Mohon tunggu...
Arifin Muhammad Ade
Arifin Muhammad Ade Mohon Tunggu... Buruh - Pemerhati Lingkungan

"Aku tidak punya cukup uang untuk mengelilingi dunia, tapi dengan buku aku dapat mengenal dunia"

Selanjutnya

Tutup

Nature

GALASI, Sebuah Culture Ecology Masyarakat Tidore

21 Februari 2020   17:45 Diperbarui: 21 Februari 2020   17:54 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi Galasi/Marong Masyarakat Kalaodi/praktikcerdas.bakti.or.id

Perubahan iklim global terus berlangsung, perubahan tersebut sangat mempengaruhi berbagai kerusakan lingkungan baik ditataran global, kawasan, nasional maupun lokal. Hal itu berpengaruh pula terhadap keberadaan manusia secara keseluruhan. Mengingat perubahan lingkungan yang terjadi begitu cepat, sudah sepatutnya dilakukan langkah penyelamatan bersama dari semua pihak.

Penyelamatan tersebut tentunya harus melibatkan berbagai pelaku dengan multipendekatan. Salah satu pendekatan tersebut adalah melalui kajian ekologi budaya (culture ecology). Untuk pertama kali, kajian mengenai culture ecology dikenalkan oleh Julian Steward pada tahun 1930. Inti dari ekologi budaya adalah memahami lingkungan dalam perspektif budaya ataupun sebaliknya, memahami budaya dalam perspektif lingkungan.

Kerusakan lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini, diberbagai belahan dunia adalah akibat dari perubahan pola pikir manusia yang lebih melihat alam sebagai komoditas untuk di eksploitasi. Dan, dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih dan modern, dalam waktu singkat kondisi lingkungan/alam dapat dirubah dalam sekejab. Sehingga dapat dibenarkan bahwa, kemajuan teknologi yang semakin pesat diabad ke 21 ini, semakin memperburuk kondisi alam (bumi) yang kita huni ini.

Dengan pesatnya perkembangan teknologi, banyak para pakar berpendapat bahwa, masalah-masalah lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini dapat diselesaikan dengan penggunaan teknologi mutakhir. Namun nyatanya, hadirnya teknologi justeru lebih banyak memberikan dampak negatif daripada dampak positif bagi lingkungan.

Menyudahi persoalan lingkungan yang semakin kritis memang terasa sulit, dikala masyarakat modern sudah tergantung dengan teknologi yang semakin memudahkan manusia untuk beraktifitas. Kita juga tidak bisa kembali kemasa lalu untuk mengembalikan kondisi lingkungan/alam seperti sedia kala. Tetapi, paling tidak untuk membangun keharmonisan dengan alam dapat dilakukan dengan menggali kembali kearifan-kearifan lokal yang tenggelam dalam arus globalisasi.

Kearifan lokal (local wisdom) yang tradisional memang terdengar kuno dan ketinggalan zaman diera millenium ini. Akan tetapi, melestarikan lingkungan berbasis kearifan lokal justeru semakin terasa efeknya. Karena, kearifan lokal mencakup semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, wawasan, serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupannya didalam komunitas ekologis (Sonny Keraf, 2002).

Mengacu pada pemikiran Sonny Keraf diatas maka, tradisi galasi yang berada di Kota Tidore Kepulauan merupakan salah satu pemahaman, wawasan dan kebiasaan yang melekat pada masyarakat tradisional Tidore yang dalam implementasinya lebih memperhatikan aspek lingkungan (ekologis).

Sepintas, tradisi galasi adalah salah satu kearifan lokal yang diterapkan dalam aktifitas bercocok tanam, atau dalam penerapannya lebih ke mengelolah lahan pertanian. Galasi merupakan bentuk kerjasama pada aktifitas/pekerjaan dibidang pertanian. Pekerjaan yang dilakukan seperti membuka lahan tanam yang baru atau membersikan kebun dengan diiringi nyanyian-nyanyian yang disebut dengan romoro. Dengan sistem bekerja yang menggunakan waktu (jam pasir), galasi dalam penerapannya bersifat timbal balik karena yang pernah dibantu, harus membantu kembali bila saatnya diperlukan.

Ada dua poin penting mengapa Galasi sebagai salah satu kearifan lokal disebut sebagai sebuah culture ecology, yaitu:

Pertama, galasi telah menerapkan sistem pertanian berkelanjutan karena berhasil mengintegrasikan secara komprehensif antara aspek lingkungan hingga sosial ekonomi masyarakat pertanian. Suatu mekanisme bertani yang dapat memenuhi kriteria keuntungan ekonomi, keuntungan sosial bagi keluarga tani dan masyarakat, dan konservasi lingkungan secara berkelanjutan.

Filosofi galasi juga berisi suatu ajakan moral untuk berbuat kebajikan pada lingkungan sumber daya alam dengan mempertimbangkan tiga alasan yaitu (1). Kesadaran lingkungan. Sistem budi daya pertanian tidak boleh menyimpang dari sistem ekologis yang ada. (2). Bernilai Ekonomis. Sistem pertanian harus mengacu pada pertimbangan untung rugi, baik bagi diri sendiri dan orang lain untuk jangka pendek dan jangka panjang, serta bagi organisme dalam sistem ekologi maupun diluar sistem ekologi. (3). Berwatak Sosial dan Kemasyarakatan. Sistem pertanian harus selaras dengan norma-norma sosial dan budaya yang dianut dan dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun