Mohon tunggu...
Arif Sujoko
Arif Sujoko Mohon Tunggu... -

Tulisan yang lebih lengkap bisa diakses di: http://opiniperikanan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Budidaya Air Tawar: Dilema Produksi dan Peningkatan Pendapatan

29 April 2019   10:46 Diperbarui: 29 April 2019   12:09 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Satu atau dua bulan yang lalu, salah seorang teman memberikan informasi bahwa pembudidaya lele di Boyolali sedang mengalami kerisauan karena harga lele yang terjun bebas. 

Saat itu saya belum yakin akan kebenaran beritanya, bukan tidak percaya pada kejujuran teman saya, tetapi yang saya ragukan adalah kebenaran informasi yang diterimanya, hal yang wajar karena saya tidak menemukan sedikitpun pemberitaan tentang kejadian itu dari media massa terlebih lagi informasi resmi dari pemerintah.

Akhirnya, saya baru benar -- benar yakin akan kebenaran informasi itu ketika pertengahan Juli 2010, saya mendapat konfirmasi dari salah seorang staf di Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah ketika berkesempatan untuk mampir ke sana. 

Bahkan tidak hanya di Boyolali saja, kabar turunnya harga lele juga saya peroleh dari seorang pembudidaya di Trenggalek dalam suatu perbincangan pada pertengahan Agustus 2010.

Kasus jatuhnya harga lele ini mengingatkan saya pada kasus serupa, yaitu hilangnya kegairahan budidaya patin di Jambi karena penurunan harga jualnya sebagaimana diberitakan Kompas 17 Februari 2010 dengan judul "Keemasan Patin Jambi Cerita Lalu".

Kasus patin jambi ini memberikan pelajaran bahwa untuk produk yang digadang - gadang sebagai komoditas andalan ekspor, kelebihan produksi di dalam negeri tidak mampu ditransfer ke luar negeri dan tidak laku juga dijual di dalam negeri, lantas bagaimana konsekuensi yang harus ditanggung pembudidaya akibat kelebihan produksi lele yang memang hanya untuk pasar domestik ini?

Baik kasus patin Jambi maupun lele Boyolali sangat mungkin akan berulang di banyak lokasi lain khususnya pada komoditas air tawar, mengingat visi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mewujudkan Indonesia sebagai penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar di dunia, mengharuskan perikanan budidaya dipacu kenaikan produksinya hingga 353 persen dalam waktu 5 tahun dan hal ini salah satunya diterjemahkan dengan kenaikan produksi budidaya lele hingga 450 persen pada tahun 2014 dibanding produksi tahun 2009 yang mencapai 200.000 ton (Kompas edisi 8 Januari 2010)

Sambil menunggu KKP memberikan ulasan terhadap kedua kasus ini dan menawarkan strategi - strategi penanganannya apabila kasus serupa terjadi lagi di tempat dan waktu yang berbeda, ada baiknya kita mencoba memberikan pandangan alternatif yang mungkin bisa dilakukan oleh pemerintah sehingga tidak membiarkan pembudidaya mengalami kasus serupa justru ketika produksinya terus meningkat.

Karakteristik Mikroekonomi Produk Budidaya Ikan Air Tawar

Memacu produksi ikan air tawar untuk mencapai target pembangunan di tingkat masyarakat sangat memungkinkan karena negara ini memiliki keunggulan komparatif dalam bentuk lahan dan air yang berkualitas.

Selain itu, teknologi budidaya air tawar pada umumnya sudah sangat dikuasai dan skala usaha bisa dibuat "merakyat" apalagi jika pemerintah menggelontorkan sekian banyak program "subsidi" dan pelaksanaannya "tepat sasaran" maka peningkatan produksi oleh masyarakat relatif mudah direalisasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun