Mohon tunggu...
Arina Nur Rahmani
Arina Nur Rahmani Mohon Tunggu... Freelancer - Masih mahasiswa

Berproses agar mengerti apa arti proses

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cyberbullying, Speak-up and Stop Bullying!

6 Januari 2020   20:00 Diperbarui: 6 Januari 2020   20:01 1733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ringkasan

Pada tulisan ini membahas tentang betapa pentingnya seorang korban bullying berbicara apa yang ia rasakan saat mengalami perundungan/ bullying. Dan mengetahui alasan dari pelaku bullying melakukan perundungan kepada korban.

Pendahuluan

Penggunaan internet membuktikan masyarakat masa kini melakukan komunikasi dan interaksi sosialnya pada sebuah wadah yang bernama media sosial. Di Indonesia media sosial paling banyak digunakan oleh usia remaja, pada usia-usia tersebut memiliki teman banyak adalah kebutuhan dan kesenangan tersendiri, banyak dampak yang terjadi dari penggunaan media sosial bagi remaja, tidak hanya berdampak positif melainkan juga banyak dampak negatif yang dialami oleh remaja. Cyberbullying adalah segala bentuk kekerasan yang dialami anak atau remaja dan dilakukan teman seusia mereka melalui dunia cyber atau internet. Media sosial adalah tempat umum atau publik yang menjadi tempat tumbuh suburnya kasus verbal bullying terhadap suatu kejadian yang sedang heboh diperbincangkan (Suciartini & Sumartini, 2018). Dalam hasil penelitian, Facebook menempati posisi tertinggi dalam aksi cyberbullying sebesar 87%.

Menurut hasil penelitian tersebut, 49% remaja diketahui menjadi korban bully pada dunia nyata sedangkan 65% dari mereka adalah korban dari cyberbullying (Akbar & Utari, 2014). adapun sebuah survei baru yang dilakukan oleh ictwacth.com yang diadakan di inggris menunjukkan bahwa sekitar 5, 43 juta anak-anak di Inggris menjadi korban cyberbullying. Survei ini merupakan survei terbesar yang pernah dilakukan untuk mengungkap syberbullying. Survei tersebut menunjukkan fakta 2 dari 3 orang yang disurvei yang berusia antara 13 sampai dengan 22 tahun telah menjadi korban cyberbullying. Ini artinya ada sekitar 5, 43 juta yang pernah mengalami cyberbullying ictwacth.com dalam (Rohman, 2016). Untuk itu kita harus saling menjaga perkataan serta perilaku terhadap orang lain, jangan sampai orang lain merasa tersakiti atas apa yang kita ucapkan/ kita lakukan kepada mereka.

Adapun korban bullying yang merasa stres hingga depresi dan mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Karena merasa tidak mampu dalam menghadapi keadaan sosial setelah memperoleh perilaku perundungan/ bullying oleh orang lain (Rania, 2018). seperti kasus yang baru-baru ini terjadi yaitu kematian seorang anggota grup penyanyi Korea yang biasa dipanggil Sulli. Manajer sulli menemukan sang bintang gantung diri di apartemennya yang berada di Seongnam pada Senin (14/10/2019) pukul 15.21 waktu setempat. Sulli bunuh diri karena mendapatkan ujaran kebencian dari para pengguna internet. Pada tulisan ini akan membahas mengenai cara membantu seorang korban bullying dalam menceritakan apa yang ia rasakan selama ini dan mampu membuat dia bangkit kembali dari keterpurukan yang ia alami.

Tinjauan teoretis 

Bullying berasal dari kata bully, yaitu suatu kata yang mengacu pada pengertian adanya "ancaman" yang dilakukan seseorang terhadap orang lain (yang umumnya lebih lemah atau "rendah" dari pelaku), yang menimbulkan gangguan psikis bagi korbannya (korban disebut bully boy atau bully girl) berupa stres (yang mumcul dalam bentuk gangguan fisik atau psikis, atau keduanya ; misalnya susah makan, sakit fisik, ketakutan, rendah diri, depresi, cemas dan lainnya) (Suciartini & Sumartini, 2018). Cyberbullying terjadi melalui perantara media sosial dan korban dilecehkan atau dianiaya melalui media sosial Mordecki dalam (Hidajat, Adam, Danapramita, & Suhendrik, 2015). Bullying umumnya dipandang sebagai perilaku yang disengaja untuk menyakiti orang lain, berulang kali, dimana sulit bagi korban untuk membela diri (Olweus dalam Slonje, Smith, & Frisen, 2012). Cyberbullying telah didefinisikan sebagai tindakan atau perilaku yang dilakukan dengan menggunakan alat elektronik oleh kelompok atau individu berulangkali dan seiring waktu terhadap korban yang tidak dengan mudah mempertahankan dirinya (Smith dalam Slonje, Smith, & Frisen, 2012).  

Sebagian besar siswa menyatakan bahwa intimidasi sekarang dapat terjadi sepanjang hari karena teknologi telah memperluas 'bullying di sekolah' ke komputer dalam rumah dan ponsel, memungkinkan untuk mengintimidasi tanpa henti. Sebagian besar menyatakan keprihatinan tentang frekuensi dan menganggap syberbullying sebagai masalah serius yang dapat menyebabkan kerusakan (Mishna, Saini, & Solomon, 2009). Cyberbullying menggunakan media digital untuk mengkomunikasikan informasi yang salah, memalukan, atau bermusuhan tentang orang lain. Data saat ini menunjukkan bahwa bullying online tidak seperti bullying secara langsung (Lenhart dalam Fernandez, 2011). Dan partisipasi dalam situs jejaring sosial tidak menempatkan kebanyakan anak pada risiko pelecehan online (Ybarra ML dalam Fernandez, 2011). Definisi secara luas cyberbullying sebagai pengguna internet atau perangkat komunikasi digital lainnya untuk menghina atau mengancam seseorang (Juvonen dalam Heirman & Walrave, 2012).

Penyebab perilaku bullying antara lain :

  1. Memiliki masalah pribadi : Salah satu pemicu seseorang menjadi bully karena memiliki masalah pribadi yang membuatnya tidak berdaya di hidupnya sendiri.
  2. Pernah menjadi korban bullying : Beberapa kasus menunjukkan bahwa pelaku bullying sebenarnya juga merupakan korban bullying.
  3. Rasa iri pada korban : rasa iri ini bisa muncul akibat korban memiliki hal yang sebenarnya sama istimewanya dengan sang pelaku. Pelaku bullying mengitimidasi korban agar korban tidak akan lebih menonjol dari dirinya sendiri.
  4. Kurangnya pemahaman : Ketika seorang anak melihat anak lain berbeda dalam hal seperti ras, agama, dan orientasi seksual karena kurangnya pemahaman maka mereka beranggapan bahwa perbedaan tersebut adalah hal yang salah.
  5. Mencari perhatian : terkadan pelaku bullying tidak menyadari bawha yang dilakukannya termasuk ke dalam penindasan, karena sebenarnya apa yang dilakukannya adalah mencari perhatian.
  6. Kesulitan mengendalikan emosi : anak yang kesulitan untuk mengatur emosi ddapat berpotensi menjadi pelaku bullying.
  7. Berasal dari keluarga yang disfungsional : tidak semua anak dari keluarga disfungsional akan menjadi pelaku bullying, namun hal ini kerap terjadi. Sebagian besar pelaku bullying adalah anak yang merasa kurang kasih sayang dan keterbukaan dalam keluarganya.
  8. Merasa bahwa bullying menguntungkan : pelaku bullying akan tanpa sengaja bisa terus melanjutkan aksinya karena merasa perbuatannya menguntungkan.
  9. Kurangnya empati : ketika melihat korban bullying, mereka tidak merasa empati pada apa yang sirasakan korban, sebagian mungkin justru senang ketika melihat orang lain merasa kesakitan. Semakin mendapatkan reaksi yang diinginkan, semakin pelaku bullying senang melakukan aksinya (doktersehat.com, 2019).

Adapun hal-hal sederhana berikut dapat dilakukan untuk mulai peduli akan korban bullying :

  1. Social media anti-bullying campaign! : mulai dari hal kecil terlebih dahulu yakni kampanya lewat media sosial. Media sosial adalah cara termudah bagi semua orang untuk berkomunikasi di era ini. Memposting kutipan-kutipan terkenal tentang bullying atau cari video tentang kampanye bullying. Cara lain yaitu share status tentang bullying. Siapa tahu dengan postingan ini, bisa menyebarkan kampanye anti bullying dan membuat mereka sebagai korban merasa diperhatikan bahwa mereka tidak sendiri.
  2. Speak up! : ketika sedang melihat seorang teman dibully, jangan hanya diam saja. Jika keadaan sudah sangat parah, lebih baik untuk meminta bantuan lewat orang lain, misalnya melapor ke guru. jangan takut disebut pengadu.
  3. Bergabung ke orgnaisasi online anti bullying : dari organisasi ini dapat memperoleh pengetahuan baru tentang bullying dan cara-cara untuk mencegah atau menangani bullying. Lalu informasi yang didapatkan bisa di share ke orang-orang di sekelilingmu.
  4. Mempelajari bullying : tentang bullying dan cara-cara untuk mencegah atau menangani bullying. Lalu informasi yang didapatkan bisa di share ke orang-orang di sekelilingmu.
  5. Menulis tentang bullying : Belum banyak yang mau menulis tentang bullying. Padahal, bullying itu penting diketahui oleh semua orang. Dengan menulis artikel tentang bullying, bisa ikut berkampanye tentang anti-bullying. Ajak juga mereka yang dibully untuk ikut berpartisipasi menuliskan apa yang mereka rasakan ketika mereka dibully dan bagaimana cara mereka untuk bisa survive dari bullying itu sendiri. Dengan usaha kamu ini, dijamin pasti akan ada perubahan yang mampu meyadarkan dan mengubah cara pandang orang tentang bullying. Dan juga mampu menyadarkan betapa pentingnya isu bullying untuk diperhatikan oleh semua kalangan.
  6. Mengajak mereka yang dibully untuk berani melapor : Ajak mereka untuk tidak berdiam diri saja menunggu bantuan datang. ajak mereka untuk mengakhiri bullying yang mereka alami dan ajak mereka untuk tetap tegar. Kalau memang bullying yang dialami sudah sangat parah, ajak dia melaporkan semuanya ke guru atau orangtuanya.
  7. Mengusulkan kegiatan Anti-Bullying di sekolah atau di kampus : kegiatan-kegiatan dengan tema bullying masih belum banyak dibahas sehingga tema bullying ini bukan tema yang basi untuk diangkat dalam berbagai kegiatan.
  8. Tidak ikut membully dan menghindari cyberbullying (Hadi, 2015)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun