Mohon tunggu...
Arif Nurdiansah
Arif Nurdiansah Mohon Tunggu... lainnya -

@arifnurdiansah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perpustakaan dan Kebijakan Asal-asalan

1 Juli 2013   17:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:09 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perpustakaan seringkali menjadi korban dari kebijakan asal-asalan. Bukti terbaru adalah kebijakan Jokowi sebagai Gubernur DKI yang telah memutasi Walikota Jakarta Selatan menjadi Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah.

Sebelumnya, Yogyakarta sebagai penyandang predikat kota pelajar telah lebih dulu memutasi Sekda Kulonprogo menjadi Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY. Kenyataan ini semakin menambah panjang daftar kepala daerah yang memutasi pejabatnya -yang tidak kompeten- untuk menjadi Kepala Perpustakaan dan Arsip Daerah.

Kebijakan tersebut dinilai asal-asalan karena sebelum dimutasi, pemerintah daerah tidak lebih dulu melakukan uji kelayakan dan kepatutan secara komprehensif terhadap pejabat yang ingin ditempatkan. Kalaupun ada, mekanismenya tidak transparan dan akuntabel. Maka wajar jika publik curiga bahwa pejabat yang dimutasi ke perpustakaan adalah pejabat bermasalah, tidak berkualitas atau sedang menunggu pensiun.

Kecurigaan publik semakin nyata dengan adanya penolakan terhadap kebijakan tersebut, khususnya organisasi profesi Pustakawan. Kebijakan tersebut juga semakin menguatkan anekdot yang selama ini diyakini Pustakawan, bahwa Perpustakaan menjadi tempat pembuangan.

Secara langsung kebijakan yang selama ini dilakukan oleh para kepala daerah bertentangan dengan UU Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan, khususnya pasal 30 yang mengatakan bahwa Perpustakaan nasional, perpustakaan umum pemerintah, perpustakaan umum kabupaten/kota, dan perpustakaan perguruan tinggi dipimpin oleh pustakawan atau oleh tenaga ahli dalam bidang perpustakaan.

Dalam UU disebutkan bahwa sedikitnya Perpustakaan memiliki tiga fungsi utama yaitu, pertama, sebagai wahana belajar sepanjang hayat mengembangkan potensi masyarakat agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan nasional.

Kedua, perpustakaan diharapkan dapat menjadi salah satu upaya untuk memajukan kebudayaan nasional, perpustakaan merupakan wahana pelestarian kekayaan budaya bangsa. Ketiga, dalam rangka meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa, perlu ditumbuhkan budaya gemar membaca melalui pengembangan dan pendayagunaan perpustakaan sebagai sumber informasi yang berupa karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam.

Sejarah mencatat, perpustakaan sudah ada lebih dari 3000 tahun sebelum masehi di Sumeria dan Babilonia. Perkembangannya semakin berkembang pesat dan memiliki posisi penting dalam perkembangan sebuah negara dan bahkan peradaban, khususnya Islam. Sejarah juga mencatat runtuhnya peradaban islam dan peradaban-peradaban lain di dunia disebabkan oleh hancurnya perpustakaan akibat perang. Perpustakaan adalah identitas, jika ingin merusak wajah sebuah negara maka hancurkan saja perpustakaannya.

Mengingat fungsi dan perannya yang sangat signifikan, maka pengelolaan perpustakaan tidak seperti mengelola warung internet, dimana yang dibutuhkan hanya mereka yang memiliki pengetahuan tentang bagaimana mengoperasikan komputer dan melek teknologi. Untuk menjadi pustakawan, dibutuhkan syarat keahlian dan kekhususan, serta memiliki visi sehingga mampu merencanakan dan mengembangkan perpustakaan ditengah persaingan dengan media-media penyedia informasi yang lebih canggih. Jika tidak dimiliki, perpustakaan hanya akan menjadi tempat betumpuknya buku-buku yang semakin lama hilang ditelan peradaban.

Pustakawan adalah profesi. Profesi menurut Soekarman (2004) merupakan sejenis pekerjaan atau lapangan pekerjaan yang untuk melaksanakannya dengan baik memerlukan keterampilan dan keahlian khusus yang diperoleh dari pendidikan atau pelatihan secara berkesinambungan sesuai dengan perkembangan bidang pekerjaan yang bersangkutan.

Pertanyaannya kemudian, apa yang akan terjadi dengan masa depan Indonesia, ketika perpustakaan sebagai sarana belajar, pelestarian serta pengembangan budaya dan alat untuk mencerdaskan anak bangsa dipimpin oleh orang yang tidak tahu dan paham?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun