Mohon tunggu...
Arif Rahman
Arif Rahman Mohon Tunggu... Wiraswasta - instagram : @studywithariffamily

Bekerja untuk program Educational Life. Penelitian saya selama beberapa tahun terakhir berpusat pada teknologi dan bisnis skala kecil. Creator Inc (Bentang Pustaka) dan Make Your Story Matter (Gramedia Pustaka) adalah buku yang mengupas soal marketing dan karir di era sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

"Crisis Paranoia"

13 September 2018   08:14 Diperbarui: 13 September 2018   08:50 1057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tapi coba lihat hari ini, yang jualan Baso alhamdulillah masih lancar jualannya, si Pedagang Pakaian masih laku lapaknya, mall (baik yang maya di internet maupun beneran di pasar-pasar) masih ramai, jual beli masih jalan, sektor riil, masih baik-baik aja. Prinsip 'kau jual aku beli' masih berlaku, maka ini kondisi yang jauh dari situasi krisis. 

Coba kembali ke 98, ketika krisis moneter terjadi, hanya UKM yang bertahan, ups sorry, justru UKM yang jumawa. Mereka yang nggak pakai modal-modalan yang aneh-aneh, tidak bergantung dari bahan dari negeri lain, transaksi sesuai kebutuhan, bahkan inilah tahun milestone UKM di Indonesia yang bergairah dan pesat.  

Yang kusut, terjadi pada perusahaan-perusahaan yang modal dari mana-mana, minjem dana darimana-mana, jualanpun kemana-mana, bahkan resikonya pun di asuransikan, derivatifnya kebanyakan. Bahkan kabarnya, kongkalikong dan hengky pengky-nya juga ada. Begitu sistem kendor, maka perusahaan-perusahaan inilah yang pertama kali pasang badan.

Jadi kalau kita masih membeli barang sesuai kebutuhan, makan dari rasa lapar yang tidak berlebihan, rasanya semua baik-baik saja, sekalipun rupiah ke angka 20 rebu sekalipun, selama Baso masih terjual, dan kita bisa sruput kuahnya dengan lezat dan meniadakan dahaga, ini sudah lebih dari cukup untuk di syukuri.

Peduli pocong dengan nilai tuker rupiah, nggak ngaruh. Itu cuma delusi dari produk derivatif, itu huru hara sektor financial (yang sebagaimana sudah dijelaskan diatas, sektor financial itu ada dari sektor riil muaranya). Jadi lucu aja, orang khawatir dengan sektor financial, padahal sektor riilnya baik-baik saja. Maksudnya sektor rill di tingkat pasaran saat ini, di kelas-kelas UKM yang syukurnya, jumlahnya dominan, banyak sekali di Indonesia. Sekalipun perputaran uang di dominasi oleh sekelompok kecil perusahaan besar di Indonesia, itu tidak akan berpengaruh kalau fundamental kita lancar.

Nggak percaya? Coba cek Thailand, doi negara yang nggak ngaruh sama nilai tukar yang kabarnya dampak dari perang dagang AS dan China, malah nilai mata uang mereka menguat. 

Mereka kelola pariwisata dengan baik, memproduksi barang yang benar dan dijual dengan benar, sektor riilnya kuat sekali. Kalau kita bisa tiru Thailand, maka sekali lagi, peduli pocong dengan nilai tukar mata uang, kebanyakan masyarakat kita rasanya bakal baik-baik saja, selama tetap bekerja keras, mau berusaha dan ikhtiar.

Lalu bagaimana dengan perusahaan-perusahaan raksasa, yang bergantung cash flownya dari sektor financial, maka ini adalah konsekuensi yang harus mereka hadapi. Mereka berani masuk ke sektor berbahaya untuk memperbesar kapasitas usahanya, maka mereka harus berani melewati tantangannya.

 Kalau pada akhirnya mereka kalah, sebagaimana tahun 1998 itu terjadi, ya sudah, ini yang Thanos sampaikan, untuk menciptakan keseimbangan baru, kadang yang lama harus di musnahkan, dan krisis, adalah mekanisme yang paling pas untuk restart ini semua.

Hmmm, kok jadi pengen punya Infinity Stones yak.. ^_^

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun