Mohon tunggu...
Bledhek
Bledhek Mohon Tunggu... Operator - ____________

Pengkhayal LEPAS

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Setelah Menikmati Ini dan Tak Berkeringat, Sebaiknya Periksa Kesehatan Anda

12 Januari 2021   21:25 Diperbarui: 12 Januari 2021   22:02 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Oh iya, lalapannya lupa/dokpri

Tinggal di daerah pedalaman, dimana sisa sumber alam masih melimpah sungguh sebuah anugerah yang wajib disyukuri.

Sumber alam tersebut dapat dicari dengan mudah tanpa harus membeli. Misalnya sayuran pakis, kangkung sawah, genjer, krokot, waung/buas-buas belum berharga banget. Maksudnya belum banyak orang yang secara khusus mencari kemudian menjualnya.

Demikian juga seperti ikan tawar, mulai dari ikan gabus, lele, lembat, lampuk, belut, betok, tauman, hampala, baung, keting, dan banyak lagi jenis ikan yang juga jika mau bergerak saja niscaya akan pulang ke rumah dengan bahan dasar lauk makan. Ikan segae tentu saja!

Seperti tadi sore, seorang ibu muda bajunya bersih rapi, sandalnya juga bagus  bersama anaknya yang tak kalah bersih pakaiannya, usia sekitar 5 tahunan dengan joran ditangan asyik memancing di pinggir jalan.

"Dapatlah?" tanya saya.

Si anak langsung mengangkat kampil tempat ikan. Saking bangganya. Oh, rupa-rupanya hari ini adalah hari pertama anak tersebut ikut dengan ibunya memancing. Berangkat pukul lima sore, sambil jalan-jalan dapat ikan wader sawah. Besar-besar pula.

Meskipun tak banyak, kalau hanya untuk lauk makan ntar malam bertiga, satu keluarga tak akan habis. Apalagi digoreng tepung. Krenyis-krenyis gurih.

Bayangkan jika semua ditukar dengan uang, seperti halnya orang kota, ikan wader 1 kg mungkin 60 ribu rupiah. Jika membeli seperempat kilo untuk sekali makan sudah 15 ribu rupiah uang keluar. Selama satu bulan sudah 450  ribu uang dihemat hanya dengan sambil jalan-jalan menikmati pemandangan persawahan.

Dari yang mulanya main-main sambil jalan-jalan kemudian setelah dihitung bisa menghemat pengeluaran, apalagi kalau tidak ditekuni. Walau masih sambil jalan-jalan. Akhirnya menjadi hobi.

Seperti saya saat ini. Mancing memang sudah jadi hobi yang mendarahdaging. Hampir tidak ada hari tanpa mancing. Buat apa coba? Yang jelas menyalurkan hobi. Soal hasil jangan ditanya lagi. Walau tak pernah saya jual. Tetap saja minimal pengeluaran untuk belanja lauk pauk ikan terlewatkan.

Dengan menahan kantuk setelah subuh, beberapa jam kemudian sudah pulang dengan timba berisi ikan segar, siapa yang tidak senang?

Sampai saya hampir lupa bagaimana rasanya telur dadar dan telur rebus. Ha ha ha... Bukan tidak mampu membeli, tapi karena bagi saya ikan lebih nikmat dibanding telur. Ya, kalau mau makan telur, makan saja telur-telur ikan tersebut. Habis perkara!

Pada waktu pulang mancing, kebetulan kendaraan saya minyaknya habis, jadi terpaksa didorong sampai ke tempat orang jual minyak.

Nah, begitu diperjalanan hidung mencium aroma ikan dibakar. Air liur saya mencair, seperti merasa kecut. Dalam hati berkata, alangkah nikmatnya jika ikan yang saya dapat ini juga dibakar nanti begitu sampai di rumah.

Ikan bakar ini untuk kucing kesayangan, tentu saja/Dokpri
Ikan bakar ini untuk kucing kesayangan, tentu saja/Dokpri

Tapi kan ikan brek ini kecil-kecil, pasti banyak tulangnya. Saya jadi teringat dahulu ketika masih kecil. Ibu pernah menyajikan ikan dibakar, kemudian diuleg dengan cabe. Tempe bakar, tahu bakar sampai dengan parutan kelapa diuleg dengan sambel. Ngiler rasanya jika mengingat menu itu.

Maka ketika sampai di rumah, tidak menunggu ikan layu. Sepertinya ikan segar akan jauh nikmatnya jika dibakar langsung. Ikan langsung saya keluarkan dari tempatnya. Dibersihkan, potong kepala dan ekornya.

Dicuci bersih lalu dimasukkan dalam teplon, kompor dinyalakan tak berapa lama matenglah ikan. Tinggal dibalik saja kemudian angkat.

Bagian tengah ikan yang akan diulegDokpri
Bagian tengah ikan yang akan diulegDokpri

Sambil menunggu ikan matang sambil membereskan tempat pancing dan perlengkapannya.

Selanjutnya, cabe, bawang merah. bawang putih, garam, kencur, dan penyedap rasa masukkan dalam blender. Setelah dicuci tentunya. Biar begini-begini tetap mengerti kebersihan lho. Jangan dikira orang pedalam tak tahu mencuci bumbu kalau mau masuk ke dalam blender.

Sebeginilah cabenya, ini baru level setan/Dokpri
Sebeginilah cabenya, ini baru level setan/Dokpri
Seberapa banyak sih bawang merah, cabe, bawang putih, garam, dan lainnya. Bagi saya kira-kira saja. Yang penting cabenya harus banyak biar pedasnya poll. Pedas level setan pastinya.

Sementara blender berputar, ikan yang telah dibakar tadi dipisahkan durinya. Kemudian masukkan ke wajan panas, beri minyak goreng secukupnya. Gorenglah di atas api redup.

Ikan yang diuleg/Dokpri
Ikan yang diuleg/Dokpri
Setelah begitu kering, masukkan blenderan bumbu tadi. Aduk hingga tercium harumnya. Bagi yang tak pernah melihat dan menikmati masakan ini, hanya dengan mencium baunya saja sudah menetes air liur tanpa terasa. Harum, nikmat, dan menggugah selera.

Uleg terus sampai lembut!/Dokpri
Uleg terus sampai lembut!/Dokpri
Bayangkan bagaimana harumnya bawang merah yang dibakar pasti ibu-ibu tau persis nikmatnya bau bawang tersebut.

Setelah bau bawang yang begitu harum, sampailah pada penyiksaan selanjutnya. Karena cabemya banyak, maka para pencium akan langsung bersin-bersin. Di sinilah seni masakan ini. Kecuali orang yang sedang tersumbat hidungnya saja yang tak akan bersin. Saya saja sampai hampir pipis di celana saking seringnya bersin. Ha ha ha.... Untung masih sanggup ngempet.

Aduk terusss! Hingga matang/Dokpri
Aduk terusss! Hingga matang/Dokpri
Begitu sudah matang ditandai dengan warna yang berubah kecoklatan, dan antara ikan uleg tadi dengan minyak gorengnya terpisah maka matikan kompornya dan angkat. Sambel ikan uleg siap disajikan.

Makannya pas saat lapar banget, saat pengen banget, saat ingat indahnya masa lalu bersama ibu. Jangankan sambel ikan uleg yang memang benar-benar nikmat ini, nasi dengan kerupuk sambel saja bisa tambah berkali-kali.

Masih ingat tadi apa yang menjadi ciri khas masakan ini? Sambel pedas tentunya. Ukuran berapa banyak cabe yang diuleg tergantung persediaan cabe dan kekuatan menahan pedas. Kalau saya sih, cabe tinggal petik, jadi berapa banyaknya suka-suka saya saja.

Menikmatinya dengan kerupuk dan air bersoda. Jos gandos mbledos pokoknya. Jika setelah makan tidak berkeringat, pasti anda sedang sakit. Segeralah periksa ke dokter.

Soalnya tak mungkin tidak akan berkeringat. Karena rasanya gurih dan pedas, pasti akan mengambil ikan sambel ulegnya banyak-banyak begitu pedasnya menyengat masukkan kerupuk dalam mulut, pedasnya reda. Kalau masih belum reda juga, ambil minuman bersoda. Mantab banget pokoknya.

Jadi biar pun menu masakannya primitif yang penting minumnya modern, seperti orang kota juga. Ha ha ha ha... Tak akan kalah dengan menu yang nyiplak dari drama Korea, apalagi kalau menunya para bule, jauh ketinggalan. Sensasi pedasnya hampir tak ada.

Silakan nanti dicoba, dengan ikan apa saja bisa kok. Mau ikan tawar atau ikan laut. Jika yang dipakai ikan tongkol pasti nikmatnya dua kali lipat. Dagingnya yang berserat dan rasanya yang legit menambah kenikmatannya tak terkira.

Kalau saya sih apa saja, jika ingin diuleg dengan sambel pedas uleg saja. Bagi saya apa pun menumya. Apa pun masakannya pasti nikmat jika memang waktunya mulut layak disumbat.

Tak perlu berpikir banyak-banyak, yang penting makan. Perut kenyang, toh nanti saaat keluar menu apa saja bentuk dan warnanya sama. Persis warna kerupuk selingan makan saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun