Mohon tunggu...
Arif L Hakim
Arif L Hakim Mohon Tunggu... Konsultan - digital media dan manusia

digital media dan manusia

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Yang Perlu Diperhatikan dari Bisnis Repostman

28 September 2017   15:34 Diperbarui: 28 September 2017   20:14 2095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penggunaan media sosial (freepik.com)

Perkembangan media sosial yang semakin masif telah membawa berbagai peluang baru. Ada yang memanfaatkannya sebagai celah untuk berjualan produk, para fotografer pun bisa memamerkan karyanya melalui platform yang tersedia, pun berbagai usaha yang sudah established lebih dulu bisa memuat promosinya di media sosial.

Dari berbagai peluang, ada salah satu yang menarik, yaitu peluang usaha REPOSTMAN. Istilah repostman saya dapatkan dari seorang kawan yang telah berkecimpung di dunia buzzering sejak hampir satu dekade yang lalu. Istilah ini adalah untuk mereka yang memiliki akun media sosial dengan isi berupa content-content yang diunggah ulang (repost). Feed instagram-nya terlihat wow dengan foto-foto keren. Mirip galeri ekslusif. Meskipun semuanya bukan karyanya sendiri.

Feed instagram sebuah akun repostman (instagram.com)
Feed instagram sebuah akun repostman (instagram.com)
Jenis usaha ini kini menjamur seiring pertumbuhan pengguna media sosial yang pada tahun 2016 disebutkan oleh APJII telah mencapai 129,2 juta penduduk Indonesia (atau sekitar 97,4% pengguna internet Indonesia). Bahkan di tingkat global, pengguna media sosial telah menembus 2,789 miliar (data dari studi wearesocial.com dan Hootsuite). Para pengguna media sosial ini bisa diklasifikasikan juga berdasarkan fungsinya. Ada yang berfungsi sebagai produsen konten, komentator, dan ada juga yang jadi tukang repost.

Data pengguna social media di dunia per Januari 2017 (wearesocial.com)
Data pengguna social media di dunia per Januari 2017 (wearesocial.com)
Mengapa peluang repostman menarik?

Kira-kira gambarannya begini. Kita bisa membuat akun media sosial sesuai dengan interest, bisa tentang hobi, lokasi, atau topik tertentu yang digemari masyarakat. Lalu dari mana konten-konten akun tersebut? Tinggal searching di platform yang sama, lalu unggah ulang alias repost. Demikian seterusnya, sampai liker dan follower bertambah (bisa organik maupun beli). Setelah follower bertambah, maka peluang untuk endorsement terbuka lebar. Jika beruntung, akan ada pemilik produk dan jasa atau unit usaha yang menjadi klien untuk melakukan promosi dengan cara content placement di akun tersebut. Mudah bukan?

Berapa angkanya untuk mempromosikan atau endorsement di sebuah akun tersebut? Harganya bervariasi. Ada yang menerapkan rate harga berdasarkan jumlah follower, durasi waktu, atau dari sisi penempatan content. Salah satu akun publik daerah dengan follower lebih dari 300 ribu di instagram menyebutkan sekitar Rp 300.000,- untuk sekali promosi di akun media sosial yang dia kelola. Pasarnya pun sesuai dengan konteks wilayah sesuai dengan nama akun tersebut.

Angka ini bisa berkali-kali lipat ketika jangkauan dan jaringan akun tidak mengenal wilayah, bisa nasional, bahkan internasional. Ada juga yang menerapkan dengan model paket. Misalnya, sebuah akun yang memiliki jaringan di beberapa platform media sosial akan menawarkan paket instastory-instagram-twitter-facebook senilai Rp 5 sampai 15 juta untuk sekali post. Perlu diingat bahwa materi konten (foto/grafis/video dan caption) disediakan sepenuhnya oleh klien, bukan hasil kreasi pemilik akun. Repostman juga tidak perlu hadir ketika bentuk promosinya berupa event/acara offline. Pokoknya cuma duduk manis di depan gadget saja. 

Apakah harga tersebut logis? Sangat masuk akal. Klien butuh media promosi yang cepat sampai ke publik. Dengan maraknya penggunaan media sosial, promosi di akun-akun dengan follower segunung ini menjadi sebuah solusi daripada memasang iklan satu halaman di media cetak. Apalagi kecenderungan orang sekarang beralih dari membaca media cetak ke media digital. Statistik jumlah follower dan sebaran jaringan sebuah akun juga kadang masih menjadi determinan yang sangat berpengaruh dalam penentuan keputusan klien. Harapannya, semakin banyak follower akan semakin banyak pihak yang tahu sebuah informasi, atau bahkan berdampak pada nilai keuntungan sebuah usaha.

Pertumbuhan follower yang fantastis juga memunculkan peluang baru, yaitu jual beli akun. Hari ini, sebuah akun dengan follower sekitar 15-20 ribu bisa laku terjual dengan nilai Rp 15 juta. Akun tersebut bukan hanya dilihat dari sisi follower-nya saja, melainkan juga dari sisi nama yang sesuai dengan sebuah usaha, atau tema yang diinginkan oleh pembelinya.

Di satu sisi, repostman memang benar-benar menjalankan fungsi media sosial; media untuk sosial. Media sosial dijalankan dan difungsikan untuk saling berbagi informasi dalam konten yang diunggah. Si pemilik konten pun bahkan kadang dengan suka-cita-gembira-bahagia berterimakasih karena karyanya diunggah ulang oleh akun ber-follower jutaan. Konten yang viral dengan di-repost di sana-sini kadang memang secara psikologis membuat perasaan si kreator terbang ke awang-awang, membanggakan. Eksistensi content creator pun muncul. Lalu, akan ada negosiasi hingga transaksi jika memang ada jasa yang ditawarkan oleh kreator.

Meskipun, di sisi lain, si kreator tidak mengalami feedback yang sama persis dengan repostman. Silakan dibandingkan, pertumbuhan liker atau follower akun si kreator apakah sama dengan akun milik si repostman setelah kontennya diunggah? Lalu, bandingkan pula, apakah setelah mengunggah kontennya yang awesome itu akan mendatangkan klien untuk promosi di akun si kreator?

Dari sisi proses juga ada semacam disruption di sini. Si kreator, misalnya fotografer, dalam menghasilkan kontennya harus menunggu sunset selama beberapa jam dan menelusuri jalur yang sulit demi mendapatkan foto yang memukau. Berikutnya, fotografer membutuhkan waktu berjam-jam untuk memilih fotonya dan menuliskan captionpaling menarik. Dan begitu fotonya diunggah, si repostman tinggal mengunggah ulang alias repost saja. Semudah itu.

Yang memprihatinkan, kadang-kadang ada sebuah konten yang diunggah oleh si kreator yang di-repostdengan framing berbeda oleh repostman. Misalnya dengan penghilangan caption yang utuh, atau ditambahi dengan ajakan follow dan tag akun si repostman. Bahkan ada juga yang tidak menyertakan sumber konten. Jadi, seolah-olah konten tersebut adalah karya pemilik akun repostman. Praktik seperti ini cukup banyak ditemukan. Dan benefit lebih banyak dirasakan di akun repostman.  

Salah satu perbandingan antara hasil unggahan content creator dan repostman (instagram.com)
Salah satu perbandingan antara hasil unggahan content creator dan repostman (instagram.com)
Apakah perlu peraturan dalam me-repost?

Sebenarnya setiap platform memiliki aturan mainnya masing-masing, kita bisa menjumpainya saat akan membuat akun atau di panel terms and services. Beberapa platform media sosial teratas seperti facebook, instagram, dan twitter mencantumkan pasal-pasalnya dengan detail di bagian ini. Mereka (platform media sosial) sangat menghormati tentang hak cipta (copyright). Facebook atau instagram misalnya, mereka menerima dan menindaklanjuti aduan ketika ada protes dari content creator ketika karyanya di repost tanpa izin oleh pihak lain. Pasalnya pun jelas; melanggar hak cipta. Pengelola platform kemudian akan me-review dan menindaklanjuti aduan tersebut dengan risiko paling besar berupa suspended account.

Terms and conditions yang diterapkan di Twitter (twitter.com)
Terms and conditions yang diterapkan di Twitter (twitter.com)
Untuk mengatasi masalah ini, ada beberapa akun dengan follower besar yang masih menjalankan sistem etika. Sebelum me-repost sebuah konten, si admin akan mengirim DM (direct message) atau PM (private message) kepada si pemilik akun apakah diperbolehkan/tidak untuk mengunggah ulang kontennya. Hal tersebut juga dilakukan oleh instagram yang dengan penuh kehati-hatian mengirim email kepada pemilik akun saat akan me-repost sebuah konten.

Youtube menjadi platform yang relatif menarik bagi content creator. Peraturan baru yang diluncurkan pertengahan tahun ini hanya mengizinkan sebuah konten bisa dimonetisasi ketika viewer sudah mencapai 10.000. Selain itu, hak monetisasi juga akan didapat oleh kreator ketika karyanya dipakai oleh orang lain di Youtube. Jadi, kalau sebuah content (baik berupa visual maupun audio) di-repost sebanyak-banyaknya, pundi-pundi uang juga tetap mengalir pada si kreator.

Aturan mengenai wacana pajak di dunia digital juga menarik ketika dihadapkan pada konteks repostman ini. Pendapatan yang diperoleh melalui jasa promo digital sampai hari ini belum masuk kolom peraturan pajak. Bayangkan jika ada sekian persen yang masuk ke kantong negara, yang kemudian bisa dialirkan untuk membangun sekolah atau puskesmas, peluang usaha ini jadi mulia kan?

Jadi, bagaimana? Apakah Anda tertarik jadi repostman atau content creator?

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun