Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Reuni SMA di Usia Senja

28 Januari 2023   22:53 Diperbarui: 28 Januari 2023   23:16 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Perjalanan jauh, sejauh apapun ternyata begitu terbatas. Dalam waktu yang berbeda segala menyambung sua. Di kelas kecil ruang sekolah itu dulu hidup belulang muda perkasa. Kini, hadirkan kembali kisah seonggok tulang dalam ruang yang sama. Kami sudah begitu tua. 

Reuni, perjumpaan sekejap untuk mengenang peristiwa tak terlupa. Peristiwa-peristiwa tak terlupa dihadirkan dalam berbagai rasa yang tak terkira. Setelah sekian lama berjalan jauh dengan segala tujuan, berharap setiap peristiwa dapat diceritakan, kepada teman, kawan dan mantan pacar. 

PR dan kantin kita 

Ketika itu, tidak ada yang membuat terluka. Dalam kelas yang sama selalu bisa saja tertawa. Ketika PR tiba, satu kelas mencoba belajar bersama, meskipun hanya satu orang yang bisa bekerja. Dia terpercaya, dia yang selalu didambakan. Yang mencoba bertanya dan membuat yang bisa kadang tertawa. Hari-hari penuh dengan pekerjaan rumah, meski tidak selalu selesai di rumah. Kantin selalu jadi media rapat satu kelas. 

Masa itu, segala peristiwan terjadi begitu biasa. Tidak ada yang istimewa. Beban selalu ada bukan hanya PR. Masih terngiang begitu galak guru matematika. Tidak bisa menyelesaikan, berdiri di depan kelas sambil menutup mata. Jam-jam kosong selalu ada, karena guru jauh dan terkadang angkutan kota tiba-tiba tiada, apalagi jalan terkadang tak bisa dilewati; tergenang air, sering tergelang banjir. 

Tugas itu selalu menjadi cara kami saling berbagi. Tugas masa itu menjadi cara kami menyentuh hati. Perjalanan setiap hari penuh cerita dan arti. 

Setelah perpisahan itu, kami tidak pernah tahu kemana anak-anak di kelas ini pergi. Kami tidak tahu, menjadi apa penghuni kelas ini. Kami pergi dengan jalan dan cara yang bisa. Sejauh kami berlari, sejauh kami mencari jati diri. Jauh, kami mulai tak saling memberi. 

Si tua bersua

Menghadirkan kembali masa itu, menghadirkan kembali perjalanan bisu. Ketika perlahan satu per satu mulai tiada menghadap yang Esa, kami mencoba menghadirkan kenangan abu-abu. Karena tenaga-tenaga kami sudah terkuras dan menjelma menjadi kulit keriput, rambut tiada, dan sebagian memutih bahkan hampir rata.  Perjumpaan teman SMA terasa begitu sulit terlaksana. Tanpa sebuah aksi nyata, impian berjumpa hanya sepenggal asa. 

Kami kini sudah begitu tua. Sebagian di atas 90 tahun. Sebagian antara 85 sampai 90 tahun. Kami kini tinggal 80 wanita dan pria keriput tanpa daya. Kami berjalan dengan tongkat, sebagian dengan kursi roda, dan harus ditemani cucu-cucu setia. Mendengan terkadang adalah sebuah usaha luar biasa, semua menjadi tidak begitu jelas. Kami kini menjadi seonggoh tulang yang tak lekang termakan usia. 

Perjumpaan ini begitu menguatkan kami. Ketika seonggoh tulang tanpa arti mencoba bersatu kembali dalam sebuah ruang kecil, kelas kami berpuluh-puluh tahun lalu masih begitu bersih,  menjadi saksi bahwa kami pernah duduk di sini, pernah belajar di ruang ini, pernah di hukum guru-guru kami di sudut ruang, pernah berbuat nakal pada guru-guru baru kami. 

Kelas ini ternyata telah menghidupkan kami, hingga tenaga terakhir kami, saat ini hadir di sini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun