Mohon tunggu...
Arif Khunaifi
Arif Khunaifi Mohon Tunggu... Administrasi - santri abadi

Manusia biasa dari bumi Indonesia .:. Ingin terus belajar agar bermanfaat bagi alam semesta... .:. IG & Twitter: @arifkhunaifi .:. Facebook: Arif Khunaifi .:.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Akibat Menyedihkan dari Menghajar Copet

27 November 2020   17:33 Diperbarui: 27 November 2020   17:48 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika mengenalnya sekitar 9 tahun lalu. Tubuhnya sangat gagah kekar dan atletis. Olahraga model apa saja hampir semuanya dia bisa. Tidak heran memang jika dia dikaruniai tubuh yang sehat dan bugar seperti itu.

Tapi kejadian 3 tahun lalu membuatnya tidak lagi bisa olahraga yang menjadi hobinya. Jangankan olahraga, berjalanpun dia tidak bisa. Kakinya kaku dan sulit untuk digerakkan.  Suatu hari saya menjenguknya dan bertanya,

"Mohon maaf, awalnya kenapa mas, kok sampai begini?"
"Ini awalnya ketika sedang di pasar. Saya mendengar ada beberapa orang yang teriak, copet! copet!. Ternyata copet yang ditunjuk orang-orang itu jalan mengarah kepada saya. Maka langsung saya tendang copet itu hingga jatuh. Orang-orang di pasar kemudian ramai-ramai mengeroyok dan menghajarnya bersama saya." kisahnya.

Dia kemudian melanjutkan,
"Sehari setelah itu kaki saya mulai sakit. Saya anggap sakit biasa saja. Tapi lama-lama kok seperti menjalar ke seluruh tubuh hingga seperti ini. Selain ke dokter, saya juga ke tukang pijat dan alternatif lain untuk berobat. Tapi hasilnya nihil."

Di tengah keluarganya yang makin bingung mencari tempat terapi itulah dia mendengar dari orang pasar bahwa ternyata copet yang dia hajar itu bukanlah copet seperti yang dituduhkan. Justru gerombolan yang teriak copet itu adalah copet  sebenarnya.

Dia menyesal sekali telah melakukan kesalahan itu. Dia juga menyadari bahwa apa yang menimpanya mungkin adalah doa dari orang yang terdzalimi itu. Karena doa orang yang terdzalimi itu mustajabah.
"Sudah coba minta maaf sama dia mas?"

"Itulah masalahnya. Saya dengar dia sudah meninggal dunia setelah kejadian itu. Sedangkan keluarganya, orang pasar tidak ada yang tahu alamatnya. Beberapa orang pasar yang ikut menghajar orang itu juga banyak yang sakit kaku seperti saya. Tapi kebanyakan di bagian tangan."
Dalam hati saya menjawab,

"Urusannya kelas berat kalau sudah hubungan haqqul adami seperti ini."
Tapi tidak saya sampaikan agar tidak semakin memperberat beban sakitnya.

Hal ini tentu juga menjadi pelajaran berharga bagi kita semua ketika menemui kejadian serupa di pasar atau di jalan raya. Tidak perlu latah ikut-ikutan sesuatu yang kita belum ada kejelasan akar masalahnya. Karena boleh jadi itu ulah gerombolan kelompok tertentu yang ingin menjerumuskan orang lain dengan fitnah beramai-ramai.

Begitu juga dalam bermedia sosial. Kita harus berusaha bijaksana mawas diri dan mengendalikan diri untuk tidak mudah ikut-ikutan mengeroyok lewat komentar kepada akun seseorang yang mungkin saat itu sedang diserang publik akibat giringan opini dari kelompok tertentu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun