Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menemukan Si Dia yang Bisa Bekerja Nyata

22 Januari 2023   19:34 Diperbarui: 22 Januari 2023   19:46 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PSSI. Sebuah organisasi tua, usia lebih tua dari negara kita; Indonesia. Berdiri 19 April 1930, PSSI terus berkutat hanya pada memilih sang ketua. PSSI tidak ramai oleh prestasi, PSSI ramai karena selesai masa jabatan sang ketua. 

Jumlah pemain sepak bola Indonesia memang hanya sekita 67.000 orang.  Sebuah pekerjaan mahaberat untuk memilih sebelas pemain dari sekian ribu pemain. Rasanya begitu sulit, apalagi semakin tidak meratanya kualitas pemain, sistem perekrutan tanpa kejelasan, program sebatas impian. Sepakbola hanya melahirkan mimpi panjang tak berkesudahan. 

 Ternyata sepak bola belum menjadi olahraga yang menarik minat generasi muda. Belum banyak anak-anak muda yang terpanggil untuk berprestasi. Dalam berbagai tim yang dibentuk, kita hanya melihat kualitas-kualitas yang terkadang tidak berimbang. Maka, siapapun pelatih selalu  menjadi kambing hitam. Sepak bola hanya menjadi proyek mercusuar tanpa prestasi nyata. Ganti pelatih, ganti pemain, lanjutkan liga, hentikan liga. Keputusan tak pasti dan selalu basi.  

Prestasi Sang Garuda

Manilik prestasi dalam usia 93 tahun ini, rasanya kita pantas iba dan bertanya. Bagaimana tidak, 93 tahun berdiri, prestasi-prestasi yang dimimpikan masyarakat, lolos piala dunia pun belum tergapai. Meski, tim Garuda pernah lolos Olimpiade (1956), lolos Piala Asia (1996, 2000, 2004, 2007), meraih perunggu di Asian Games (1958), medali emas SEA Games (1987, 1991). Memimpikan sebuah prestasi tinggi, seolah menjadi tradisi yang terus-menerus, siapapun pengurus dan siapapun yang menjadi komandan organisasi ini. 

Kita bermimpi, masyarakat bermimpi, dan 280 penghuni negeri ini bermimpi, bagaimana tim kita menjadi tim terbaik dan memimpin bukan hanya di Asia Tenggara, tetapi juga dunia. Bukan tidak bisa, tetapi tanpa visi dan mimpi, rasanya setiap kepengurusan hanya menciptakan kenangan tanpa prestasi. Apalagi begitu banyak peristiwa yang mendera sepak bola kita. Seringkali kita dihadapkan pada berbagai peristiwa kelam yang mendera sepak bola Indonesia.

Insiden dan bentrok suporter menjadi peristiwa yang menandai bobroknya prestasi sepak bola kita. Dalam seputuh tahun ini, beberapa bentrok suporter dan pemain sepak bola menjadi sejarah kelam yang meluluhlantakkan prestasi. 

Aib Sepak Bola Kita

Tahun 2011, bentrok suporter antara Persita Tangerang dan Persikota Tangerang membuat 2 orang harus meregang nyawa. Tahun 2012, lima suporter harus meregang nyawa, karena bentrok antara suporter Persibo Bojonegoro dan Persebaya Surabaya.

Pada 27 Mei 2012, tiga orang meregang nyawa setelah bentrokan antarsuporter usai laga Persija Jakarta vs Persib Bandung. Pada tahun 2018, juga terjadi hal yang sama, seorang suporter meninggal setelah terjadi bentrok usai pertandingan antara PSIM Yogyakarta vs PSS Sleman dan pertandingan antara Persib Banding vs Persija di Stadion Bandung Lautan Api pun menelan korban, seorang suporter Jakmania meninggal usai dikeroyok bobotoh Persib Bandung.  

Tragedi terbesar terjadi di tahun 2022, hampir 135 orang meninggal dan 500 orang terluka, dalam peristiwa kerusuhan yang terjadi di dalam Stasion Kanjuruan usai kekalahan Arema,Malang atas Persebaya Surabaya.

Ribuan penonton memasuki stadion yang menyebabkan huru-hara dan tindakan represif pihak kepolisian pada akhirnya memancing tindakan brutal antarpenonton. Penonton berdesakan, penonton berebutan, bahkan penonton saling serang. Tragedi ini menjadi sebuah antiklimaks tuntutan prestasi sepak bola. Sudahkah PSSI hadir untuk mereka yang tersakiti, menderita dan terlanda kesedihan. 

Sepak bola bukan hanya menciptakan prestasi yang terus-menerus dimimpikan, tetapi ternyata sepak bola membawa sebuah fanatisme daerah yang hadir tanpa batas.

Bahkan, fanatisme itu menjadi pertanda hadirnya barbarisme di dalam stadion. Pertandingan sepak bola belum menjadi sarana aman untuk menjadi hiburan, sarana nyaman para pemain profesional, tempat setiap pemain mewujudkan prestasi, atau sarana terbaik mencipkan prestasi dunia. Kita masih harus bermimpi untuk melihat Indonesia, pemain Garuda mengibarkan bendera di berbagai kejuraan dunia. 

Pengurus sudah mengurus?

Dalam 93 tahun usianya, PSSI telah dipimpin oleh 19 nahkota. dalam berbagai gaya dan cara, segenap pengurus berupaya menjadikan dunia sepak bola adalah karya nyata, harapan rakyat Indonesia. Ada ketua yang menjabat selama 10 tahun, tetapi juga ada ketua yang hanya dijabat dalam 3 bulan. Kepengurusan  dan ketua PSSI selalu hadir dalam wakrtu yang tidak dinyana. Bahkan kepengurusan ada pun tanpa rencana, dan melalui konggres luar biasa. Kepengurusan hadir luar biasa di tengah berkecamuknya prestasi dan keinginan seluruh pemain untuk menghidupi keluarga. 

Kita merasakan  berbagai macam kepengurusan. Sebuah kepengurusan ada yang hidup hanya dalam 3 bulan, 6 bulan, atau satu tahun. Belum membuat rencana, belum nyusun strategi, belum kerja, semua terhenti dan harus berganti. Memilih ketua dan menyusun kepengurusan seolah hanya menjadi riasan belaka. Apalagi langkah pasti penuh energi tak pernah terjalani. Organisasi hanya menjadi bukti yang seolah-olah di dalamnya tinggal berbagai kekuatan yang tidak sanggup menjadikan anak-anak muda gila bola untuk meraih prestasi dengan usaha unggul tiap generasi.

PSSI bukan hanya bekerja untuk ketua dan pengurus saja. Ribuan pemain bola mengharapkan langkah pasti. Ratusan wasit dan pemimpin pertandingan berharap kehidupannya terus tanpa henti. Stadion dengan ribuan karyawan butuh penghidupan setiap hari, bukan setiap bulan. Jutaan penonton ingin hiburan berkelas, dan berharap sang Garuda hadir di dunia. 

Harapan ribuan kolega

PSSI seharusnya tidak diam ketika berbagai masalah mendera dan menghancurkan etika sepak bola kita. PSSI tidak tinggal diam ketika jutaan kolega berduka. Karena PSSI seharusnya hadir untuk menjadi sahabat bagi pemain, wasit, pengurus, sponsor dan penonton. PSSI adalah rumah indah nan menyejukkan bagi seluruh kolega. 

Jika hari-hari ini, kita dipenuhi berbagai berita seputar pemilihan ketua PSSI, mungkin ada begitu banyak harapan, ada begitu banyak keinginan bagi rakyat yang mencintai sepak bola. Kita akan menunggu, apakah hari-hari ini PSSI menemukan si dia yang bisa bekerja nyata. Atau, kita hanya akan melihat PSSI yang tak bisa berbuat apa-apa; lemah, lunglai, dan tanpa daya. Semakin berusia, semakin renta, dan tak punya prestasi apa-apa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun