Mohon tunggu...
Arief
Arief Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Pernah nulis dibeberapa media seperti SINDO, Jurnas, Surabaya Post, Suara Indonesia (dulu dimasa reformasi), Majalah Explo dll. ( @arief_nggih )

Selanjutnya

Tutup

Money

"Zaman Now": Pertanian Bisa Lebih Maju Jika Ada Semen Gresik

1 November 2017   08:09 Diperbarui: 1 November 2017   14:43 4494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.suaramerdeka.com

Berbicara tentang lingkungan, maka masyarakat pada umumnya sudah menyakini bahwa industri pasti merusak lingkungan. Kondisi alam yang semakin memburuk, perubahan iklim yang menyebabkan sering munculnya bencana alam adalah hasil dari keserakahan manusia dalam mengeksploitasi alam untuk memenuhi keserakahan atas nama pembangunan ekonomi dan kesejahteraan.

Masyarakat beragama menyakini bahwa Tuhan Menciptakan Penyakit sekaligus memberikan obatnya. Tinggal bagaimana manusia berikhtiar menemukan obatnya, yang tentu saja harus melalui sebuah proses sebagai bentuk ujian. Bahkan penyakit Tuhan yang konon adalah kutukan yaitu penyakit kusta sudah ada obatnya. Penyakin HIV/AIDS sudah mulai ditemukan obatnya meskipun kearah industrialisasi masih butuh waktu.

Bahwa setiap teknologi yang dikembangkan manusia tentu saja memiliki sisi negatif dan sisi positif. Bahwa teknologi dapat merusak lingkungan, namun disisi lain teknologi dapat menyelamatkan lingkungan. Bencana industri paling dahsyat diabad 21 adalah ledakan pengeboran minyak di teluk Meksiko oleh raksasa migas dunia British Petroleum (BP), namun dengan teknologi pula tumbahan minyak yang terjadi dapat ditanggulangi.

Pertanian adalah kunci membangun perekonomian Indonesia

Tidak ada yang membantah jika pertanian adalah kunci membangun perekonomian Indonesia karena mayoritas mata pencaharian penduduk Indonesia adalah petani, serta saat ini 60% jumlah penduduk Indonesia berada di pedesaan. Pertanyaannya adalah mengapa sektor pertanian belum berkembang dan justru semakin ditinggalkan? Pemuda desa lebih memilih merantai ke kota menjadi buruh atau pekerjaan lain dibandingkan menjadi petani. Penelitian dari Prof. Bustanul Arifin (pakar pertanian dari IPB) menyebutkan bahwa usia rata-rata petani di Indonesia adalah 52 tahun, maka jika 20 tahun kedepan sudah tidak ada lagi pertanian mungkin dapat terjadi, apalagi diperkirakan di tahun 2040 komposisi penduduk perkotaan mencapai 70% dibandingkan penduduk pedesaan yang turun menjadi 30%.

Berbicara pertanian maka berbicara ketersediaan air. Program Pemerintah termasuk era Presiden Jokowi yang menaruh perhatian besar di pembangunan bendungan air, adalah hal yang baik. Namun terbatasnya sumber air melalui aliran sungai yang mencukupi maka lokasi bendungan air yang dibangun tentu saja berada di area Daerah Aliran Sungai. Aliran sungai kecil menjadi sumber pertanian, yang saat kemarau panjang akan mengering dan tidak mencukupi untuk mengairi pertanian sepanjang tahun.

Meskipun Indonesia adalah negara tropis yang memiliki ribuan sungai, baik sungai besar maupun sungai kecil. Kenyataannya dari sekitar 10 juta hektar lahan basah yang merupakan lahan pertanian, seluas 2,02 juta he tau 24% dari total luas lahan basah adalah sawah tadah hujan yang tersebar di Jawa 777.029 ha, Sumatera 350.940 ha, Kalimantan 339.705 ha, Sulawesi 279.295 ha, Bali dan Nusa Tenggara 70.673 ha (sumber Litbang Kementerian Pertanian). Adapun luas lahan kering di Indonesia sangat besar yaitu 63,4 juta ha atau sekitar 33,7% dari luas Indonesia (sumber : Makalah Wahyunto dan Rizatus Shofiyah "Wilayah Potensi Lahan Kering Untuk Mendukung Pemenuhan Kebutuhan Pangan di Indonesia" Kementerian Pertanian).

Memperhatikan data diatas, tentu saja sebanyak 2,02 + 63,4 juta ha = 65,42 atau sekitar 35% wilayah Indonesia adalah berpotensi menjadi lahan pertanian yang produktif namun kondisinya adalah sawah tadah hujan dan lahan kering yang curah hujan maupun kemampuan tanah menyimpan air sangat kecil.

Membangun Industri berbasis SDA di Daerah Tandus

Industri saat ini sangat dimanjakan oleh Pemerintah dengan adanya kawasan industri yang sudah dilengkapi dengan berbagai infrastruktur seperti listrik, jalan bahkan pelabuhan. Tentu saja industri jenis ini bukanlah mengolah SDA secara langsung dan tidak merusak lingkungan dalam konteks bahan baku. Namun produk yang dihasilkan merusaka lingkungan seperti industri plastik dan lainnya tentu saja iya. Maka bicara industri mesti melihat dari 3 aspek sekaligus, yaitu : bahan baku, proses industri dan produk. Apakah bahan bakunya bersumber dari SDA, apakah proses industri yang dilakukan ramah lingkungan (produksi gas carbon (CO) berada dibawah ambang batas,dan lainnya), kemudian apakah produk yang dihasilkan ramah lingkungan dalam konteks saat digunakan maupun limbah dari produk tersebut.

Apakah ada industri yang membutuhkan lahan tandus, khususnya lahan tandus yang dipenuhi oleh batu kapur? Tentu saja ada yaitu industri semen yang 80% lebih bahan bakunya adalah batu kapur dan sisanya adalah tanah liat dan bahan baku substitusi lainnya seperti silika, pasir besi, gypsum dan lainnya. Sebagai daerah yang terbentuk dari pengangkatan dasar laut, maka Indonesia memiliki sumber kapur yang melimpah. Batu kapur atau limestone di Indonesia tersebar hampir diseluruh wilayah Indonesia (Shubri dan Armin, 2004). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun