Mohon tunggu...
Arif Meftah Hidayat
Arif Meftah Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Pabrik

Dengan atau tanpa saya menulis, dunia juga tidak akan berubah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tradisi Pertanian di Negeri Maritim

29 Juni 2022   14:15 Diperbarui: 29 Juni 2022   14:41 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sudah tahu negara maritim. Sudah tahu nenek moyangnya seorang pelaut. Kok berani-beraninya banting stir menjadi negara agraris? Berani-beraninya banting stir menjadi petani? Kacau kan jadinya?!

Apa hanya karena terbuai lagu "Kolam susu" lalu kemudian banting stir begitu?

Tentu saja hal-hal diatas hanya sebatas guyonan. Sebatas becandaan warung kopi. Karena pada kenyataannya, pertanian adalah salah satu bidang yang menyumbang nilai ekspor tertinggi. 

Menurut angka dari Badan Pusat Statistik (dalam pertanian.go.id), pada tahun 2020, nilai ekspor Indonesia mencapai 451,77 triliun rupiah. Bahkan pada triwulan pertama tahun 2021, sudah tumbuh sebesar 2,95%. Tentu saja angka yang sangat menggembirakan ditengah-tengah masa pandemi yang katanya meluluhlantakkan ekonomi dunia.

Dan yang baru-baru ini, yang tidak kalah menggembirakan adalah petani mendapatkan bonus dari budidaya tanaman yang telah diusahakan. Begitu kata Sang Menteri Perdagangan yang baru.

Tentu saja hal diatas juga hanya semacam guyonan. Sebatas becandaan. Ya bagaimana mungkin sesuatu yang memang sudah semestinya dia dapatkan dianggap bonus? Dan ya bagaimana mungkin sekelas Menteri memberi statemen tersebut kecuali hanya guyonan semata? Ada-ada saja.

Bisa dikatakan, memang untuk saat ini petani beberapa komoditas sedang "memanen" dari usaha yang telah dilakukan. Petani cabai dan bawang merah sedang tersenyum lega dengan harga pasaran yang ada. Petani sawit pun juga merasakan hal yang sama beberapa waktu yang lalu.

Tapi mari kita lihat stabillitas dan pemerataannya.

Kita juga musti mengingat saat petani tomat, petani buah naga, dan petani cabai beberapa waktu yang lalu membuang hasil panennya. Saat harga komoditas tersebut terus turun sampai jeblok padahal komoditas tersebut tidak mampu bertahan lama, dibiarkan atau dibuang adalah dua solusi yang bisa dilakukan. Dibiarkan untuk mengurangi biaya tenaga kerja panen. Dibuang sebagai bentuk protes kepada pemerintah akan nasib petani.

Bukan sekali dua kali, tetapi soal berbondong-bondong menanam, lalu harga anjlok kemudian seperti memang sudah menjadi tradisi. Mungkin itu juga salah satu tradisi pertanian di Indonesia. 

Antara memang tradisi yang dibiarkan berulang, atau memang kurang cakapnya pembuat kebijakan sehingga kejadian-kejadian tersebut berulaung dan terus berulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun