Mohon tunggu...
Arini Saadah
Arini Saadah Mohon Tunggu... Penulis - Suka nulis, tapi tidak tahu apa yang hendak ditulis.

Pernah menjadi mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi di Ponorogo.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Balik Gestapu, Rencana Pendaulatan Berubah Jadi Pesta Pembantaian?

28 September 2020   07:27 Diperbarui: 28 September 2020   07:38 2711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di kemudian hari, juga terjadi penculikan Pendana Menteri Syahrir di Solo oleh elemen pemuda dan tentara yang antidiplomasi. Penculikan Syahrir itu diharapkan perundingan dengan Belanda bisa dicegah.

Setelah didaulat, kabinet Syahrir malah bubar, namun Perdana Menteri selamat. Lalu kabinet digantikan oleh Amir Syarifuddin yang akhirnya tetap melakukan perundingan dengan pihak Belanda atas restu dari Soekarno.

Syahrir, Soekarno, dan Hatta diculik tanpa dianiaya secara fisik. Namun berbeda dengan penculikan Dr Muwardi, sang pemimpin Barisan Benteng di Solo. Nasibnya berakhir dengan kematian. Hingga saat ini pun siapa dalang di balik penculikan Dr Muwardi dan bagaimana ia tewas masih belum terungkap. Tidak ada kejelasan apakah ia diculik untuk dibunuh, ataukah kematiannya disebabkan oleh sesuatu hal yang di luar rencana.

Yang jelas, kasus pendaulatan ternyata sering terjadi pada zaman revolusi. Konon penculikan untuk pendaulatan menjadi modus operandi untuk melakukan perubahan elite sekaligus kebijakannya. Bahkan dalam organisasi tentara pada awal revolusi, saat sistem pergantian komandan belum dibuat, daulat-mendaulat sering menjadi jalan tempuh untuk mengganti pemimpin pasukan.

Perlu digaris bawahi, tradisi culik-menculik pada awal revolusi dijadikan sebagai modus penting untuk mengubah kebijakan di tingkat elit. Ternyata penculikan sebagai cara mendaulat sepertinya sudah mengendap rapi dalam kebudayaan politik Indonesia.

Tradisi mendaulat ini juga dibuktikan dengan pidato Presiden Soeharto dalam rapat Pimpinan ABRI di Pekan Baru pada 1980 yang berbicara tentang penculikan anggota sebagai cara pencegahan terjadinya kesepakatan MPR jika muncul usaha mengubah UUD'45.

"Ambisi Soekarno Kuasai Militer"

Ternyata tidak semudah itu menjawab pertanyaan dari judul utama di atas. Kita perlu memahami rencana Pemimpin Besar Revolusi Soekarno dalam hal menanggapi Angkatan Darat yang sudah tidak sepaham lagi dengannya, menolak NASAKOM.

Soekarno semakin kewalahan menghadapi Angkatan Darat yang terus menolak NASAKOM, tidak serius melakukan konfrontasi, dan sibuk menggerakkan barisan anti-komunis. Hal inilah yang membuat Soekarno berkesimpulan untuk mengganti Panglima Angkatan Darat Nasution, digantikan oleh Letjen Ahmad Yani.

Nasution pun akhirnya pasrah menerima jabatan sebagai Kepala Staf Angkatan Bersenjata (KSAB) yang tidak memiliki garis komando ke pasukan. Ternyata para pimpinan angkatan lain tidak siap berada di bawah pimpinan seorang jenderal Angkatan Darat.

Kemudian Soekarno membentuk Komando Operasi Tertinggi (Koti) pada Juli 1963 sebagai upaya menguasai militer dengan dirinya menjadi Panglima Besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun