Mohon tunggu...
Arif Meftah Hidayat
Arif Meftah Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Pabrik

Dengan atau tanpa saya menulis, dunia juga tidak akan berubah

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nyinyir Kunjungan Presiden Jokowi ke Rusia dan Ukraina

1 Juli 2022   11:18 Diperbarui: 1 Juli 2022   11:23 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Banyak yang mengacungi jempol soal keberanian Presiden Jokowi berkunjung ke Rusia dan Ukraina. Tentu saja bukan hanya keberianannya, tetapi juga misi perdamaian yang juga dibawanya. Misi perdamaian untuk kedua negara yang sedang berperang. Sedang mengalami konflik. Ya, beberapa bulan terakhir, Rusia dan Ukraina dilanda perang yang tidak juga kunjung berkesudahan. Perang yang tentu saja tidak diharapkan oleh seluruh umat manusia yang normal.  Dalam 100 hari perang saja, kerugian perang bagi dua negara sudah sangat ketara.

Namun tak hanya yang mencacungi jempol keatas, yang mengacungi jempol ke bawah atas kunjungan Presiden Jokowi juga tidak kalah banyaknya. Bukannya mengkhawatirkan keselatan dan kesehatan Presiden di negara Eropa Timur sana, nyinyir justru dilancarkan atas keputusan Presiden tersebut.

Tentang ajakan damai untuk negara lain

Indonesia memang tidak berperang dengan negara lain. Konflik yang terjadi seputar perbatasan dan "klaim" atas kebudayaan-kebudayaan pun sering terselesaikan. Namun internal di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, konflik-konflik masih terjadi, sering, serta berkepanjangan.

Konflik lahan di perkebunan-perkebunan sawit. Konflik agraria antara untuk keperluan tambang dengan pertanian sampai saat ini juga belum selesai dan masih berlanjut. Konflik yang ketika kita cari informasinya, maka media akan dengan mudahnya memberitahukan ke kita.

Konflik di Papua juga tidak kunjung usai. Sering terjadi baku tembak yang beberapa kali menggugurkan putra-putra bangsa. Baik dari TNI ataupun KKB OPM adalah anak-anak bangsa yang mungkin hanya menjadi korban atas konflik yang tak kunjung diselesaikan.

Belum lagi polarisasi masyarakat dalam kaitannya dengan politik dan pemerintahan. Masih sering terdengarnya diksi Cebong dan Kadrun adalah bukti betapa masyarakat masih dan mungkin akan semakin terpolarisasi. Mengkritik pemerintahan secara obyektif dinilai sebagai golongan kadrun. Berbicara tentang keyakinan beragama dinilai tidak toleran dan radikal. Disisi yang lain, memuji pemerintah langsung dinilai sebagai Cebong. Berbicara soal toleransi dicap sekuler, dan lain sebagainya.

Konflik yang sebenarnya sangat serius karena putra-putra bangsa. Penerus negara ini nantinya, hanya disuguhi dengan wacara-wacana yang dangkal. Tidak substansif, dan miskin ide besar berbangsa dan bernegara.

Konflik internal yang masih eksis yang menjadi dasar pertimbangan untuk nyinyir terhadap apa yang menjadi keputusan Presiden Jokowi. Dalam bahasa yang sederhana, konflik di negara sendiri aja gabisa mengatasi, kok perdamaian dunia mau mengajari?

Tentang standar ganda

Ini seperti yang disampaikan banyak negara soal perbandingan antara Rusia-Ukraina dengan Palestina-Israel. Hubungan Indonesia dengan Palestina tentu saja sangat baik bahkan sejak semula negara tercinta kita ini berdiri. Palestina selalu mendapat tempat bagi masyarakat Indonesia, pun juga sebaliknya. Yang menjadi persoalan adalah, presiden yang tidak berkunjung ke Palestina dan jutru memilih untuk ke Rusia-Ukraina. Sesuatu yang seperti standar ganda. Suatu saat berlaku di waktu yang lain tidak berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun