Mohon tunggu...
Arif Maulana
Arif Maulana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Melihat Dari Bawah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Anak-anak yang Meninggalkan Habitat

2 Mei 2021   12:28 Diperbarui: 2 Mei 2021   12:30 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hari-hari yang melelahkan untuk terus berjalan mengikuti langkah kaki zaman, keringat yang keluar hanya sebuah ketidak tahun tentang tujuan atau kepastian dalam berfikir.

Aku mulai merindukan awal tahun 2000an walau usia ku masih lima tahun saat itu.

Ada hal hal yang membuat sangat menyesali keadaan yang tidak di simpan sebagai orang dewasa pada tahun-tahun tersebut.

Hanya saja aku bisa menikmati kembali dari dokumentasi-dokumentasi layar-layar perfiliman. Ingat bahwa anak anak hidup dalam habitatnya, disana tidak ada teknologi komunikasi sehingga batas untuk menjadi terlihat terampil adalah kemampuan literasi, membaca dan menulis, mengisi mading-mading sekolah dan melihat mereka yang sangat cepat menyerap informasi diluar kelas.

Contohnya saja, untuk jatuh cinta. Disana anak-anak sekolah menengah terlihat terampil menyusun pengetahuan melalui surat-surat percintaan, membaca dan berbalas untuk ungkapan perasaan. Sesuatu yang tidak akan kita kutip hari ini bahwa standart keahlian seorang pecinta adalah.. Aku lupa, tidak ada standart nya.. Orang orang berkomunikasi dengan singkat melalui pesan pesan dari hp mereka, untuk mengatakan aku sayang padamu..

Sesuatu yang mungkin saat dulu membutuhkan satu minggu perjalanan surat menyurat, membuka kembali kalimat kalimat yang akan disusun sejumlah halaman kertas, untuk bisa mengatakan aku menyayangi mu.

Keterampilan itu hilang, dan anak anak meninggalkan habitatnya membentuk habitat baru sesuai keinginan zaman yang mereka terus ikuti jejaknya.

Terus terang, sampai saat ini aku masih mengagumi sosok seorang rangga dalam sebuah film ada apa dengan cinta, laki-laki itu gila, dia menuju kesunyian dalam lorong lorong sekolah di mana tidak ada orang disana, membawa buku "Aku" Chairil Anwar dan menulis lalu membuang nya, tulisannya ditampilkan sebagai pemenang namun dia tidak mengakui kemenangan sebab tak membutuhkan kemenangan. Luar biasa, laki-laki yang tak siap kalah dengan cara tak mencari kemenagan. 

Tapi jangan tanyakan bagaimana pengetahuan nya, ku fikir tak ada seorang yang kenang dengan pengetahuan dangkal, artinya dia menjadi seorang yang asing dalam manusia namun mengenalkan dirinya pada hal-hal ramai yang sunyi dalam sebuah buku, duduk sendiri, diperpustakaan dan melarang mengujung yang lain bersuara. Manusia itu tidak ada lagi hari ini, semua tokoh di tampilkan sebagai pemudah hebat dalam takhta yang menjijikkan, berebut prastasi dan berkelahi untuk seorang wanita.

Aku tidak membenci perfiliman remaja belankangan ini, yang ku herankan, mengapa semua memiliki warna yang sama hanya dibedakan oleh pelaku-pelakunya.

Mungkin begitu juga zaman yang sedang kita terus turuti ini, kita anak-anak yang meninggalkan Habitat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun