Mohon tunggu...
Arimbi Bimoseno
Arimbi Bimoseno Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Author: Karma Cepat Datangnya | LOVE FOR LIFE - Menulis dengan Bahasa Kalbu untuk Relaksasi | Website:http://arimbibimoseno.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Generalisasi adalah Awal Terjadinya Malapetaka

17 Mei 2011   12:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:32 879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Menggeneralisir, orang Jawa bilang "gebyah uyah" atau main pukul rata adalah cara berpikir yang sempit yang akan menyulitkan diri sendiri bila tidak segera disadari dan dikendalikan. Cara berpikir yang menggeneralisir adalah awal terjadinya malapetaka, sebab tidak bisa memandang jernih persoalan, tidak meletakkan segala sesuatu sesuai proporsinya. Menggeneralisir positif atau negatif segala sesuatu sama tidak bijaknya.

Menggeneralisir positif bisa membuat seseorang tergelincir pada pemujaan secara berlebihan terhadap seorang figur (dalam konteks manusia). Misalnya melihat seorang tokoh yang mempesona ketika menyampaikan ajaran yang baik, hingga menggeneralisir seutuhnya bahwa si tokoh ini baik dalam segala hal ucapan dan perilakunya, di depan layar dan di belakang layar sama baiknya. Lupa bahwa si tokoh ini juga manusia yang bisa terpeleset, bisa berbuat kesalahan. Ketika si tokoh yang digeneralisir positif ini berbuat kesalahan, pemujaan yang berlebihan bisa berbalik menjadi kebencian dan sakit hati. Tentu bila memandang si tokoh adalah manusia biasa, kebencian dan sakit hati itu tidak perlu terjadi.

Yang lebih sering terjadi adalah menggeneralisir negatif. Banyak contoh dan mudah sekali meraba adanya generalisir negatif, tidak adil melihat segala persoalan, entah itu dalam konteks personal maupun kemasyarakatan. Misalnya dua atau tiga kali bertemu polisi brengsek (meminta uang pada pengendara yang melanggar lalu lintas) di jalanan, lalu menyimpulkan dengan semena-mena bahwa semua polisi itu brengsek, itu menggeneralisir namanya, main pukul rata saja. Melihat ada wartawan membuat kesalahan dalam tulisan beritanya, lalu menggeneralisir bahwa semua wartawan tidak becus dalam bekerja. Mengetahui ada teroris mengaku-aku  atau memakai jubah agama tertentu, lalu menyimpulkan bahwa semua pemeluk agama tertentu itu agresif atau bahkan mengecap bahwa agama tertentu itu agama teroris. Pandangan sempit macam ini sungguh merupakan malapetaka cara berpikir.

Masih ada contoh lain, melihat dua atau tiga perempuan Sunda menikah dengan suami orang, lalu menyama-ratakan bahwa semua perempuan Sunda itu genit, perebut suami orang. Melihat beberapa pasangan bule hidup serumah tanpa pernikahan, lalu menghakimi bahwa bangsa barat tidak bermoral. Melihat beberapa orang mendapatkan kekayaan dengan cara korupsi, lalu menggeneralisir bahwa semua orang kaya itu tidak jujur.

Cara berpikir menggeneralisir juga bisa terjadi antara orang tua dan anak. Melihat anaknya beberapa kali membuat kesalahan karena belum mengerti atau tidak tahu, lalu menyimpulkan bahwa anaknya bodoh. Tentu sikap tidak bijak ini hanya merugikan diri sendiri.

Cara berpikir menggeneralisir segala sesuatu harus dihentikan. Cara berpikir semacam ini hanya akan membawa kerusakan, memperkeruh keadaan, memancing kekisruhan. Membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Berhenti menggeneralisir. Dalam mengkritisi apapun, spesifiklah, tunjukkan dengan jelas bagian mana yang salah, lalu koreksilah itu. Dengan begini, seseorang tidak akan terjebak pada pola generalisasi (mengambil kesimpulan secara terburu-buru dan ternyata keliru). Ia jernih memandang peta persoalan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun