Mohon tunggu...
Bledhek
Bledhek Mohon Tunggu... Operator - ____________

Pengkhayal LEPAS

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Kalau Hanya Menulis Aku pun Bisa, Masalahnya Ini...

27 Desember 2020   18:49 Diperbarui: 27 Desember 2020   19:08 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
medium.com | Panduan Menulis Untuk Programmer. Menulis merupakan kerjaan… | by ...

Benar! Sejak SD semua anak diajari menulis dan membaca. Bahkan sekarang anak TK dan Paud.

Bahkan bayi yang masih belum bisa berjalan sudah diajari caranya memegang pensil dan pulpen. Walau kadang pensil dan pulpennya dimasukkan ke mulut. Sekali waktu, tetap saja ada coretan tergores di kertas yang disodorkan.

Tak cukup hanya itu, lantai atau apa saja yang ada di depannya dicorat coret sekenanya. Lihatlah sorot matanya begitu berbinar ketika belihat bekas jalannya pulpen tersebut membentuk sesuatu.

Ia mungkin akan berkata, "Lihatlah! Aku sudah bisa menulis!" Ia memamerkan pada ibunya atau pada siapa yang didekatnya.

Selain itu, mari kita lihat bagaimana media sosial isinya tulisan-tulisan dalam bentuk status dan aneka cerita. Kadang ditulis oleh mereka yang masih sangat belia. Walau tak dipungkiri, banyak diantara mereka yang mencontek dari media sosial lainnya. Tetap saja mereka semua bisa menulis.

Kalau kemudian, pada guru (walau tidak semuanya), mereka adalah lulusan sarjana. Paling tidak telah barapa lama pelajaran menulis itu ia dapat dari bangku sekolahnya hingga gelar kesarjanaan menempel di depan dan belakang nama indah pemberian orangtua mereka.

Nama yang menekat pada dada baju seragam mereka dengan embel-embel kesarjanaan dan dibanggakan. Nyatanya persyaratan untuk kenaikan pangkat berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengaktualisasi tugas guru sebagai tenaga profesional melalui kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan.

Kebijakan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang mewajibkan guru meneliti dan menulis karya ilmiah sebagai bagian kenaikan pangkat atau golongan karir guru, diprotes Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Sulistiyo pada tahun 2015.

“Saya merasa prihatin. Pasti akan semakin banyak guru stress. Jadi, kebijakan itu harus dikoreksi, diluruskan, dan diperbaiki,” ucap Sulistyo. (Pemerintah.net, 07/07/2015)

Hingga akhir tahun 2020 ternyata momok itu belum sirna. Banyak diantara mereka yang pasrah mentok di golongan IIIB, mengingat syarat untuk ke III C harus membuat publikasi ilmiah.

Padahal hampir semua proses pembelajaran yang menjadi tugas utama guru adalah berkaitan erat dengan tulis menulis. Mempersiapkan materi pelajaran, mengoreksi, menganalisis, menyajikan bahan pelajaran. Sangat kental dengan tulis baca.

Ibarat seorang petani sungguh mustahil ketika datang ke sawah hanya dengan tangan kosong. Tidak ada cangkul maupun sabit. Memangnya tanggan petani tersebut mencabuti sekian banyak rumput dan menggaruk-garuk tanah! Lalu selama ini apa yang mereka kerjakan.

Adakah yang berbeda tulis yang kita sebut dengan penelitian tindakan kelas itu? Sepertinys sama. Hanya terdiri dari kata, kalimat dan pargaraf. Kemudian tersusun secara lengkap dari latar belakang masalah, teori landasan pustaka, analisis data, pembahasan dan terkhir membuat kesimpulan. Sangat mudah dan gampang sebenarnya. 

Sementara itu saat ini sudah ribuan, bahkan jutaan penelitian tindakan yang dibuat. Begitu bersebaran di media online. Jika masih dalam proses belajar, mungkin akan masih ditoleransi oleh tim penilai angka kredit untuk kenaikan pangkat. Asalkan apa yang dituliskan benar-benar dilakukan. Bentuk, model dan lainnya tinggal tiru saja.

Setelah dicermati secara mendalam ternyata kelemahannya ada pada ketidakinginan untuk membuat. Kalau dipaksakan pastilah sepertinya sebagian besar mereka sanggup. 

Apalagi di komunitas MGMP di Kabupaten masing-masing ada pembimbing yang sanggup memberikan pelatihan. Tinggal mau dan siap melakukannya saja. Selesailah segala urusan.

Artikel ini tidak bermaksud untuk melecehkan, juga menganggap remeh para guru. Kalau ada sebagian guru yang sudah berstatus PNS kemudian masih gemetar ketika berhadapan dengan komputer dan laptop. Berkeringat dingin ketika diminta membuat presentasi. Ini zaman now bung!

Bentuk keprihatian terbesar adalah ketika siswa memiliki keterampilan melebihi gurunya. Mungkin saja kedudukan guru lebih rendah dari siswa. Saya hanya berharap tidak ada guru yang dilecehkan dibelakang mereka. Apalagi ada yang terang-terangan mengatakan guru mereka buta kakap soal teknologi. Mengetik di laptop seperti semut. Merayap tak sampai-sampai.

Oleh karena itu, marilah wahai para guru. Momen ini adalah sangat tepat untuk bercermin diri dan mengejar keteritnggalan di bidang profesi. Kita songsong tahun 2021 menjadi benar-benar penghuni abad 21. Yaitu dengan mulai berbenah dan memgasah keterampilan menulis.

Lancar kaji kerena diulang! Begitulah yang sering para guru dengungkan untuk memotivasi belajar siswanya. Lalu kapan kita para guru mengkaji ulang keterampilan kita dalam menulis. Mulailah dengan menuliskan apa pun yang kita bisa.

Pada saatnya nanti, tanpa disadari jika tiba masanya diminta menulis publikasi ilmiah tidak gelagapan dan pasrah di pangkat III B hingga masa pansiun tiba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun