Singkat cerita, saking banyaknya rasa yang ditawarkan mulai dari rasa cokelat, Â kopi, lemon, tea, strowberry, durian, mangga, apple, dan banyak lagi. Sampai lupa aku namanya. Maka aku tunjuk saja sembarang.
"Yang ini ya?" katanya
Saya mengangguk saja sambil melihat-lihat ke sekeliling, maksudnya biar tak terlalu terlihat kalau ini pertama kalinya saya mengunjungi mall besar dan mencici es krim. Walau para penjaja itu tahu aku pasti orang desa yang baru pertama makan es krim mereka.
"Bayarnya di sebelah sana ya," katanya sambil menyodorkan bungkusan kecil menunjuk tempat temannya.
Selesai membayar, bungkusan saya buka di area taman di ujung jalan masuk. Dan, Waowww!! Es krim satu cup ini harus saya bayar seharga 199.000 rupiah. Empat kali suap ludes tuh es krimnya.
Bukan hilang hausnya, malah tambah haus. Akhirnya terpaksa mendekati penjual asongan cari teh kotak buat menghilangkan haus. Padahal jika di desa sudah dapat beberapa kilo beras itu.
Pernah juga suatu ketika pada perjalanan dari Bandung ke Jakarta bersama rombongan. Setelah beberapa saat masuk jalan tol, bus tiba-tiba berhenti di rest area. Bukan Km 50, sih kayanya. Kala itu pagi hari.
Yang terpikir pertama kali adalah ngopi. Teman sebelah kursi saya ajak turun untuk minum kopi. Ia diam saja dan mempersilakan saya turun sambil menunjuk tempat orang jualan kopi.
Begitu memasuki tempat penjual kopi saya pun ditawari macam-macam rasa. Karena kebingungan mau minum kopi apa, pelayan pun memberikan kertas menu. Ada sekian puluh macam kopi namanya, dari yang panas hingga yang dingin.
Tapi dasar orang pedalaman, yang diketahui hanya kopi anget kental pahit. Maka itulah yang saya sebut. Pelayan tersenyum dan memberikan sepotong kertas kecil.
"Ini, Pak. Silakan bayar di sana."