Mohon tunggu...
Arief Budimanw
Arief Budimanw Mohon Tunggu... Konsultan - surveyor

rumah di jakarta..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tongkat dan Selop Pangeran Diponegoro

27 Juli 2020   22:15 Diperbarui: 27 Juli 2020   22:55 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tongkat peninggalan Pangeran Diponegoro, foto milik Javapost.nl

Pangeran Diponegoro menggunakan tongkatnya ketika ia pergi berziarah ke tempat-tempat suci di Jawa - terutama di Yogyakarta. Ini juga memberi arti bahwa tongkat adalah sesuatu yang sakral.

Ada kekuatan tersembunyi di dalamnya. Ternyata memakai tongkat adalah sunnah para nabi, aulia Allah. Imam Syafii saat ditanya kenapa bertongkat padahal beliau kuat dan masih muda.

"Karena aku musafir di dunia ini, tujuanku akhirat. Orang yang bertongkat akat mengingatkan dirinya untuk tidak bermaksiat. Membuat dirinya fokus kepada tujuan."

Diponegoro (1785-1855)  lebih dari sekadar pangeran. Dia terukir dalam ingatan Indonesia sebagai pahlawan pertama dan terbesar dari perang melawan kolonial Belanda. Dalam lukisan penangkapan sang pangeran karya Pieneman dan Raden Saleh, terlihat jelas Diponegoro diundang ke pertemuan, dan dia datang dengan perasaan aman tanpa membawa pengawal dan senjata, padahal Belanda membawa banyak tentara yang ingin menangkapnya.

Belanda adalah Negara kecil, dia tidak punya banyak tentara. Sehingga dengan uang dan kelihaiannya berdiplomasi dia akan mencari keuntungan untuk dirinya. Mereka tidak berani menyerang jika tidak ada orang dalam. Mereka selalu mengirimkan juru runding, mata-mata dan siapa saja yang bisa dibeli. Salah satunya adalah Danurejo IV. Seorang kepercayaan pangeran Diponegoro sendiri.

Sebagai patih yang dipercaya Pangeran Diponegoro namun tidak dipercaya oleh orang keraton dia perlu backup, tetapi sang pangeran selalu ada di luar keraton maka otomatis dia tidak ada teman. Akhirnya dia meminta Belanda sebagai kawan dan kongsinya, jiwanya dijual tunai kepada Belanda.

Kemudian peristiwa "Babad Kedung Kebo" terjadi. Dirinya diadili karena membuat keputusan besar tanpa konsultasi dulu dengan sang Pangeran. Dia mengganti para petugas pajak dan pejabat penegak hukum sesuai selera dirinya sendiri, namun mengelak bahwa itu perbuatan dia. Pangeran marah dan langsung menghampirinya terus memukulkan selop yang dia pakai ke kepala sang patih. PLAK!!

Sebuah dendam yang telah bersemi dihatinya membuatnya bertekad menghancurkan sang Pangeran Jawa dan berhasil mengantarkan Diponegoro ke pengasingan.

Pangeran Diponegoro adalah perjalanan perjuangan Indonesia yang berakhir di sel di bawah balai kota tua Batavia tempat sang pangeran ditahan sementara untuk kemudian diasingkan di Menado dan kemudian Makassar. Sebuah bukti nyata yang menjelaskan bahwa yang bisa menghancurkan kita hanya orang dalam, Penghianat.

Ilustrasi buku Babad Kedung Kebo, peristiwa tanggal 20 Juni 1820 saat pangeran Diponegoro menampar Raden Adipati Danurejo IV, gambar milik Universitesbibliotheek Leiden
Ilustrasi buku Babad Kedung Kebo, peristiwa tanggal 20 Juni 1820 saat pangeran Diponegoro menampar Raden Adipati Danurejo IV, gambar milik Universitesbibliotheek Leiden

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun