Mohon tunggu...
Arinda Safira
Arinda Safira Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Manusia yang mudah penasaran ini tidak begitu tertarik dengan bakso dan mie ayam seperti masyarakat Indonesia pada umumnya. Maka jangan beri saya kedua itu untuk sebuah perayaan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Keputusannya adalah Tidak Mencintaiku

28 Januari 2023   04:30 Diperbarui: 28 Januari 2023   04:43 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Ada yang mau sama kamu.” Kata Ibuku sembari menggulung sosis solo, sosis solo itu jajanan pasar mirip risol tapi dengan isian daging ayam dan sayuran. Ini bukan pertama kalinya Ibu membicarakan itu. Bukan sesuatu yang mengagetkan memang, tapi apa yang Ibu ucapkan kadang membuatku sedikit ketakutan. Bagaimana mungkin anak di bawah umur sepertiku sudah ada yang ingin menikahi?

“Apa sih, Bu.. aku loh masih sekolah.” Ujarku sambil memasukan gulungan sosis solo ke plastiknya. Menggulung sosis solo itu rutinitas pagi hariku dengan Ibu. Kami menyiapkannya untuk dijual di kantin sekolahku dan Adik. Ibuku penjual gorengan dan bubur keliling, tempat favoritenya adalah di sekitar SD dan SMP. Bisa dibilang aku hidup dari hasil jerih payahnya sendirian. Lalu dimana Ayahku? Akupun tidak tahu. Ibu hanya ingin aku menganggapnya sudah meninggal. Tapi dengan begitu bukan berarti dia benar-benar sudah meninggal, bukan?

“Kalau orangnya sudah siap menafkahi dan mampu memberi kamu kehidupan yang layak, ya, kenapa enggak, Kak?” rayunya lagi.

“Tapi aku yang belum siap dan belum mampu.” Kataku.

“Dia bersedia kok menunggu kamu sampai lulus sekolah dulu.”

“Aku nggak mau ditunggu, Bu.” Kalimatku itu mengakhiri pembicaraan kami. Ibu sudah tahu betul kalau aku menolaknya. Beberapa hari lagi pasti dia akan membicarakannya kembali entah itu laki-laki lain atau laki-laki yang sama.

Kami tinggal di kabupaten kecil yang ada di perbatasan dengan kabupaten lain. Tempat seperti ini tentu saja jarang dilihat oleh pemerintah pusat setempat. Aku duduk di kelas duabelas sekolah kejuruan. Tinggal dengan hanya Ibu dan adik bukanlah sesuatu yang mudah dijalani, kami harus memutar otak untuk mencari uang dan bertahan hidup. Maka wajar saja kalau Ibu sering menawarkan ajakan menikah dari laki-laki yang tidak aku kenali. Wajar kalau yang Ibu lihat dari laki-laki itu adalah kekayaan yang dia miliki. Aku tahu betul kalau Ibu ingin kami segera mentas dari kehidupan yang seperti ini.

Tiap semester selalu ada pertukaran guru muda dari luar kota ke sekolahku. Pak Ramlan adalah salah satu guru yang semester lalu menjalani pertukaran itu. Dia mengajar mata pelajaran bahasa inggris. Cara mengajarnya cukup menarik, dia tidak menggunakan buku saat mengajar, tapi dengan menghubungi banyak rekannya yang bisa berbahasa inggris dan mereka mendiskusikan banyak isu penting yang jarang sekali orang kabupaten ketahui.

Pak Ramlan bilang dia juga dari kabupaten dan ingin mengajarkan banyak hal yang sulit diketahui oleh orang kabupaten sendiri. Ya, dia sangat manusiawi. Dia pernah membangun perpustakaan umum gratis dan sedang melakukan project kemanusiaan untuk anak yatim-piatu. Salah satu project-nya adalah memberikan biaya pendidikan dan pendirian panti asuhan.

“Banyak informasi yang bisa didapat dengan cepat kalau kamu bisa berbahasa inggris. Karena untuk sebuah informasi dari luar negeri kalau mau diangkat ke bahasa indonesia pasti perlu diterjemahkan dulu dan itu memakan waktu yang tidak sebentar, apalagi untuk sebuah buku. Jadi dengan bisa bahasa inggris kamu bisa mendapatkan informasi itu lebih cepat dari orang yang nggak bisa bahasa inggris.” Katanya di sebuah pertemuan.

Banyak guru yang mengenalku karena nilai akademikku selalu memuaskan. Banyak anak sekolah dan karyawan yang juga mengenalku karena aku sering ke kantin-kantin untuk menitipkan jajanan, dan memberikannya ke petugas perpustakaan yang sedang hamil, kalau titipan jajananku tidak habis hari itu. Memiliki image yang cukup baik seperti itu tentu mudah untukku berkenalan dengan orang baru, termasuk dengan Pak Ramlan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun