Mohon tunggu...
Harini Rahmi
Harini Rahmi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Life is a process to transfer our values to others. Make ourself meaningfull anytime anywhere for all people

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Berikanlah Contoh Bukan Semata Retorika

16 Desember 2013   08:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:53 1055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Beberapa waktu yang lalu salah seorang mahasiswa berbagi ceritanya dengan saya perihal masalahnya di kampus. Melihat ekspresinya yang jauh dari damai membuat saya berpraduga bahwa sang pemuda sedang menghadapi benturan perihal cinta. Namun sayingnya tebakan saya tak mendekati sejatinya masalah yang sesungguhnya.

Mahasiswa itu ternyata sedang gundah karena ketakutan jika nilai salah satu mata kuliah yang dia ambil saat ini akan berbuah nilai D atau E. Kondisi ini sangat merisaukannya karena dia tidak ingin melukai hati orang tuanya disamping dirinya sendiri tentunya. Seraya menyimak celotehannya dalam benak saya sempat terpikir bahwa mahasiswa ini bisa jadi tidak mampu menyelesaikan UTS nya dengan baik sehingga bebannya untuk memperbaiki di UAS yang segera diselenggarakan sangat berat.

Dari awal dia terlalu menyudutkan dirinya dan mengekplorasi ketakutannya tanpa diimbangi dengan alasan kenapa hal tersebut terjadi. Hal ini membuat saya tidak sabar dan akhirnya memotong kalimatnya yang sedikit membuat saya bingung karena terlalu berputar-putar. “Ok, masalahnya apa sehingga membuat kamu berkesimpulan bahwa nilaimu berkemungkinan adalah D atau E? Kamu tidak belajar atau kamu bisa jadi tidak mengerti dengan materi kuliah yang diterangkan oleh si dosen sehingga kamu tidak bisa menyelesaikan UTS mu dengan baik bahkan UASmu berkemungkinan pula demikian?, saya mencoba menggali masalah intinya.

Setelah menjelaskan detail masalahnya ternyata yang terancam mendapatkan nilai D atau E itu bukan semata mahasiswa ini tetapi seluruh mahasiswa/i yang sekelas dengannya untuk mata kuliah tersebut. Kemungkinan mereka mendapatkan nilai D atau E tersebut bukan didasari oleh ketidakmampuan mereka dalam menyelesaikan UTS ataupun tugas yang tidak mereka kerjakan melainkan perihal lain yang tidak bersisian langsung dengan materi kuliah. Ini semata karena si dosen merasa tersinggung terhadap dua orang mahasiswa yang menurut keterangan si dosen mahasiswa tersebut kurang sopan karena tidak menegurnya saat berpapasan di kampus bahkan si mahasiswa sempat membuang muka demikian terang si dosen. Beberapa hari yang lalu si dosen menerangkan perihal tersebut saat mengajar di kelas tanpa menyebutkan siapa mahasiswa yang dimaksud. Beliau bahkan menambahkan bahwa beliau bisa saja membuat nilai seluruh mahasiswa dikelas tersebut D bahkan E.

Beberapa mahasiswa yang ada dikelas tersebut ada yang acuh tak acuh terhadap kalimat sang dosen namun tak dipungkiri ada pula yang merasa sangat terpukul dengan perihal tersebut, salah satunya adalah mahasiswa yang berbagi cerita ini ke saya. Hal ini membuatnya terpukul karena pengakuan mahasiswa ini adalah dia menyelesaikan UTS dengan baik dan menurut prediksinya angka minimal yang bisa diperolehnya adalah 75 namun kalimat si dosen sangat menghantuinya sehingga membuatnya sangat ketakutan. Sebagai teman, saya tetap memberikan pencerahan kepada si mahasiswa untuk tetap belajar dengan baik dan pastikan ia dapat menyelesaikan UAS nya dengan sangat baik. Perihal nilai cobalah untuk menepikan masalah itu sementara karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya karena hanya si dosen yang paling tahu seberapa serius ungkapan yang disampaikannya kala itu.

Well, dua hari sejak mahasiswa itu bercerita kepada saya, kami sempat jalan bersama dan disalah satu jalan yang kami lewati, kami bertemu dengan si dosen yang dimaksud oleh mahasiswa tersebut. Mahasiswa tersebut tersenyum dan menyapa sang dosen sementara saya hanya menebar senyum seadanya karena nyatanya saya tidak kenal dengan sang dosen. Dan reaksi si dosen ternyata justru tidak merespon positif sapaan si mahasiswa, bahkan dosen tersebut membuang muka seperti tidak mendengar dan tidak melihat sosok yang baru saja menyapanya walau jarak kami tidak lebih dari 1 meter. “Wow, demikiankan cara dosen memberikan contoh”, batin saya.

Kejadian ini sungguh miris karena saya tidak melihat sikap yang positif dari si dosen. Jikalau beliau tersinggung saat ada mahasiswanya tidak menegurnya dan membuang muka saat berpapasan dengannya maka menurut hemat saya langkah terbaik adalah dengan beliau memberikan contoh nyata dari sikap dan perbuatannya sehari-hari bukan semata retorika. Kurang bijak rasanya kalau dosen hanya bisa menuntut namun tak mampu memberi contoh konkret yang menunjukkan sikap yang lebih baik dari apa yang diperbuat oleh sang mahasiswa. Dosen yang memberikan hukuman lewat nilai mahasiswa menurut saya hanyalah dosen kerdil yang tak mampu mendidik tapi hanya mampu menunjukkan egoismenya semata. Bagaimana pendidikan kita bisa menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas jikalau dosen hanya mampu memberikan retorika???

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun