Mohon tunggu...
Arief Nur Rohman
Arief Nur Rohman Mohon Tunggu... Guru - Manusia

Pegiat Moderasi Beragama Provinsi Jawa Barat. Menaruh minat pada Pendidikan, Pengembangan Literasi, Sosial, Kebudayaan, dan Pemikiran KeIslaman.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Idul Fitri: Momentum Mendidik Diri

2 Mei 2022   07:23 Diperbarui: 2 Mei 2022   07:26 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halaman muka (Sumber: Dok. Pribadi) Desain by. Canva

Bulan Ramadan, manusia diajak untuk selalu mendidik dirinya dalam ketaatan, kejujuran, dan keikhlasan. Baik dalam bentuk ibadah ritual-vertikal maupun ibadah sosial-horizontal. Satu bulan kita lalui Ramadan. Ramadan yang penuh dengan kesyahduan dan kehusyukan ibadah. Ramadan yang di dalamnya doa-doa, ratapan, dan pengharapannya mustajabah. Ramadan yang meninggalkan jejak indah dalam sejarah.

Melewati Ramadan, dan bulan-bulan sebelum Ramadan, tentunya manusia tidak luput dari noda dan dosa yang melumuri dirinya. Dosa yang terucap dan diperbuat. Baik pada diri sendiri maupun pada orang lain. Bahkan seorang saleh pun pernah sesekali dalam hidupnya melakukan kesalahan. Orang saleh sejati adalah bukan mereka yang tidak pernah berbuat salah. 

Melainkan orang yang dengan penuh kesadaran diri mengakui pernah berbuat salah. Sehingga timbul kesadaran dalam dirinya untuk senantiasa mengoreksi dan memberi maaf seluas-luasnya. 

Oleh karenanya tak ayal kita mendengar ucapan "Mohon Maaf Lahir dan Batin" pada momentum Idulfitri sebagai bagian dari upaya saling menyadari kesalahan, meluruhkan dosa, dan memberi maaf dengan penuh keikhlasan agar manusia kembali pada kesucian diri.

Sudah tiga kali rupanya umat Islam di Indonesia merayakan bulan Ramadan dan Idulfitri dalam suasana pandemi Covid-19. Perayaan Idulfitri di masa pandemi ini menuntut kita untuk bersikap bijak pada setiap aturan yang dirumuskan oleh pemerintah. Mampu menahan diri dalam suasana yang jauh dari ingar-bingar, penuh dengan kesunyian dan keheningan. 

Suasana keheningan-kesunyian hari raya sejatinya adalah suasana untuk jauh mendalami dan menyelami diri sendiri sebagai bagian dari upaya merefleksi, meneladani, merenungi dan mengevaluasi sejauhmana kita sudah berbuat kebaikan-kebenaran-keindahan dan kemerdekaan diri yang mampu mewujudkan harmoni bagi sesama manusia. 

Sehingga tidak ada lagi sikap-sikap keangkuhan, jumawa, kemarahan, dan sikap lain yang mampu melukai manusia lain dengan tingkah laku yang kita perbuat.

Lebih jauh lagi, kesunyian-keheningan Idulfitri di masa pandemi ini, membuat kita menelisik, untuk bersama-sama memiliki kesadaran penuh akan pentingnya mendidik diri pasca Idulfitri. Sebagai bentuk dari eksistensi diri dalam mengimplementasikan rangkaian ibadah dan pesan ajaran agama selama Ramadan yang berimplikasi pada kehidupan, perilaku, dan komitmen pada bulan-bulan berikutnya pasca Ramadan.

Kutipan penulis (Sumber: Dok. Pribadi) Desain by. Canva
Kutipan penulis (Sumber: Dok. Pribadi) Desain by. Canva

Paling tidak ada dua hal yang bisa kita jadikan indikator utama, kaitan mendidik diri pasca Idulfitri. Pertama, Merawat dan menumbuhkan kemampuan membaca diri. Membaca diri sebagai makhluk Tuhan dan peneguhan atas kesadaran untuk meningkatkan kualitas kedirian dari waktu ke waktu sejatinya adalah kemenangan, keberhasilan, wisuda, dan kegembiraan Idulfitri yang hakiki. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun