Mohon tunggu...
Arifin Muhammad Ade
Arifin Muhammad Ade Mohon Tunggu... Buruh - Pemerhati Lingkungan

"Aku tidak punya cukup uang untuk mengelilingi dunia, tapi dengan buku aku dapat mengenal dunia"

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Krisis Ekologi Berkelanjutan, Sampai Kapan?

22 Februari 2020   00:02 Diperbarui: 22 Februari 2020   00:04 1311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi diagram olahan pribadi

Kepedulian akan kelestarian lingkungan hidup mulai marak dikampanyekan akhir-akhir ini. Keprihatinan melihat kondisi bumi yang semakin terdegradasi akibat ulah manusia memicu aksi dari berbagai pihak untuk sama-sama mencari solusi guna menyelamatkan krisis berkepanjangan yang melanda planet bumi.

Perhatian terhadap kelestarian lingkungan tidak saja datang dari pihak pemerhati lingkungan, mengingat permasalahan lingkungan hidup adalah persoalan yang sangat kompleks. 

Maka, menjawab kompleksitas persoalan lingkungan pun membutuhkan perhatian dari berbagai pihak. Tidak mengherankan, jika kini banyak kalangan yang menaruh perhatian terhadap isu-isu ekologi.

Poin penting yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini adalah bahwa selama ini minset berpikir kita cenderung mengadopsi cara-cara berpikir kapitalistik. 

Cara berpikir yang mengajarkan kita untuk terus mengejar pertumbuhan ekonomi tiada henti. Cara berpikir yang mengajarkan kita sepanjang waktu bahwa hanya pertumbuhan ekonomi yang dapat membuat kehidupan menjadi lebih baik.

Otto Soemarwoto (1991) dalam bukunya Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, menjelaskan bahwa dalam usaha memperbaiki mutu hidup, harus dijaga agar kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan pada tingkat lebih tinggi tidak menjadi rusak. Sebab kalau kerusakan terjadi, bukannya perbaikan mutu hidup yang dicapai, melainkan justru kemerosotan.

Lebih lanjut, James Gustave Speth dalam Lingkungan Hidup dan Kapitalisme  menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi boleh jadi agama sekuler yang dianut dunia, tapi bagi sebagian besar belahan dunia ini adalah dewa yang gagal. 

Disamping itu Ia menambahkan bahwa dorongan tiada akhir untuk menumbuhkan perekonomian di Amerika Serikat secara keseluruhan telah melemahkan masyarakat dan lingkungan (F. Magdof & J.B Foster, 2018).

Gagasan dari dua tokoh diatas, terkait dengan pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan, memberikan pandangan serta membuka wawasan kita bahwasannya pertumbuhan ekonomi tidak bisa tumbuh secara tak terbatas pada lingkungan yang terbatas. Artinya, perekonomi akan runtuh jika kondisi lingkungan semakin terdegradasi.

Analoginya, jika sumber daya alam terus dieksploitasi dengan dalil untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan aspek ekologi, maka kondisi lingkungan akan semakin rusak. Hal ini akan menyebabkan krisis ekologi berkelanjutan. Alih-alih ingin mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan yang terjadi justru pengrusakan yang berkelanjutan.

Di era sekarang, dimana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, pemanfaatan teknologi untuk menggeruk semakin banyak sumber daya alam dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diharapkan dapat menjadi solusi bagi krisi ekologi, justru digunakan sebagai media untuk mengeksploitasi alam dengan semakin intensif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun