Mohon tunggu...
arifah wulansari
arifah wulansari Mohon Tunggu... Administrasi - lifestyle blogger

Menulis untuk belajar. Kunjungi blog saya di www.arifahwulansari.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pentingnya Ruang Publik Kota dalam Membentuk Karakter Bangsa

29 September 2015   19:57 Diperbarui: 30 September 2015   13:07 998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

We shape our public spaces, and Thereafter, our public spaces shape us (Winston Churchill)

Pada tanggal 5 Oktober 2015, seluruh dunia akan memperingati Hari Habitat Dunia (HHD). Di Indonesia peringatan ini rutin diselenggarakan oleh Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupr) sebagai wujud kepedulian terhadap pemenuhan kebutuhan perumahan dan pemukiman yang layak bagi seluruh lapisan masyarakat. Selain itu peringatan ini juga diharapkan mampu meningkatkan kesadaran bertanggungjawab semua pihak terkait demi kelangsungan habitat manusia di masa depan. Pada peringatan HHD tahun ini, PBB mengangkat tema “Public Space For All” untuk mengangkat isu tentang ruang publik. Tujuannya adalah untuk mendorong upaya pemerintah dalam menyediakan ruang publik yang dapat diakses serta dimanfaatkan oleh semua orang tanpa terkecuali. 

Keberadaan ruang publik dalam suatu kota merupakan salah satu indikator kualitas hidup warganya. Ruang publik pada dasarnya merupakan suatu wadah yang dapat menampung aktivitas tertentu dari masyarakatnya, baik secara individu maupun secara kelompok, dimana bentuk ruang publik ini sangat tergantung pada pola dan susunan massa bangunan. Menurut sifatnya, ruang publik terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
  1. Ruang publik tertutup : adalah ruang publik yang terdapat di dalam suatu bangunan atau sering disebut ruang terbuka non hijau (RTNH). 
  2. Ruang publik terbuka : yaitu ruang publik yang berada di luar bangunan yang sering juga disebut ruang terbuka hijau (RTH).

Sayangnya, keberadaan ruang publik kota di Indonesia semakin lama malah makin diabaikan oleh pembuat dan pelaksana kebijakan tata ruang wilayah, sehingga ruang yang sangat penting ini kini jumlahnya semakin berkurang.

Di daerah perkotaan, kebutuhan ruang publik untuk sosialisasi anak menjadi satu masalah di lingkungan perumahan dan permukiman. Saat ini keberadaan ruang terbuka di lingkungan perumahan dan pemukiman memang semakin minim karena lebih banyak dimanfaatkan untuk bangunan sekolah, hotel, mall atau fasilitas lain. Kondisi ini menyebabkan anak-anak terpaksa harus memanfaatkan ruang lain untuk bersosialisasi seperti memakai tepi jalan atau gang untuk bermain bola, menggunakan tepi rel kereta api untuk bermain layang-layang dan lain sebagainya. 

Masalah yang sama juga dialami oleh anak saya yang saat ini berusia 6 tahun. Kami tinggal di pinggiran kota Jogja dan posisi rumah tepat di tepi jalan raya. Ketika anak saya butuh ruang terbuka sebagai sarana bermain di luar rumah, atau ingin menghirup udara segar sambil bermain dan berlari-larian dengan teman seusianya, kami bingung hendak mengajaknya bermain kemana karena halaman rumah kami juga sempit sementara keberadaan ruang publik di sekitar lingkungan tempat tinggal kami juga saat ini semakin terbatas.

Untungnya sebagai orangtua, saya masih mampu menyekolahkan anak saya di sekolah yang memiliki ruang terbuka untuk bermain yang cukup luas. Selain itu saat libur akhir pekan tiba, kami juga bisa mengakses ruang publik milik swasta seperti plaza, mall, kolam renang, taman bermain atau mengajaknya berlibur ke luar kota. Namun tentunya kami harus mengeluarkan cukup banyak uang untuk bisa menikmati suasana santai dan menemani anak bermain di ruang publik milik privat tersebut. 

Lalu bagaimana nasib anak-anak perkotaan yang orangtuanya tidak mampu mengakses ruang-ruang publik komersial milik privat semacam itu? Padahal di usia anak-anak kebutuhan bermain di ruang terbuka memiliki peran yang sangat penting. Selain prestasi akademik, indikator perkembangan anak juga dilihat dari waktu yang digunakan bersama keluarga, berinteraksi dengan teman, dan bagaimana anak menikmati waktu luang untuk mengembangkan fungsi eksekutif dan keterampilannya. Hal ini dikemukakan oleh DR. Ashok Jansari, peneliti psikologi dari University of East London. Dikatakan bahwa bermain merupakan sarana anak-anak untuk mengembangkan diri secara optimal, baik dalam aspek motorik, sosial-emosional, kognitif, dan bahasa. Bermain adalah bagian penting dari perkembangan anak, yang nantinya akan mendukung pembentukan keterampilan hidup anak di masa dewasa, yaitu saat mereka bekerja, berorganisasi dan berkeluarga. Menurut DR. Ashok Jansari, fungsi eksekutif yang terasah dari anak-anak yang bermain di ruang terbuka itu sangat banyak. Mereka bisa belajar tentang kegigihan, kreativitas, organisasi, kontrol diri, ketekunan jiwa, keterampilan sosial, kemandirian, hingga menumbuhkan rasa percaya diri. 

Sayangnya area terbuka di Jogjakarta yang diharapkan bisa digunakan untuk arena bermain saat ini masih sangat minim. Menurut ketua komisi C DPRD Kota Jogja, hanya ada 20% RW yang punya ruang publik layak berupa lahan terbuka untuk sarana sosialisasi dan interaksi warga. Ketersediaan taman interaktif yang berfungsi sebagai ruang publik juga masih sangat minim. Seharusnya 1 RW punya 1 taman interaktif, namun menurut data Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Jogjakarta dari 615 RW, baru ada 30 RW yang memiliki taman interaktif.

Sebagai warga kota Jogjakarta, saya memimpikan tersedianya sebuah ruang terbuka yang rindang oleh pepohonan sehingga anak-anak bisa bebas bermain dengan nyaman dan para orangtua juga bisa duduk santai menikmati waktu istirahat sambil beraktifitas ringan atau sekedar bercengkerama. Namun sayangnya, hingga kini impian tersebut belum dapat terwujud meskipun ruang terbuka semacam ini kini telah menjadi sebuah syarat yang harus ada di setiap kota.

Pentingnya Ruang Publik Kota Bagi Kelangsungan Habitat Manusia dan Pembentukan Karakter Bangsa

Kondisi bumi kita kini kian memburuk akibat dari pemanasan global sehingga masalah penghijauan dan kelestarian menjadi perhatian serius bagi seluruh masyarakat dunia. Menurut aturan internasional, kini suatu kota diharuskan memiliki ruang terbuka hijau minimal 30 % dari luas kota. Kesepakatan internasional ini juga di dukung oleh pemerintah indonesia dengan menetapkan aturan agar daerah perkotaan mempunyai ruang hijau publik minimal 20% dari luas kawasan perkotaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun