Mohon tunggu...
ari imogiri
ari imogiri Mohon Tunggu... Administrasi - warga desa

suka aja mengamati berita-berita politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Polarisasi Efek Pilpres Akan Hilang Jika Pilpres Mendatang Diikuti Banyak Calon

25 Maret 2021   13:59 Diperbarui: 25 Maret 2021   15:18 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari detik.com

Lama tidak menulis di blog rame-rame ini, tak terasa sudah beberapa tahun sejak terakhir menulis. sesekali mengamati tulisan dari para anggota baik yang sudah senior maupun yang masih baru menjadikan tergelitik untuk kembali menorehkan satu dua kalimat meramaikan blog Kompasiana ini.

Sehari yang lalu, Zulkifli Hasan, ketua umum PAN menyampaikan sebuah pidato otokritik terhadap situasi dunia persilatan di tanah air. sebagai salah satu pendekar persilatan tanah air yang sudah malang melintang di rimba persilatan, tentu seorang Zulkifli Hasan mengetahui merah hijau rimba persilatan tanah air kekinian.

Dalam pidatonya, Zulkifli Hasan menyoroti terkait terjadinya polarisasi atau pembelahan masyarakat sebagai efek pertandingan di ajang pilpres selama dua kali pemilu, yaitu di tahun 2014 dan di tahun 2019 yang hanya menampilkan 2 pasang calon saja yang bertanding.

Sejak itulah, dalam pandangan Zulkifli Hasan, masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang terbelah dua, cebong dengan kampret, buzzer dengan kadrun. 

"Cebong vs kampret, buzzer vs kadrun, bisa terus terekskalasi menjadi pikiran us vs them, kami melawan mereka yang sangat membahayakan keutuhan kita berbangsa dan bernegara," kata dia

"Politik elektoral berubah sedemikian rupa menjadi semata ajang untuk memperebutkan kekuasaan belaka. Berebut lobi dan pengaruh, dengan agenda yang berbeda-beda, tidak peduli masyarakat terpolarisasi secara hebat," imbuhnya


Melihat itu semua, Zulkifli memandang perlu adanya sebuah terobosan agar keterbelahan masyarakat tidak terus menerus berlangsung, dan pertarungan politik di era demokrasi ini menjadi lebih segar, bukan semata-mata ajang perebutan kekuasaan semata, namun yang jauh lebih penting adalah sebagai  untuk menentukan siapa putra-putra terbaik bangsa yang akan didudukkan di jabatan-jabatan publik mulai dari tingkat bawah, para kepala desa, para kepala daerah hingga presiden dan wakil presiden yang mempunyai tanggung jawab sejarah untuk membawa Indonesia menjadi negara sebagaimana yang diamanatkan di pembukaan UUD 1945, yaitu negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Namun, untuk menuju itu semua memang tidak mudah, perlu sebuah kemauan politik dari para elit yang ada di pusat-pusat kekuasaan. Jika kita cermati sesungguhnya ketika pemilu presiden 2004 dan 2009 dengan menghadirkan lebih dari 2 pasang calon yang ikut berlaga, maka kita bisa saksikan bahwa masyarakat tidak mengalami keterbelahan sebagaimana yang terjadi saat hanya muncul 2 pasang calon di pilpres 2014 dan 2019, sehingga perlu didorong agar partai-partai yang ada, senyampang pemilu 2024 masih cukup lama, maka jika di tahun 2021 ini revisi UU Pemilu tidak jadi dilaksanakan, maka di tahun 2022 perlu didorong agar revisi UU Pemilu untuk membuat ruang bagi munculnya banyak calon di laga pilpres 2024.

Seandainya bisa didorong agar setiap partai politik wajib mengusung pasangan capres dan cawapres sendiri-sendiri sebagaimana setiap partai juga wajib mengajukan calon anggota parlemen, maka yakinlah tidak bakal terjadi keterbelahan masyarakat, karena begitu banyaknya calon yang tersedia.

Sekali lagi, tentu hal ini butuh kemauan dan itikad dari para elit di pusat-pusat kekuasaan sana, jika itikad itu tidak ada, maka ke depan keterbelahan masyarakat yang sudah ada ini akan terus terjadi, karena partai-partai pasti akan main aman menempel pada calon-calon yang dianggap kuat. 

Sementara sudah menjadi rahasia umum bahwa siapapun yang pernah memegang kekuasaan, pasti akan berusaha untuk mempertahankan kekuasannya, dari situlah kemudian pasti akan muncul upaya-upaya agar potensi munculnya figur di luar jaringannya, akan dihalangi, salah satunya dengan presidential threshold, yang sudah berkali-kali digugat ke MK oleh para pegiat demokrasi agar membuka ruang selebar-lebarnya bagi munculnya calon-calon potensial di luar calon-calon yang sudah dianggap kuat oleh survei dan media.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun