Mohon tunggu...
Arif Rahman
Arif Rahman Mohon Tunggu... Wiraswasta - instagram : @studywithariffamily

Bekerja untuk program Educational Life. Penelitian saya selama beberapa tahun terakhir berpusat pada teknologi dan bisnis skala kecil. Creator Inc (Bentang Pustaka) dan Make Your Story Matter (Gramedia Pustaka) adalah buku yang mengupas soal marketing dan karir di era sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Kompas Moral, Kelayakan Penerima Bantuan Saat Krisis Pandemi

12 April 2020   11:48 Diperbarui: 12 April 2020   11:51 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi miskin dan kaya (erllre) sumber : Kompas.com

David Cameron, di masanya ketika akan menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris, mengundang penulis buku sukses Freakonomics, Steven D Levitt dan Stephen J Dubner. Dalam pertemuannya, para penulis ini justru menilai bahwa kebijakan rumah sakit gratis bagi yang tidak mampu perlu dikaji ulang.

Menurut mereka, "peraturan kesehatan merupakan hampir satu-satunya bagian ekonomi ketika individu bisa datang dan mendapatkan hampir semua pelayanan yang mereka butuhkan dan hampir tanpa membayar sepeser pun, entah biaya sebenarnya untuk prosedur tersebut adalah 100 dolar ataukah 100 ribu dolar," pemikiran mereka.

Bukan cuma rumah sakit, soal transportasi gratis juga mereka highlight. Apa yang salah dengan itu?

"Ketika orang-orang tidak membayar biaya sebenarnya dari sesuatu, mereka cenderung mengonsumsinya dengan tidak efisien," dalihnya.

David Cameron yang mendengar pemikiran ini, cuma tersenyum, menjabat tangan kedua penulis tersebut kemudian pergi!

Pemikiran -yang mungkin, tidak menggubris pemimpin politik seperti Cameron, sebenarnya reliable di lapangan. Kita bisa dengan mudah mengukurnya, dari apa-apa yang terlihat di sekitar. 

Katakan saja di restoran All You Can Eat, pembeli yang datang, cenderung makan melebihi porsi yang biasanya mereka konsumsi. Di acara undangan pernikahan, sering kali kita melihat banyak piring yang masih menyisakan lauk pauk yang terbuang begitu saja. Pun sarapan yang disediakan hotel secara gratis, disantap untuk semua menu melebihi porsi biasanya ketika sarapan di rumah.

Bahkan kalau bicara data, maka statistiknya sudah cukup untuk membuat kita tepok jidat. Berdasarkan laporan ICASEA, di antara negara ASEAN, Indonesia yang paling boros energi sebagaimana dikutip dari kontan.co.id tahun 2014. 

Indonesia adalah negara yang paling boros pangan menurut FAO (Food and Agricultural Organization). Pada tahun 2018, kita impor setidaknya 1.600 ton beras sebagaimana dikutip dari Liputan6.com.

Ironisnya, Indonesia salah satu negara paling sering membuang makanan. Laporan Global Food Sustainability Index menyebutkan bahwa Indonesia berada di peringkat kedua negara yang suka membuang makanan (Dream.co.id, 2018). 

Kebiasaan buruk ini termasuk dari hal menyimpan makanan dengan stok yang berlebihan hingga kedaluwarsa. Efek lainnya adalah penumpukan sampah organik yang kemudian menjadi limbah karena tak diolah dengan tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun