Mohon tunggu...
Ari Santoso
Ari Santoso Mohon Tunggu... -

Sy hanya orang yang ingin belajar ^^

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Arti Sebuah Kepemimpinan

25 Juni 2010   16:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:17 1708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tiba-tiba saja pagi ini, saya sudah terlibat dalam suatu diskusi mempersoalkan tentang ‘kepemimpinan’, atawa bahasa keren nya ‘leadership’. Dalam diskusi pagi ini, sempat terlontar pertanyaan apa yang menyebabkan performa & prestasi antara satu kelompok dengan kelompok yang lain bisa mengalami perbedaan? Apakah itu akibat faktor people nya? Atau kah itu gara-gara faktor lingkungan? (Kebetulan kedua kelompok organisasi yang sedang kami bahas pagi tadi memang merupakan kelompok yang berasal dari dua daerah geografis yang berbeda). Namun akhirnya pembicaraan kami mengerucut ke satu tema ’leaderships’. Perbedaan kualitas sang pemimpin kedua kelompok itu lah yang membuat prestasi antara keduanya berbeda pula. Kualitas pemimpin yang kinclong mampu menggerakkan tim nya untuk menggapai goal & objective yang ditargetkan bersama.

Terlepas dari perbincangan pagi tadi, dalam hati saya berpikir, sebenarnya apa sih arti leaderships itu sendiri bagi saya? Apa sih yang membedakan antara pemimpin yang kinclong dan pemimpin yang abal-abal? Uniknya, meskipun sejak masa SMA sampai kuliah dulu ada cukup banyak sesi tentang kepemimpinan yang saya ikuti, jujur sampai dengan hari ini, saya masih belum mampu menggambarkan suatu konsep framework tentang leaderships yang ‘PAS’. Pas yang saya maksud di sini adalah memiliki konsep tidak hanya sebatas pemikiran di otak, namun mampu menjalankan & menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari saya. Saya menilai leaderships skill saya pribadi masih jauh dari sempurna. Baik dalam kehidupan kerja di kantor ataupun dalam kehidupan sosial sehari-hari, saya masih dalam proses ‘penjelajahan’ untuk menemukan model kepimpinan yang tidak hanya bisa saya ucapkan lewat kata-kata, namun berani saya jalankan di dalam kehidupan nyata.

Namun demikian, satu model kepemimpinan yang saya kagumi & menjadi inspirasi saya adalah konsep yang dikenalkan oleh Bapak Pendidikan Indonesia, yaitu Ki Hajar Dewantara. Tentunya kita semua sudah mengenalnya yaitu:


  1. Ing Ngarso Sung Tulodo
  2. Ing Madyo Mangun Karso
  3. Tut Wuri Handayani


Rasanya tidak perlu saya membahas satu per satu pemikiran dari Beliau tersebut. Satu hal yang membuat saya mengagumi ide dari Ki Hajar ini adalah betapa cemerlangnya Beliau dalam melihat konsep kepemimpinan dari tiga sudut pandang yang berbeda: dari depan, dari samping, dan dari belakang. Sungguh komplit rasanya! Selama ini, mungkin kebanyakan dari kita melihat seorang pemimpin adalah sosok yang harus berada di depan. “Lha ya wong namanya saja pemimpin, kan tugasnya memimpin di depan”. Atau barangkali sosok pemimpin justru adalah seseorang yang harus berada di belakang, ya di belakang para bodyguard tegap yang berdiri di depan mengelilinginya untuk memberikan perlindungan yang ekstra ketat.

Hal lain dari ide Bapak Dewantara ini yang menarik perhatian saya adalah: lewat tiga perspektif di atas, Beliau mampu menghadirkan sosok seorang pemimpin menjadi beberapa wujud sosok yang berbeda-beda. Menurut saya, paling tidak ada tiga wujud sosok lain yang hadir lewat pemikiran Beliau, yaitu:


  1. Sosok seorang guru: Kata pepatah, Guru memberikan teladan untuk menjadi panutan para muridnya. Jadi seorang pemimpin dituntut untuk berani secara konsisten memberikan teladan agar menjadi contoh para pengikutnya. Jangan bilang “Ayo, terjun ke jurang!” kepada bawahan kita, kalau kita sendiri belum pernah terjun ke jurang tersebut. Menurut saya ini adalah kualitas seorang pemimpin yang sangat vital, karena modal penting seorang pemimpin adalah mendapat ‘kepercayaan’ dari para pengikutnya. Dan kepercayaan itu hanya bisa diperoleh bila bawahan kita sudah melihat secara langsung & nyata apa yang kita perbuat & lakukan. Klausul “kalau saya bisa, mengapa kamu tidak?” otomatis akan berbicara jika kita sudah secara konsisten & nyata memberikan teladan kepada tim kita. Action speaks louder than words!
  2. Sosok seorang teman: Dengan menjadi seorang pemimpin yang menemani para pengikut & berdiri sejajar di samping mereka, kita sudah mengambil posisi sebagai seorang sahabat. Seorang pemimpin perlu melebur & menjadi sejajar dengan para bawahannya. Berjalan bersama & menemani sang rekan selama perjalanan nya sembari terus memberikan semangat & arahan merupakan sebuah citra persahabatan yang sejati & tulus. Meski menjadi seorang yang berstatus lebih tinggi, pemimpin tidak lah boleh menciptakan suatu gap dengan para bawahannya.
  3. Sosok orang tua: Memberikan dorongan dari belakang sembari memberikan kepercayaan yang tulus akan apa yang dilakukan sang anak, menurut saya, merupakan kualitas yang paling hebat dari sosok orang tua. Apalagi hidup di dunia yang serba modern & digital seperti sekarang ini, terlalu mengekang & membatasi kebebasan sang anak bukan lah suatu sikap yang bijaksana. Alih-alih menjadi pribadi yang dewasa & berkembang, jika tidak menjadi individu yang pemalu & introvert, si Anak barangkali malah bisa jadi sosok yang pemberontak & liar. Bagi saya, lewat Tut Wuri Handayani, seorang pemimpin juga turut diundang agar dapat menjadi sosok yang berani memberikan motivasi kepada anak buahnya dari belakang, serta mampu secara tulus memberikan kepercayaan tanpa terlalu membatasi gerak langkah mereka.


Kira-kira itu alasan & pandangan saya mengenai suatu model kepemimpinan warisan dari Ki Hajar Dewantara -yang menurut saya- masih sangat relevan & faktual untuk kita terapkan dalam kehidupan jaman sekarang ini. Namun demikian, saya berbicara & menantang diri saya sendiri agar -sekali lagi- ulasan panjang lebar ini tidak hanya berhenti sebatas teori dalam otak, namun berani saya terapkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari saya. Semoga suatu hari nanti saya sungguh-sungguh dapat menemukan jati diri leaderships dalam diri saya. Amin!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun