Mohon tunggu...
Arief Budimanw
Arief Budimanw Mohon Tunggu... Konsultan - surveyor

rumah di jakarta..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Cara Jakarta Menghadapi Banjir: Beli Alat Ukur Curah Hujan

10 Agustus 2020   00:14 Diperbarui: 10 Agustus 2020   00:10 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kota Jakarta saat hujan, ilustrasi dokumen pribadi

Sedih jika melihat Jakarta saat ini. Bahaya banjir selalu siap datang kapan saja. Ratusan pasien-pasien baru COVID19 selalu bertambah setiap harinya. Kemacetan kembali muncul. Ketidakacuhan warganya terhadap pandemi  semakin banyak. Sebegitu banyak masalah tidak ada satupun yang berhasil dikendalikan. Ide baru yang dikeluarkan dan dijalankan malah semakin memperparah situasi.

Terbaru,  sang gubernur terkejut karena Pemda DKI Jakarta tidak memiliki alat pengukur curah hujan , kemudian dia mengintruksikan sekretaris daerah DKI Jakarta untuk membeli  alat itu dan dibagikan ke seluruh wilayah di Jakarta agar bisa mengukur curah hujan yang akan datang.  Sebenarnya apa sih urgensinya alat itu jika sudah ada lembaga BMKG  yang sudah sangat ahli dan sangat berkompeten dalam menangani hal ini. Kenapa tidak fokus saja dalam melebarkan sungai  juga mengeruk kali agar bisa menampung air hujan yang akan turun mumpung saat ini kemarau, sehingga sungai dan kalinya mampu menampung air kiriman yang rajin dikirim  Bogor.

Ibarat orang kebakaran maka saat ini Jakarta hanya memperbanyak alarm saja. Petugas pemadam kebakaran dan kendaraannya operasionalnya tidak berubah. Semua yang harus dilakukan malah tidak dilakukan. Ibarat orang sakit demam bukan obat yang diberikan malah thermometer tubuh yang dikasih.

Memandang cara berfikir gubernur ini rasanya out of the box, alias keluar jalur. Pikiran yang ada dikepalanya sepertinya hanya belanja dan belanja. Setiap ada masalah maka jalan keluarnya adalah belanja. Tidak ada tindakan konkrit dan nyata dari penyelesaian masalah di kotanya. Kelurahan banjir maka yang dipikir adalah beli toa, setelah toa sudah punya. Beli pengukur suhu udara. Setelah terpenuhi kemudian beli alat pengukur curah hujan,  berikutnya beli perahu. Setelah ini  beli ban, dan entah apalagi yang biasanya semua ide itu muncul tiba-tiba dan selalu dipenuhi oleh para anggota dewan yang terhormat.  Padahal cara dan program penanganan banjir sudah jelas, alatnya pun sudah ada. Yang kurang adalah kerja.  

Demikian banyak alat yang dibeli dan memang hanya sampai disitu kemampuannya. Jago bermain kata dan belanja.  Namun  jika ditanya persiapan beliau  dalam menghadapi banjir yang mungkin tiba-tiba hadir,  paling-paling bingung. Kemudian menyalahkan gubernur sebelumnya, dan gubernur sebelumnya lagi. Lalu kemudian bercerita tentang sejarah kota Jakarta kebanjiran sejak jaman kumpeni.

Memalukan dan sedikit menyedihkan memang gubernurku ini. Apalagi ketika baru sadar kalo dia itu beli toa seharga 4 Milyar dan kemudian marah-marah.

 "Ini bukan early warning system, ini toa, ini toa. This is not system". Katanya. Padahal dia yang ngusulin.

Jadi ingat peraturan kerja dengan bos dulu. 

      Peraturan Nomor 1 :  Bos selalu benar 

     Peraturan Nomor 2 :  Jika ada bos salah, ingat peraturan nomor  1

 

SUMBER

KOMPAS.COM

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun