Mohon tunggu...
Arik Gustian
Arik Gustian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sejarah

Hallo semuanya, kenalin, saya adalah ex-mahasiswa sejarah Universitas Padjadajaran yang memiliki minat lebih terhadap sepak bola, dan apapun yang bernada sastra.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Petani dan Triwulan Penantiannya

30 Januari 2023   23:03 Diperbarui: 30 Januari 2023   23:36 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Janari muncul, petanda hari baru menanti. Rasanya terlalu cepat janari bersinar, mengusir malam yang tenang. Walau begitu, semangat mu rupanya tak mau kalah bersinar dari janari. Sepagi itu kau sudah tampak necis, perpaduan yang khas antara tudung bambu, pakaian serba panjang, dan sepatu karet. 

Sangat sederhana, tapi dinginnya janari juga pendaran matahari nampaknya enggan mengusik mu. Entah kesaktian itu berasal dari pakaian, atau memang tubuhmu bisa bertiwikrama menjadi Werkudara? Dengan menggenggam pacul, kaupun tak kalah hebat dengan werkudara yang menggenggam gada rujakpalanya. Hai Werkudara, aku akui, rujakpalamu itu ampuh dalam merebahkan musuh ke tanah. Tapi jangan pandang sebelah mata pacul itu, dengan kekuatannya pacul pun bisa menghentakkan tanah, bahkan bisa pula menumbuhkan bibit-bibt kehidupan dari hentakannya.

Dia mulai berjalan menyusuri kampung-kampung untuk bisa sampai ke istana kehidupannya. Istana tanpa bangunan, hanya ada sehampar tanah yang penuh harapan. Begitu kau sampai, bawang-bawang berusaha menyerbakkan wanginya sebaik mungkin, tak ada yang mau ketinggalan. Mungkin begitulah cara bawang menghaturkan rasa terimakasih. sejak pertama dia tancapkan bawang ke tanah, sejak itu pula perhatiannya ditumpahkan sepenuhnya. Terkadang keluarga dan anaknya merasa cemburu melihat kedekatan kau dengan bawang.

Rasanya aku bisa mengerti datangnya rasa cemburu itu darimana, Tapi aku juga mengerti, tak banyak pilihan yang bisa dia ambil. Bukan maksudnya untuk abai terhadap keluarga dan anaknya. Aku yakin, betapa ingin dia bisa bercerita mengenai begitu bijaksananya Yudistira kepada anak lelakinya itu, sambil menyantap singkong rebus yang disodorkan oleh istrinya, dirumah mereka yang berhiaskan sahaja.

Siang ini langit membiru, hembusan udara cukup membuat haru dirinya, itik-itik berenang dibekas lahan padi yang baru saja dipanen. Suaranya riang saling bersautan, layaknya para pemain biola yang dipimpin seorang dirigen dalam konser orkestra megah. 

Bunga Kenikir indah memekar, merah muda, jingga, kuning, keseluruhannya berdialog menunjukkan persona anggun mereka. Dari sekian banyak potret keindahan yang ada, baginya tiada yang bisa menandingi keindahan dari bawang usia 69 hari miliknya. Dimatanya hamparan bawang adalah hamparan harapan, harapan untuk hidup dan menghidupi. Setiap akar yang menjalar, tunas yang tumbuh, daun yang menghijau, adalah pelita yang mekar dihati.

Kini bawang itu sudah berumur 69 hari, pertanda masa bakti musim ini akan berakhir. Hari-hari penantian sudah di depan mata, rona gembira begitu tegas tergores diraut wajahnya. Harapan merabung tinggi ke langit, menabirkan kebahagian hingga ke taman Sriwedari. Besok bawang tersebut genap 70 hari, hari panen sudah siap dilaksanakan. Tak selalu harapan tersebut bisa dijamah, alam sedang kelam, hama membawa dilema, hingga harga yang tak terduga selalu menjadi problema. 

Hanya dengan kebesaran hatilah semua itu teratasi. Hari panen tetaplah menjadi hari bahagia, hari dimana dia menuai hasil ikhtiarnya selama triwulan. Hasil yang hanya dia tujukan untuk membahagiakan keluarga. Tak terbesit dalam benak, peluhnya selama triwulan, dia gunakan untuk memperindah dirinya, hanya benih baru yang ia inginkan selebihnya terserah istri dan anaknya.

Hasil panen melimpah dibarengi harga yang mengganda selalu menjadi tujuan. Untuk mengejarnya, berbagai tinimbang sudah dia pikirkan dengan matang, mulai dari kapan menanam agar panen tidak berbarengan, musim seperti apa yang akan ia hadapi, sampai strategi-strategi yang tak kalah rumitnya dengan cara membongkar pertahanan chakrawyuha. 

Namun begitu, hasil bukanlah segalanya, baginya itu seperti mendapatkan lotre kehidupan. Dia percaya, bahkan gada rujakpala yang bisa menghancurkan bendawi dengan begitu mudah, tak akan bisa menghancurkan tekad. Tekad yang kuat selalu menemukan jalan kemenangannya. Selama tekad itu ada, benih baru akan selalu menjadi kehidupan baru, tunas baru akan menjadi lembaran baru, dan triwulan yang baru akan menjadi harapan baru.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun