Mohon tunggu...
Arief
Arief Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Pernah nulis dibeberapa media seperti SINDO, Jurnas, Surabaya Post, Suara Indonesia (dulu dimasa reformasi), Majalah Explo dll. ( @arief_nggih )

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Bermodal Kreativitas, Hantu Indonesia Jadi Game Kelas Dunia

8 Mei 2017   08:03 Diperbarui: 8 Mei 2017   10:56 2368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stand Pameran di Singapura

Generasi X pasti kenal nama-nama beken seperti : Pocong, Kuntilanak, Gendruwo, Buto Ijo dan lainnya. Generasi Y sebagian kenal Pocong,kuntilanak namun Gendruwo, Buto Ijo mungkin sudah jarang tahu. Generasi Z paling-paling hanya kenal suster ngesot, hantu perawan dan lainnya. Yaa.... generasi X yang belum banyak hibuan berbasis digital, maka cerita tentang hantu akan diperoleh melalui cerita bersambung dari kakeknya, ayahnya, pamannya, tetangganya, atau teman mainnya. Jika generasi Y, cerita sebagian hantu Indonesia yang diketahui mungkin akan diperoleh dari "film-film" horor yang dilihat di bioskop. Sedangkan generasi Z mungkin hanya mengenal "hantu fiksi", yaa...hantu yang diciptakan oleh para sutradara film dengan bermodalkan "pemilihan kata yang heboh" semata. 

Padahal hantu di Indonesia syarat dengan pola kehidupan bermasyarakat, cerita yang mendidik yang hantu tercipta karena "sering melakukan kekerasan selama hidup didunia, melakukan kejahatan dan lainnya". Sehingga bicara hantu tidak hanya bicara hal yang menyeramkan saja, tetapi juga berisi ajaran kehidupan bagi anak-anak yang disampaikan oleh para sesepuh ataupun orang tau. Di era modern tentu saja, cerita hantu tersebut perlahan akan terkubur dengan "hantu-hantu" nyata di kehidupan masyarakat seperti : hantu korupsi, hantu kriminalisasi, hantu kolusi, hantu tenaga kerja asing ( TKA ), hantu ditolak pacar, hantu ditolak calon mertua, hantu tidak mendapatkan pekerjaan, hantu tidak punya pulsa, hantu tidak bisa internetan  dan lainnya. 

Sekarang, anak muda tentu lebih takut smartphonenya tidak ada pulsa atau tidak tersambung internet. Sehingga istilah "fakir bandwith" atau "fakir kuota" menjadi lebih populer dipergaulan anak muda dibandingkan istilah "fakir miskin". 

Tidak sekedar bermain, tapi juga pembelajaran

Berbagai game "fiksi" ataupun "fantasi" seperti ragnarok, clash of clan, pokemon dan lainnya adalah gam-game yang menjadi ajang kumpulnya anak muda para pencinta permainan. Maka di warnet yang menyediakan game online, dapat dilihat selama 24 jam parkir motor penuh. Suasana warnet dari luar sepi, tapi parkir motor berjubel memenuhi jalan. Itu fenomena "sudah menjadi candu" game bagi anak-anak muda. Apakah yang didapat dari permainan online tersebut, tentu saja sekedar permainan "menang atau kalah" dan lainnya. Jika beruntung game bisa dijual level atau senjatanya sehingga jadi pemasukan. Bagi yang kalah melulu dapat membeli level atau senjata, tentu saja harus punya kocek tebal agar bisa ikut permainan terus. 

Di Bandung, sekumpulan anak-anak muda yang tergabung dalam " Lentera Nusantara " mencoba menciptakan kreativitas yang berbeda dengang mengangkat " cerita hantu " dimasyarakat menjadi game yang edukatif dan mampu mengajarkan nilai-nilai kehidupan. Jika cerita hantu rakyat seperti kolor ijo, kuntilanak baru sebatas pentas di " bioskop ". Eitttss..... film hantu Indonesia berbalut erotisme selalu pengunjungnya diatas film Indonesia lainnya yang bergenre bebas. Artinya "Hantu Indonesia" memiliki nilai jual, buktinya tanpa melihat alur cerita dan ending sebuah film, dengan "judul yang fantastis dibumbui poster yang aduhai" dijamin penonton berbondong-bondong datang ke bioskop.

Anak muda di bawah Lentera Nusantara mencoba berpikir lain, membuat game yang memasukkan karakter hantu sebagai " teman " gamer ketika berpetualang. Tentu saja sosok hantu tersebut memiliki karakter yang berbeda dan tentu saja memiliki kekuatan yang berbeda-beda. Ini sama dengan ketika bermain game konvensional yang dengan level tertentu, dengan poin tertentu dapat memiliki "pasukan" atau "mitra" untuk naik ke level berikutnya.

Karena Hantu memiliki sejarah penciptaannya, tentu tidak sulit bagi produser Lentera Nusantara untuk memasukkan "sinopsis hantu" yang akan dijadikan patner para gamer. Semisal, saya mau ajak kuntilanak sebagai teman menyelesaikan petualang, tentu selain kekuatan dan kelemahan Kuntilanak, maka gamer bisa membaca "sejarah kuntilanak", di Indonesia daerah mana saja yang ada Kuntilnak dan lainnya. Pada sisi ini, maka edukasi tentang khazanah Hantu Nusantara dapat masuk ke para gamer. Coba untuk game clash of clan, pokemon dan lainnya, tentu saja hanya sekedar kekuatan-kelemahan maupun senjata yang akan ditemukan.

Tingkatkan Brand Awareness Indonesia di Kancah Dunia

Bicara cerita hantu, coba sebutkan hantu yang ada di Eropa. Dalam benak masyarakat Indonesia tentu hantu Eropa identik dengan "Vampir", bahkan hantu "Vampir" adalah hantu dari barat. Cerita Moonlight, John Caventer dan lainnya maka hantu dunia barat adalah "Vampir" atau populer juga dengan sebutan "Drakula". Dengan tingkat literasi masyarakat barat yang tinggi, maka cerita Hantu Indonesia dapat membantu meningkatkan "Brand Awareness Indonesia di kancah dunia". Peluang ini yang dibaca oleh Lentera Nusantara, seperti yang diungkapkan oleh salah satu founder Lentera Nusantara yang akrab di panggil Mas Agung. 

Berdasarkan pameran yang diikuti Lentera Nusantara di Indonesia dan Singapura, nampak antusiasme masyarakat luar negeri terhadap game hantu relative lebih besar dibandingkan masyarakat Indonesia. Ini menunjukkan bahwa "khazanah budaya Indonesia" dalam kehidupan masyarakat melalui "cerita hantu" telah menarik perhatian dan keingintahuan bagi masyarakat luar negeri. Ini tentu peluang bagi Indonesia, termasuk peluang bisnis. Oleh karena itu untuk tahap awal pemasarannya kata Agung, game hantu besutan Lentera Nusantara akan fokus ke pasar luar negeri. Bagi Lentera Nusantara, menaklukkan pasar global berbasis produk budaya Indonesia adalah suatu tantangan tersendiri selain kebutuhan pasar yang tinggi. Ekspor game ini bukan karena coba-coba atau gengsi atau takut pasar didalam negeri, tapi berdasarkan mentoring yang dilakukan oleh badan startup di Singapura dan Amerika Serikat melalui para mentor yang menjadi coach Lentera Nusantara, berdasarkan riset dengan menggabungkan banyak variabel, memang pasar ekspor harus digarap terlebih dahulu. Ditambah pengalaman Agung yang menyelesaikan S3 di Inggris dan sempat 2 tahun bekerja di Inggris, maka pemahaman pasar luar negeri memang sudah cukup dikuasainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun