Mohon tunggu...
Arif Khunaifi
Arif Khunaifi Mohon Tunggu... Administrasi - santri abadi

Manusia biasa dari bumi Indonesia .:. Ingin terus belajar agar bermanfaat bagi alam semesta... .:. IG & Twitter: @arifkhunaifi .:. Facebook: Arif Khunaifi .:.

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Pilihan

Santri Menguji Katajaman Mata Batin

22 Mei 2018   14:03 Diperbarui: 22 Mei 2018   14:05 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Tahun 1999 ada sebuah kisah nyata. Seorang santri bernama Kang Ma'shum dari sebuah pesantren di Jombang berinisiatif mengajak dua santri lain untuk sowan ke pondok Mbah Thoyyib Sumengko-Wringin Anom. Salah seorang sosok kharismatik yang terkenal ketajaman mata batinnya.

Wringin Anom termasuk wilayah Gresik, namun dimana-mana orang mengatakan bahwa Mbah Thoyyib Krian. Karena memang wilayahnya lebih dekat dengan Krian. Sebagaimana tempat tinggal penulis di Balongbendo, orang mengatakan itu wilayah Krian. Padahal sudah beda kecamatan. Untuk menuju tempat Mbah Thoyyib penulis cukup menyeberang sungai. Hehe...

Kembali ke topik cerita. Tidak ada hal yang hendak diutarakan dari keinginan mereka bertiga sowan ke Mbah Thoyib, selain sekedar salaman, minta doa, dan ingin tahu lebih dekat seperti apa sosok yang terkenal unik ini ketika malam hari.

Malam itu, jam dinding kamar pondok menunjukkan pukul 21:30 WIB. Dari kamar atas terlihat pintu gerbang pondok sudah di tutup oleh kamtib pondok. Melihat kondisi seperti itu, kedua sahabatnya hendak mengurungkan niat untuk sowan ke Mbah Thoyib.

"Sudah jam segini kang...pintu gerbang sudah ditutup, kita lewat mana?" tanya temannya.

"Oh...gampang itu, kita lewat atap genteng kiai saja, nanti kalau sudah dekat talang air kita lompat ke halaman rumah.!?" sahutnya menawarkan solusi.

Sebenarnya kedua temannya ragu atas solusi yang diajukannya. Setelah diyakinkan bahwa kalau ada apa-apa dialah yang bertanggung jawab, akhirnya mereka berdua pun bersedia.

Malam itu mereka bertiga mengendap-endap merayap diatas genteng rumah kiai. Kedua temannya sudah sampai duluan di ujung talang air dan segera saja melompat ke halaman rumah. Kini hanya tinggal dia sendiri yang masih ditengah atap, dan tiba-tiba,

"Kletheekkk"

Salah satu genteng retak terinjak diiringi bunyi suara berdehem dari arah bawah. Antara takut dan khawatir ketahuan, ketika sampai diujung talang air dia pun melompat dan lari pontang-panting dengan mereka berdua yang sudah menunggu dengan was-was.

Mereka naik bus jurusan Surabaya turun di depan Masjid Jami' dekat pasar Krian. Jam tangan menunjukkan pukul 23:00 WIB. Setelah berjalan kaki selama dua jam, sekitar jam 1 dini hari mereka sudah sampai depan pondok. Malam itu, Alloh memberi kesempatan kepada mereka bisa menjumpai beliau sedang khusyuk berdzikir di mihrobnya.

Tak berapa lama kemudian beliau menoleh kebelakang dan beranjak bangkit menghampiri mereka dan dua orang tamu. Setelah kedua tamu dan temannya bersalaman, tibalah giliran Kang Ma'shum bersalaman dengan beliau, tetapi tanpa diduga tangannya ditepis.

Setelah urusan dengan tamu lain selesai, mereka pun keluar dan Mbah Thoyyib bertanya;
"Ada apa kemari ?" tanya beliau dengan sorot mata tajam.
"Kami mau minta barokah doa kiai". Pada kesempatan itu, kembali dia berusaha menyalami tangan beliau, tapi tetap saja ditepis oleh beliau. Dia coba lagi, ditepis lagi, coba lagi ditepis lagi.

Sambil berjalan mengikuti beliau melangkah keluar, beliau memberikan nasehatnya, dan dia pun tidak putus asa agar bisa menyalami beliau, tapi tetap saja ditepisnya. Begitu sampai depan serambi masjid, tiba-tiba beliau membalikkan badan dan menatapnya dengan tajam. Lalu beliau berujar;

"Kamu tahu kenapa saya enggan kamu salami tangan saya?".
"Maaf kiai, saya tidak tahu ?" jawabnya gemetar.
"Kamu ini, jadi santri kok nakal (mbeling) betul, kepala kiai sendiri kok di injak-injak, sudah begitu tidak pamitan dulu sama kiaimu !!". sahut beliau.
Sejenak beliau diam, sorot matanya yang tajam terus memandanginya yang kebingungan dan salah tingkah. Dalam benaknya berkata "Kapan saya nginjak kepala kiai?", Kalau tidak pamitan memang iya..."

Tiba-tiba beliau nyeletuk; "Masih belum merasa juga !!!".

Dia semakin bingung. Seketika suara beliau terdengar lembut ditelinganya.
"Jangan diulangi lagi ya...Nih."

Beliau menyodorkan tangannya dan dia ciumi sepuasnya. Setelah didoakan, mereka pun pamit pulang, dan tak lupa menyempatkan lagi mencium kembali tangan lembutnya. Kini, mereka tahu dengan mata kepala sendiri bagaimana ketajaman mata batin Mbah Thoyyib yang kemudian wafat pada tahun 2003.

***

Penulis mengambil kisah Mbah Thoyyib di atas agar pikiran pembaca yang ingin tahu contoh ketajaman mata batin tidak menjangkau terlalu jauh. Baik waktu, tokoh maupun tempat. Karena kita tahu, bahwa kisah ketajaman mata batin sudah terbukti dan tidak dapat diragukan lagi juga dimiliki oleh Nabi Muhammad Saw dan para sahabatnya.

Bagaimana ketajaman mata batin itu bisa terasah?. Karena mereka mengikuti apa yang telah diteladankan oleh Kanjeng Nabi Saw yang dirasa mampu dengan ikhlas, sabar dan istiqamah. Mbah Thoyyib yang selalu riyadhah, tirakat, tidur di tikar pandan dan dermawan hanya salah satu contoh saja diantara ribuan atau bahkan berjuta umat Kanjeng Nabi Saw yang diberikan oleh Allah Swt ketajaman mata batin baik yang masih hidup maupun sudah meninggal dunia.

Mengapa penulis tidak menggunakan contoh mereka yang masih hidup? Dikarenakan mereka yang masih hidup punya kemungkinan hidupnya akan berubah seiring berubahnya zaman. Sedangkan mereka yang sudah wafat sudah bahwa kebaikannya bertahan sampai akhir hayat. Wallahu a'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun