Mohon tunggu...
M. Agus Arianda
M. Agus Arianda Mohon Tunggu... -

I'm just a simple person from Empat Lawang Regency

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Perkawinan" Media dan Politik

2 September 2016   15:54 Diperbarui: 2 September 2016   18:05 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkawinan media dan politik tak terlepas dari bisnis dan kepentingan materiil para pelaku keduanya, masyarakat heterogen secara perlahan  berubah pola pikirnya terhadap suatu isu politik yang timbul, ada yang cerdas dalam menyaring dan menerima informasi yang disampaikan media, Namun tidak sedikit pula masyarakat awam yang menerima dan langsung percaya terhadap informasi yang disampaikan media.

Hal ini sebenarnya dapat menjerumuskan media pada krisis kepercayaan  karena masyarakat terus terdidik dan berkembang pengetahuannya terhadap sumber – sumber informasi yang diperoleh, perkembangan masyarakat tersebut itulah yang perlahan meninggalkan media atas dasar ketidakpercayaan.

Berkaitan dengan politik yang tak lepas isu KKN ( korupsi, kolusi, dan nepotisme ) yang merupakan bahan berita yang sangat  berpengaruh terhadap masyarakat, media yang mengalami perkawinan dengan politik harus bisa membungkam isu tersebut agar keberlangsung politik dapat terus berjalan dan citra para pelakunya tidak tergerus oleh isu tersebut. Perkawinan antara penguasa politik dan penguasa media dapat mengakibatkan lahirnya ancaman yang bisa jauh lebih besar. 

Bukan sekedar nilai materil kerugian instansi terkait, tetapi juga nilai imateril kerugian bagi negara maupun masyarakat. Tidak ada idealisme atas nama rakyat dalam perkawinan tersebut, Karena perkawinan tersebut muncul akibat ambisi dan kepentingan konglomerat belaka. Media yang seharusnya berperan sebagai control pemerintah justru dimanfaatkan sebagai senjata ampuh untuk melanggengkan ataupun memuluskan kekuasaan dan kepentingan mereka.

Apa yang menjadi penyebab awal dalam perkawinan media dan politik yaitu adanya unsur kepentingan untuk dapat berpengaruh lebih tehadap jalannya roda dan sisitem pemerintahan. Sistem pemerintahan saat ini sangat lekat dengan sistem kepartaian. dimana partai adalah satu-satunya akses masuk untuk dapat menuju kekuasaan didalam organisasi kepemerintahan. Sistem pengkaderan partai yanglebih mengutamakan orang didalam partai untuk dapat duduk di kursi suatu pemerintahan semakin membuat sulit orang diluar partai untuk dapat duduk di kursi pemerintahan. Karena itulah satu-satunya jalan dan harapan adalah melalui tokoh independen yang sama sekali tidak berkaitan dengan sistem kepartaian. Munculnya sosok independen yang diharapkan sebagai pemecah monopoli kekuasaan partai justru membuat masalah tersendiri. Terutama ketika kedua kubu masing-masing membawa kepentingan yang berbeda dan bertolak belakang. Bagaimanapun juga sistem pemerintahan saat ini menempatkan para elit partai sebagai pengontrol maupun pendukung suatu pemerintahan. Baik pemimpin independen maupun para elit partai memiliki basis massa (suara pemilih) yang berbeda. Sehingga potensi lahirnya suatu konflik yang terburuk bukanlah pada pertikaian antara dua kubu yang sama - sama mengklaim atas nama dan didukung oleh rakyat, dan berimbas pada jalannya pemerintahan saja. Melainkan pertikaian diantara masyarakat itu sendiri antara pendukung dua kubu tersebut yang berpotensi memecah belah dan mengkotak-kotakan masyarakat.

Pemimpin independen yang berperan sebagai agen penguasa media untuk menembus akses ke pemerintahan mendapat dukungan penuh dari konglomerasi penguasa media berita. Dalam rangka menjaga eksistensi dan memberikan perlawanan terhadap tekanan dan serangan elit politik partai, seringkali dukungan tersebut cenderung bersifat menghalalkan segala cara dan melabrak batasan-batasan kode etis jurnalis yang menjadi idealisme mereka. Upaya kotor dalam rangka memoles dan mencitrakan pemimpin agen penguasa media sekaligus menjadikan elit-elit partai sebagai public enemy yang jelas-jelas bertentangan dengan prinsip obyektifitas dalam jurnalisme media. Upaya tersebut cukup sukses dalam menghasut opini masyarakat untuk mendukung atau memusuhi pihak tertentu. 

Siapapun yang mereka dukung akan dicitrakan sebagai sosok yang bersih, jujur, anti korupsi, tegas, dan populer, disisi lain mereka selalu menutupi sisi buruk orang tersebut, dengan memanipulasi atau rekayasa halus penggiringan opini publik. Sedangkan yang menjadi lawan politik mereka akan dicitrakan sebagai sosok yang korup, sewenang - wenang, culas, oportunis, dan dimusuhi oleh banyak pihak, disisi lain setiap kelebihan dan prestasi yang dimiliki selalu ditutupi dan dibuat sederhana dalam pemberitaan.

Upaya pembunuhan karakter lawan politik tersebut sangat membahayakan tujuan dari sistem demokrasi. Karena hal tersebut tidak jauh berbeda dengan kampanye hitam yang dapat merusak semangat keadilan dan sportivitas dalam berpolitik. Rekayasa opini publik ditengah kerancuan politik juga dapat membuat masyarakat kesulitan dalam menilai sosok pemimpin yang akan mereka pilih, akibat dari bias dan ketiadaan informasi yang benar mengenai sosok pemimpin tersebut.

Yang terburuk adalah bergesernya nilai-nilai dan standar ideal dari seseorang pemimpin. Yang dilakukan hanya sekedar untuk menyesuaikan dan membenarkan karakter pemimpin yang mereka citrakan sebagai sosok yang ideal. Pencitraan yang dapat disebut juga sebagai provokasi positif dapat menciptakan fanatisme berlebihan dalam menilai sosok yang dianggap tidak pernah berbuat salah. Terlebih dengan berbagai unsur - unsur rekayasa pembenaran media berita yang tidak ubahnya sebagai penipuan publik menciptakan pro dan kontra masyarakat mengenai wujud asli dari sosok tersebut. Ketika idealisme bertemu dengan fanatisme membuat masyarakat semakin terpecah belah dan bermusuhan dalam perdebatan yang sengit. 

Dan pada akhirnya penipuan dan rekayasa akan melahirkan sikap apatis dan sinisme masyarakat yang sekali lagi dapat melahirkan permusuhan diantara pendukung dua kubu. Dapat disimpulkan, setidaknya ada lima bahaya dan ancaman besar dari perkawinan elit politik dengan elite media dalam upaya berdemokrasi. 

Yaitu, pertama, tidak sehatnya iklim demokrasi yang berkaitan dengan hak berpendapat dan berekspresi karena pemberitaan media telah menjadi subyektif, bias, tidak adil, dan tendensius, kedua, merusak tatanan tradisi dan budaya berpolitik yang telah terpelihara dengan baik, ketiga, menciptakan permusuhan diantara pemimpin dan elit politik yang dapat mengganggu efektifitas jalannya pemerintah, keempat gagalnya sistem pemilihan dalam usaha untuk melahirkan para pemimpin yang benar-benar berkualitas dan berintegritas, Dan yang kelima, semakin memperuncing permusuhan dan menghilangnya daya dan pola pikir kritis serta kebijaksanaan masyarakat dalam kemampuan untuk dapat menilai seorang figur pemimpin yang sesuai dengan kebutuhan bangsa dan negara yang sebenarnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun