Mohon tunggu...
Arie Putra
Arie Putra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Membaca, menulis, travelling, semuanya direnungkan

Saya tinggal di Labuan Bajo. Mengurus website www.komodooneclick.com yang menyediakan tour di wilayah Taman National Komodo dan Pulau Flores.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lima Ratus Kata Kisah Ayah Pemula

16 Mei 2019   22:03 Diperbarui: 16 Mei 2019   22:11 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum seluruh ingatan luruh diterjang waktu, aku ingin mengabadikan seluruhnya di sini. 

Apa daya ingatan sebatas ingatan? Pupus nanti akhirnya jika seluruh hari berubah malam, umur menjadi tua, dan langit tidak lagi sewajar dan indah saat ini.

Begitulah. Aku ingin membendung kerentanan waktu ini dengan menulis kisah seribu kata kepadamu.

Satu

Kau lahir di sebuah rumah sakit yang tidak jauh dari rumah kontrakan tua nan reot itu. Demi mempertahankan karir dan harapan masa depan yang baik, aku dan ibumu bertahan di rumah itu sampai kamu lahir.

Ibumu tidak sanggup menahan sakit menjelang kelahiranmu sehingga aku memutuskan untuk operasi. 

Berat memang saat aku membubuhkan tanda tangan kesediaan untuk menanggung resiko operasi kelahiranmu baik bagi ibumu maupun bagi kamu sendiri. 

Tapi tekatku sudah dibulatkan. Apalagi ibumu terus-terus saja histeris kesakitan. 

Pukul 14:30 menjelang sore, setelah beberapa menit paling lambat itu berlalu dari hidupku. Aku tak mendengar isak tangismu dari luar pintu yang dikunci dobel-dobel. Sampai pada klimaksnya penantianku, bidan rumah sakit membopong tubuhmu yang mungil, hampir tak bersuara. 

Aku mengecup keningmu yang masih basah. Selamat datang anakku, ucapku dalam hati. 

Lega rasanya melihatmu nyata di hadapanku. Bayi perempuan pertama seorang laki-laki yang menjadi ayah di usia 28 tahun. Aku tentu bersyukur kepada Tuhanku. 

Kau pun dibawa ke ruang khusus untuk dilakukan pemeriksaan khusus sesuai prosedur rumah sakit. Sedang aku, masih tertahan di depan pintu ruang operasi. Ibumu masih di dalam. 

Dua

Aku memutuskan untuk memberimu nama Greta. Aku ingat, seorang turis Kanada pernah menanyai nama untuk bayi perempuanku nanti. Aku jawab, aku akan memberinya nama Greta. Mengapa memilih nama itu, orang Kanada itu bertanya. 

Aku terinspirasi oleh seorang anak perempuan pejuang perubahan iklim yang bernama Greta Thunberg. Anak ini cerdas dan memahami masalah global tentang bahaya perubahan iklim ekstrim yang disebabkan oleh gaya hidup manusia saat ini. Greta nekat bolos sekolah untuk turun ke jalan mengkampanyekan bahaya perubahan iklim. 

Greta anakku, saya terinspirasi oleh anak cerdas dari belahan dunia bagian barat ini. Aku ingin kau bertumbuh menjadi person yang hebat yang bisa membawa perubahan untuk kemanusiaan. 

Begitulah namamu ditemukan. Tak hanya Greta, aku ingin kau memiliki nama yang berciri khas Indonesia. Seorang penyair bernama Julia Utami, memberimu nama tengah: Ananta. Aku suka nama ini. Sebab ada kaitannya dengan pengarang terbaik bangsa ini yaitu Pramoedya Ananta Toer. Aku pembaca Pramoedya. Pra skripsiku dulu menulis tentang pengarang ini.

Lengkaplah kini. Kau mempunyai nama dari hasil renungan yang serius. Semoga jiwamu bertumbuh menjadi manusia, menjadi perempuan terpandang layaknya Nyai Ontosoroh dalam kisah Bumi Manusia karya Pram yang melegenda itu.

Tiga

(Menjadi Ayah Pemula)

Kau bertumbuh hari demi hari. Tangismu mulai pecah kadang tengah malam saat lelap-lelapnya kami tidur. Tapi itu hanya sebentar. Setelah popokmu diganti, kau pun tidur kembali. 

Aku belajar bersama ibumu menjadi orangtuamu. Dengan sedikit uang yang aku cari dari pekerjaan yang tak tentu di Ibukota, kita memenuhi kebutuhan rumah tangga apa adanya. 

Tak ada yang spesial dalam pilihan makanan keluarga kita. Tapi, tidak ada rasa bosan. Toh kita baru memulai, aku dan ibumu masih orangtua pemula. 

Begitulah Greta. Sampai tulisan ini kubuat, kau masih menangis minta didekap. Sebenarnya masih harus kulanjutkan sampai seribu kata kisah ini, tapi tangismu terus menjadi-jadi.

Aku hentikan pena ini di sini. Nanti kau yang melanjutkannya, Greta Anantaku.

Labuan Bajo, 2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun