Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mencari Nama dalam Kotak Kosong

24 Januari 2023   06:37 Diperbarui: 24 Januari 2023   06:53 766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pemilu bukan ajang hiburan dan menunjukkan kekuatan.  Menentukan nomor dan nama adalah bukti demokrasi hidup dan ada. Rakyat harus tahu nama, rakyat pantas tahu prestasi pilihannya. Dalam demokrasi,  rakyatlah tuan besarnya. 

Mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah, bahkan sampai perguruan tinggi, evaluasi dalam bentuk pilihan ganda memang kadang menyulitkan setiap murid. Jika tanpa persiapan dan latihan, alhasil nilai ketuntasan tak akan dicapai.  Meski begitu jelas pilihan-pilihan itu, tetapi begitu sulit menentukan jawaban paling benar. Segalanya perlu dipikir, 

Pilihan-pilihan nyata 

Bukan hanya itu, hidup pun penuh dengan pilihan-pilihan. Memilih barang yang kita suka, berbagai pusat perbelanjaan menyediakan dalam etalase-etalase nan luas. Kita bisa menentukan barang yang kita butuhkan setelah sebagian kita coba dan pastikan harganya.  

Dalam menentukan sekolah  pun, begitu banyak pilihan. Buka internet, cari website sekolah,  tentukan sekolah pilihan, tentukan kesanggupan biaya. Kita tentu akan menemukan sekolah-sekolah favorit yang kita suka. 

Dalam menentukan pasangan hidup pun, begitu banyak pilihan. Namun, proses memilih tidak serta merta ditentukan. Butuh proses, butuh waktu. Bisa saja kita kenal di angkutan umum, di pusat perbelanjaan, di tempat wisata, atau bahkan di berbagai website media sosial. Semua menyedian cara untuk kita menentukan bahwa pilihan kita sudah sesuai dengan hati dan pikiran. 

Begitu banyak alternatif, pilihan-pilihan dalam seluruh hidup dan keseharian. Menentukan pilihan adalah menentukan perjalanan kehidupan. Dalam menentukan pilihan, bisa saja kita hadirkan  akal, budi, dan juga hati agar pada saatnya nanti seluruh keinginan bisa terwujud sesuai keinginan diri. Siapa yang tidak sakit hati jika kebohongan dihadirkan dalam setiap pilihan-pilihan. 

Tuntutan politik

Begitupun di dalam kita menjalani kehidupan berpolitik. Memilih pemimpin tidak cukup dengan menebak dan menerka dibalik angka dan kota suara. Sebenarnya kita memilih siapa. Kita tidak tahu pasti sekualitas apakah pimpinan masa depan bangsa kita. Kita tidak bisa memilih penguasa dalam sekarung nama. Kita tidak bisa memilih pemimpin dalam terka-menerka. Siapa yang kita pilih, seperti anggota parlemen harus jelas; bukan hanya identitas, tetapi prestasi kerja dan moral. 

Ketika tuntutan sistem pemilihan dengan proporsional tertutup, seperti yang pernah kita lakukan zaman Orde baru dianggap baik untuk dilanjutkan, rasanya kerinduan untuk akan masa lalu semakin membabi buta. Masa lalu seolah terbaik, terhebat, tak menciptakan konflik, dan seolah menciptakan ketenangan yang luar bisa didambakan. Kita memilih, partai yang menentukan. Partailah penentu pilihan. Maka, mereka menentukan kebijakan untuk partai bukan untuk pemilih. 

Ketika memilih menjadi pertanda bahwa demokrasi selalu dari rakyat dan  untuk rakyat, maka menciptakan pilihan tanpa nama seolah membuyarkan dan memunculkan prasangka; ada permainan apa dibalik nomor-nomor tak bernama itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun