Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Menguak Prestasi-Prestasi yang Terkebiri

2 Maret 2023   14:48 Diperbarui: 2 Maret 2023   14:49 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber foto: Aaron Blancoi Tejedot - Unsplash, https://unsplash.com/photos/VBe9zj-JHBs)

Slamet. Slamet tinnggal jauh dari kota. Karena kemampuan ekonomi orang tuanya, terpaksa ia tak dapat melanjutkan sekolah sampai universitas. Ia masih mempunyai keinginan yang kuat dapat bersekolah sampai universitas. Tapi, nasib berkata lain. Orang tuanya hanya sanggup menyekolahkan sampai SMA. 

Lulus SMA, ia tak mau hanya diam di desa, bekerja di desa. Ia mengadu nasib ke Jakarta. Ia berharap bisa bekerja dan melanjutan kuliah. Ia mulau melamar kerja. Puluhan lowongan kerja ia kirimi lamaran kerja. Namun, tak satu pun mau menerima. Susahnya mencari kerja tidak semudah yang ia bayangkan. 

Akhirnya, di tengah kegundahan itu, datanglah malaikat, seorang teman membantu dia untuk bisa bekerja di perusahaannya. Ia melamar kerja di perusahaan itu sebagai tenaga kebersihan. Ia ingin bekerja sebagai apapun. Karena sebulan sudah ia menganggur dan tak ingin nasibnya malang terus terjadi. Untuk pulang pun rasanya malu. 

Ia begitu berharap dapat secepatnya bekerja. Akhirnya, di tempat kenalannya itulah ia melamat dan mulai bekerja. Tapi, rasa kecewa ia rasakan setiap hari. Di perusahaan itu, ijazah SMA tidak berguna. Sebagai tenaga kebersihan, ijazah yang diterima hanya SMP. Gaji pun hanya sebatas SMP. Nasib malang pun harus diterima. Perjungan panjang keluarganya untuk tetap sekolah sampai SMA sia-sia. Waktu tiga tahun berjuang di SMA sia-sia. Padahal, saat itu SMA hampir 10 kilo dari rumahnya, dan ia terpaksa sekolah dengan bersepeda.

Waktu tiga tahun berjuang di SMA sia-sia. Padahal, saat itu SMA hampir 10 kilo dari rumahnya, dan ia terpaksa sekolah dengan bersepeda.

Mengenang saat sekolah, dan membayangkan setelah SMA bisa bekerja dan membahagiakan keluarganya ternyata hanya sebuah impian kosong belaka. Rasanya, mimpi itu harus terkubur dalam-dalam, apalagi impian untuk melanjutkan sekolah. 

Prestasi Sugeng tak berharga

Sugeng. Sugeng sudah bekerja sebagai guru swasta selama 15 tahun. Di Jakarta, kota impian saat masih SMA sebenarnya kota yang menyenangkan. Banyak pengalaman berharga ia dapatkan selama di Jakarta. Selama lima tahun itulah, ia tetap setia pada profesi sebagai guru dan setia pada satu sekolah saja. Ia tak pernah pindah tempat kerja. Karena baginya, bekerja adalah berkarya. Apalagi sebagai guru, profesi mulia itu harus ia rawat baik-baik selama hidup.

Karena prestasinya, Sugeng mendapat hadiah istimewa. Ia diminta melanjutkan sekolah, S-2 harus diraihnya. Sekolah berharap, ia akan mendapatkan kemampuan lebih untuk membangun sekolah sejajar dengan sekolah-sekolah terbaik di Kota Jakarta. Akhirnya, ia pun melanjutkan kuliah S-2 di Yogyakarta. 

Tempat kuliah yang begitu jauh dari Jakarta harus ia jalani. Setiap minggu, Kamis-Sabtu , ia harus ke Yogyakarta mengikuti perkuliahan. Perjuangan menjadi mahasiswa itu pun ia nikmati sebagai anugerah dan hadiah istimewa. Maka, dalam waktu 2 tahun ia pun dapat menyelesaikan kuliah. Ia pun wisuda dan dapat kembali bekerja. Kebanggaan akan dirinya luar biasa. Cita-cita yang diimpikan sejak kecil, sekolah sampai S-2 akhirnya tercapai. 

Tapi, sedikit kekecewaan yang ia dapati setelah kembali aktif bekerja. Ternyata, perjuangan dua tahun itu tak mendapatkan apresiasi dari tempat kerjanya. Aturan sekolahnya memang hanya membatasi golongan kerja hanya sampai IV-A. Ijazah S-2 tidak diakui dan tidak serta merta menggantikan penelitian yang harus dilakukan ketika naik golongan dari III-D ke IV-A. Ia merasa sedikit kecewa. Kekecewaan itu harus ia simpan dan tak pernah diungkapkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun