Mohon tunggu...
Arief Budimanw
Arief Budimanw Mohon Tunggu... Konsultan - surveyor

rumah di jakarta..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penangkapan Raja Bone Lapawawoi oleh Marsose (Versi Belanda)

24 Juni 2020   21:46 Diperbarui: 25 Juni 2020   18:00 1329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasukan Belanda menyerang dengan senjata meriam 3,7 cm yang modern, dibantu  meriam kapal laut yang bisa menjangkau jauh ke darat, foto milik javapost.nl

Kontrak tahun 1860 menetapkan bahwa pilihan raja baru sekarang harus dikonfirmasi oleh pemerintah Belanda.  Bone dipimpin oleh seorang raja yang dipilih oleh dewan (hadat).  Dewan ini terdiri dari tujuh kepala daerah, dipimpin oleh administrator pemerintah Belanda.  

Pada akhir abad ke-19 fungsi ini dipenuhi oleh Lapawawoi Karang Segerie.  Awalnya dia mau bekerjasama  dengan pemerintah Belanda Belanda.  Ia diangkat menjadi Raja berkat kerja sama yang baik pada tahun 1896.  Kontrak baru dengan pemerintah Belanda ditandatangani olehnya.

 Namun kerja sama yang baik segera menjadi terganggu.  Di mata pemerintah Belanda Belanda, Raja-raja di Sulawesi Selatan dan para pengikutnya menghabiskan terlalu banyak uang untuk penggunaan candu, perjudian, sabung ayam dan berburu rusa.    

Berbagai pertempuran terjadi oleh putra tertua Lapawawoi, Ponggawa yang sangat tidak suka pada kebiasaan penggunaan candu oleh para bangsawan. Di bawah kepemimpinannya, kerajaan-kerajaan tetangga diserang, kampung-kampung terbakar.

Dari  Kontrak 1896 diatur hukum untuk seluruh Hindia Belanda Timur harus  membayar lebih banyak  biaya administrasi umum alias pajak upeti.  Lapawawoi  sama sekali tidak mau menyerahkan biaya pajak dan administrasi umum itu  malah mengajak  kerajaan-kerajaan lain untuk menentang pemerintah Belanda Belanda.

Elsbeth Locher-Scholten menunjukkan perbedaan penting dalam budaya antara pemerintah Belanda dan pemerintah Belanda adat.  Bagi pemerintah Belanda, kontrak adalah instrumen hukum yang penting, di mana setiap pasal memiliki kekuatan hukum.  

Jika melanggar maka harus ditindak. Tapi bagi Lapawawoi kontrak 1896 tidak jauh berbeda dari kontrak yang ditandatangani oleh ayahnya pada tahun 1860. Jadi tidak harus bayar biaya pajak dan administrasi umum.

Gubernur Sulawesi berikutnya, C.A.  Kroesen (1903-1908), ditugaskan pada bulan September 1903 oleh Gubernur Jenderal W. Rooseboom (1899-1904) untuk bekerja dengan penduduk Sulawesi.   J.A.G. Brugman berkunjung ke Bone dan memberi nasihat tentang situasinya.  Kroesen juga menemui  Lapawawoi  namun mendapatkan perlawanan  maka tidak melihat solusi lain selain membawa  kasus Bone ke pusat.

 Pada bulan Maret 1905, diketahui bahwa Bone mempersenjatai dirinya sendiri dan bahwa raja-raja lainnya ikut bergabung, termasuk Sidenreng, Soppeng, Wadjo, Luwu dan Gowa.  Rajanya dari daerah-daerah ini juga menyadari bahwa transfer biaya pajak tidak hanya akan mengakibatkan hilangnya pendapatan mereka namun juga membahayakan independensi mereka.

Keputusan untuk mengambil tindakan militer terhadap Bone diambil pada akhir 1904 oleh Gubernur Jenderal J.B. yang baru diangkat.  dari Heutsz.  Dia menilai kekuatan yang menentukan terhadap Bone suatu keharusan.   

Pada bulan Maret 1905, tujuan militer dan politik dirumuskan: pendudukan ibu kota Watampone, penangkapan  raja, keluarganya dan perhiasan dan pengambilan seluruh wilayah kerajaan juga kerajaan-kerajaan yang berafiliasi  .  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun