.
Setiap kita memiliki hak dan kewajiban, setiap kita memiliki tugas dan tanggung jawab, setiap kita dihadapkan pada kebutuhan dan keinginan.
Engkau pernah merasakan jadi anak, lalu bagaimana rasanya jadi orangtua, bagaimana engkau menempatkan diri dalam peran-peran yang tidak cuma satu.
Nilai raport anak pernahkah sempurna, adakah kesempurnaan itu. Misalnya nilai raport anak beragam, 6, 7, 8, 9, 10 mungkin, yang mana yang terlebih dulu perlu diapresiasi. Bagaimana kalau yang angka tinggi dulu diapresiasi. Ketika anak bersedih memikirkan angka 6, bagaimana kalau mengatakan, “Nak, sekali-kali dapat angka 6 itu tidak apa-apa. Lihatlah, kamu dapat nilai tinggi untuk mata pelajaran yang lain.” Kali berikutnya anak kalah dalam pertandingan, wajahnya murung, “Nak, kalah itu tidak apa-apa. Kemarin kamu sudah memenangkan dua kali pertandingan. Yuk latihan lagi untuk pertandingan berikutnya.”
Ingatkah kau bagaimana rasanya jadi anak, bahkan sampai sekarang pun kau tahu bahwa hidup tak selamanya mulus. Orangtua ada untuk membangun semangat anak dengan bahasa kasih sayang, orangtua ada bukan untuk marah dan menekan bahwa anak harus sempurna menurut ukurannya.
Nilai akademis bukan segalanya, ada pelajaran di balik angka 6 dan kalah tanding. Nilai materialis bukan segalanya, ada pelajaran di balik ‘angka 6′ dan ‘kalah tanding’. Bahwa hidup tak selalu sesuai keinginan kita. Bahwa hidup tak selalu sesuai harapan kita. Tapi bagaimana agar kita tetap gembira berjalan di antara harapan dan kenyataan itu.
.