Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menilik Kembali Arti Bertetangga

21 November 2022   19:52 Diperbarui: 26 November 2022   13:05 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bertetangga (Freepik)

Saat ini Bumi menjadi satu-satunya tempat ternyaman untuk ditinggali. Meski dengan kenyamanan itu pun pada akhirnya harus ditebus dengan semakin banyaknya manusia-manusia baru lahir di Bumi. Kita bertambah saudara, tetapi kita semakin tidak nyata.

Jumlah manusia per 15 November mencapai 8 miliar. Sebanyak 2,34 miliar berada di Asia Timur dan Asia Tenggara. Ternyata pertumbuhan manusia ini semakin lama semakin cepat. Kita tidak akan pernah tahu, apa yang akan terjadi 10 tahun, 20 tahun, atau 50 tahun yang akan datang. Apakah daratan seluas 148.940.000 km2 cukup untuk kita tinggali bersama-sama. Kemanakah kita akan mencari dan menemukan tempat untuk kita tinggali?

Kita bisa merasakan bagaimana kota-kota besar di seluruh dunia semakin padat dan ramai. Bahkan kita begitu merasakan bahwa kota-kita di Tanah Air juga semakin membludak, begitu banyak orang. Setiap hari, setiap waktu, kita selalu berhadapan dengan begitu banyaknya masyarakat yang berkerumun, berdesak-desakan, dan saling berebutan. Semakin hari semakin tidak terkendali. 

Dengan semakin banyaknya manusia, seharusnya jarak kita dengan orang lain pun akan semakin dekat. Dalam kondisi itu seharusnya kita saling bisa mengenal satu sama lain. Ketika kita semakin banyak, ketika semakin sering bertemu dengan orang lain, sewajarnya kita juga semakin dekat.

Namun, kondisi ternyata sebaliknya. Kita semakin beringas, bersaing, berebutan dan menganggap bahwa orang lain adalah mangsa kita. Kadang menjadi sebuah kepuasan ketika bisa mengalahkan orang-orang di sekeliling kita.

Tidak mengherankan, orang tua didesak-desak masuk kereta, ibu-ibu hamil didorong-dorong masuk bus kota, atau kaum difabel yang seharusnya kita perhatikan justru diserobot tempat duduknya. 

Kita merasakan bahwa kita semakin banyak mempunyai tetangga, semakin banyak mempunyai saudara sesama manusia. Namun, yang terjadi kita semakin jauh, kita semakin tidak kenal dengan orang-orang di sekitar kita. 

Peristiwa-Peristiwa Nyata

Jika sepuluh tahun yang lalu, kita bisa dekat satu sama lain dengan tetangga kita. Kita dengan tetangga tidak terpisahkan oleh tembok raksana. Sekarang boro-boro kita saling sapa dengan tetangga, tembok tinggi begitu menjulang. Kita tidak tahu apa yang dilakukan tetangga kita, kita buta dengan kondisi yang terjadi di sekitar kita. 

Kita bisa melihat berbagai macam kasus yang terjadi di tengah masyarakat. Kematian ibu dan Anak di Subang pada tahun 2021 yang lalu sampai sekarang masih menjadi misteri. Tidak ada yang tahu, bagaimana keduanya tewas mengenaskan. Bahkan, pada bulan Juni 2022, seorang pria penghuni indekos di kawasan Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan ditemukan meninggal. Dia hidup sendiri, tidak dikenal orang oleh sekeliling, bahkan orang-orang yang masih dalam satu indekos. 

Kematian satu keluarga yang terdiri dari 4 orang yang terjadi di Perumahan Citra Garden 1 Extention, Kalideres, Jakarta Barat beberapa minggu yang lalu adalah sebuah kisah yang begitu menyedihkan. Sebuah kisah memilukan bagaimana keluarga ini tidak mendapatkan perhatian dari orang di sekelilingnya, sehingga kematiannya tidak diketahui oleh masyarakat sekitar dalam beberapa hari. Tetangga tidak ada yang tahu, bahkan sampai berhari-hari.

Apalagi sempat diduga keempat orang tersebut mati kelaparan. Sebuah krisis sosial yang semakin melengkapi apa yang pernah disampaikan Presiden Joko Widodo bahwa setiap hari 19.700 orang meninggal karena kelaparan. Kelaparan sosial.

Hubungan Harmonis

Jumlah penduduk indonesia yang mencapai 276,4 juta pada tahun 2021, sejatinya merupakan potensi sumber daya manusia yang luar biasa. Apalagi jumlah penduduk usia produktif hampir hampir 190 juta jiwa. Sebuah kondisi yang sangat memungkinkan untuk membawa Indonesia menjadi negara maju.

Namun, jika kita lihat lebih dekat, bagaimana situasi penduduk produktif di Indonesia. Apakah begitu banyaknya penduduk produktif itu mau dan mampu bersatu untuk ambil bagian dalam pembangunan. Jika menilik dari contoh yang terjadi di Kalideres, rasanya perlu usaha sungguh-sungguh keras bukan hanya pemerintah tetapi peran masyarakat begitu penting. 

Interaksi antarmanusia sungguh penting untuk memelihara hubungan harmonis antaranggota masyarakat. Maka, mengetahui situasi dan kondisi sekeliling kita sebenarnya menjadi langkah awal untuk menjadikan manusia mempunyai visi yang sama. Jangan sampai peristiwa di perumahan nan mewah di Kalideres terjadi lagi. Maka, sudah selayaknya harmonisasi masyarakat sangat dibutuhkan. Tanpa itu, kita hanya akan menjadi beban satu sama lain.

Apalagi dengan semakin banyaknya manusia yang bertumbuh di muka bumi, semakin banyaknya manusia yang menghuni Tanah dan Negeri ini, kita akan semakin banyak mempunyai tetangga. Rasanya kita perlu menginstal kembali pola interaksi hubungan kita dengan orang-orang di sekitar.

Kita tidak bisa kembali masa lalu. Ketika menjadi tetangga, juga menjadi saudara untuk orang-orang yang ada di sekitar kita. Di sana tidak perlu tembok tinggi, tidak perlu jeruji besi, tidak perlu surat-surat perjanjian dan bukti kepemilikan. Kita hanya butuh kepercayaan, senyum dan sapaan. Jika mempunyai makan, berbagi menjadi pagar yang mampu mengalahkan egoisme dan ketidakpercayaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun