Mohon tunggu...
Akaza Hafsah
Akaza Hafsah Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa, enterpreuner, Penyair, novelis, cerpenis dan sripwaiters

Jangan lupa follow me by : instagram @akaza.hafsah Facebook Akazahafsah7 Twitter akaza_hafsah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Calon Istri Tertalak

27 Februari 2020   05:30 Diperbarui: 27 Februari 2020   05:32 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://smartlegal.id/smarticle/2018/12/07/ 

Setelah berulang kali pulang bersama, dan melalui waktu bersama sebagai seorang teman yang duduk di sepasang kursi bersama. Aku mulai berharap bisa bergandengan tangan seperti sepasang kursi yang selalu kami duduki. Pagi itu, aku sengaja tidak berangkat naik bis. Aku berangkat dari rumah dengan mengendarai motor hijauku. Hari ini adalah hari dimana aku akan mendapatkan gaji bulananku. Tadi malam, aku sudah menghubungi Bella. Siang ini kita akan pergi bersama. Dan puncaknya, nanti malam, aku akan melamarnya. Aku memang memberanikan diri untuk melamarnya, karena aku tahu, teman-teman kerjaku juga ingin menembaknya. Aku tak ingin kehilangannya, bagiku di tolak saat melamar tak jadi soal, daripada di tolak karena aku menembaknya. Karena saat itu, aku memberikan cincin, bukan menembakkan hati. Jikalau aku di tolak, minimal cincin yang akan dikembalikan. Sedangkan, ketika ku tembakkan hati, aku khawatir hati yang kuberikan tak akan kembali.

*******

Siang itu, aku memboncengnya dengan rasa bangga di hadapan teman-temanku. Aku membawa Bella pergi ke mall, untuk jalan-jalan. Dan membelikan apa yang dia inginkan. Berjam-jam kami bersama, namun rasanya begitu cepat. Aku membawa Bella ke restoran milik temanku. Sebelumnya, aku memang meminta kepada Toni untuk menyiapkan satu meja untukku, dengan view yang paling indah di sana. Tak kusangka, Toni mempersiapkan hal yang paling spesial untukku. Sebagai seorang teman, dia ingin aku mendapatkan jawaban yang membahagiakan. Bahkan aku tak menyangka, Toni membuatkan kejutan untukku dengan memberikan lantai duanya yang beratapkan langit.

Sesampainya kami di restoran, tiba-tiba pelayan Toni menghampiri Bella. Dengan ucapan santun, dia menutup mata Bella dengan kain hitam yang di bawanya. Pelayan itupun meminta kepadaku untuk menarik Bella ke lantai dua. Saat berada di lantai dua, aku semakin takjub dengan apa yang dipersiapkan Toni. Padahal malam itu, aku hanya memakai kaos berkerah yang tersembunyi di balik jaket. Sedangkan Bella memakai gaun yang baru saja kubelikan dengan uang gajiku di mall.

Pelayan Toni itupun pergi meninggalkan kami. Aku membuka penutup mata Bella. Tampak dari matanya yang baru saja di buka, dia takjub dengan pesona indah yang ia kira aku yang mempersiapkannya. Makanan telah datang. Dan kamipun menyantapnya terlebih dahulu. Aku memang memulai dengan memakan hidangan, karena aku tak mau tak bisa makan, jika lamaranku nanti di tolak. Setelah aku menyelesaikan makan, dan kulihat Bella juga telah menyelesaikannya, aku pun memulai pembicaraan serius itu.

"Bella" Panggilku. "Iya Ibra." Jawabnya dengan panggilan khasnya untukku.

"Aku sengaja membawa kamu kesini, karena ada hal pentig yang ingin aku sampaikan." Tuturku, dengan merogoh kantong di sakuku, dan merambatkan kotak cincin di atas meja. Saat melihat kotak cincin itu, tampaknya dia sudah memahami apa yang ingin aku katakan. Namun, dia masih mendengarkan apa yang ingin aku sampaikan.

"Malam ini, aku ingin melamar kamu, menjadikan kamu istri dan kelak menjadi ibu dari anak-anakku. Jika kamu menerimaku, aku ingin kamu memakai cincin itu, namun jika kamu menolakku, kamu bisa mengarahkan cincin itu kepadaku kembali."

Bella memandangku, dia melihatku seakan tak percaya. Namun, hal yang paling membuatku tak percaya adalah, saat dia menggerakkan kotak cincinya ke arahku. Akupun merasa ini adalah penolakan, akupun tersenyum kepada Bella, dengan senyum yang tak semanis, saat sebelum aku di tolak. Akupun mengajaknya untuk pulang, namun Bella mengatakan sesuatu yang membuat aku mengurungkan diri beranjak dari tempat dudukku.

"Apakah aku sudah mengatakan sesuatu?" Tanyaya yang membuatku menggelengkan kepala. "Kita terlalu cepat untuk memutuskan perkara pernikahan, rasanya masih dua minggu yang lalu kita berbicara di bis. Aku belum ingin menjadi istri kamu, tapi aku ingin kamu menjadi pacarku" Tegas Bella padaku. "Apakah, aku baru saja di tembak?." Tanyaku, yang membuat kami tertawa bersama.

Sejak setelah itu, aku dan Bellapun memiliki status baru, berpacaran. Sepertinya aku telah mematahkan hati semua lelaki pabrik, karena kabar kami berpacaran pun sudah sampai ke telinga teman-temanku. Sejak saat kami berpacaran, aku memang selalu menjemput Bella berangkat dan mengantarkannya pulang. Hari-hari, bulan-bulan indah, kulalui bersama Bella, kekasihku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun