membuang lathu sembarangan

Tetap gunakan kantong plastik, namun bijak dalam penggunaan dan selepas penggunaan-nya. Aih~

Artikel lainnya : Perangai Kalung Covid-19

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun