Mohon tunggu...
Arief Azizy
Arief Azizy Mohon Tunggu... mahasiswa -

Mahasiswa di Program studi Psikologi, hobi : membaca dan menulis, karena itu bagian dari eksistensi. Hoby berangan angan untuk terus maju kedepan. e-mail : azizyarief@gmail.com berbagi itu indah, kawan !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu Adalah Arsitek Kepribadian Anak

20 Februari 2016   17:12 Diperbarui: 20 Februari 2016   17:51 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kita tentu akan mengalami kesulitan yang amat sangat bila ingin membahas nilai-nilai moral bersama seorang anak di bawah usia tujuh tahun. Segenap tindakan anak semata-mata dipengaruhi perilaku dan pandangan orang-orang di sekitarnya. Namun, dengan kekuatan akal dan pikiran, seorang anak sebenarnya mulai mampu menilai, mempertimbangkan, dan menerima prinsip-prinsip hidupnya sendiri. Seorang anak mulai membentuk akhlak dan prilakunya semenjak usia tiga tahun. Sedikit demi sedikit, ia mulai membentuk kepribadiannya yang khas.

Ibu adalah arsitek kepribadian anak, dimana fondasi bangunan akhlak dan kepribadian anak diletakkan pertama kali dalam kehidupan keluarganya. Ya, pembentukan akhlak anak dimulai dari lingkaran keluarga. Anak-anak membentuk tolak ukur serta kriteria akhlak dari perintah, larangan, dan tindakan orang tua. Ia akan hidup di atas landasan tersebut dan selalu memandang kehidupan ini lewat kacamatanya sendiri. Berkaitan dengan hal itu, kita tentu tahu bahwa hubungan seorang anak-ibu bersifat khusus dan istimewa.

Dengan demikian, ibu memiliki posisi yang khusus dalam proses pendidikannya. Ibu memikul tanggung jawab untuk meletakkan fondasi bangunan kepribadian anak-anaknya. Jika hal tersebut tidak terwujud, niscaya ibu akan mendapat sangsi keras dari masyarakat sebab telah membiarkan anaknya tumbuh menjadi sosok penjahat yang meresahkan dan menggangu masyarakat. Namun, amat disayangkan bahwa dalam kenyataannya banyak kaum ibu yang mencerminkan sikap acuh itu. Ini sebagai catatan besar, dimana seharusnya tugas sebagai arsitek kepribadian untuk anak, seorang ibu harus memiliki rasa yang tulus dalam membentuk pribadi pada anak.

Seorang ibu seharusnya selalu dekat dengan anaknya. Namun, ini tidak otomatis menjadikan ibu mengenali anaknya dengan baik. Dengan demikian, ibu seharusnya mengenali sang anak lewat segenap perilakunya secara cermat dan terperinci. Seorang ibu tak akan mampu melakukan pembinaan selama tidak mengenal kepribadian sang anak. Maka dari itu, untuk mengenali kepribadian seorang anak dapat dilakukan dengan cara memeperhatikan tingkah-laku, cara bermain, dan gaya berbicaranya. Dari hal-hal tersebut, akan nampak kecenderungan serta keinginan mendidik atau memperbaiki penyimpangan yang dilakukan sang anak. Lebih baik lagi jika seorang ibu melakukan atau menerapkan pola pendidikan yang bersifat preventif (pencegahan) demi menghindari berbagai kemungkinan buruk pada diri sang anak di masa mendatang.

Tak lain halnya, bahwa seorang ibu juga mempunyai beberapa tugas untuk membentuk pribadi seorang anak. Selain menjadi arsitektur kepribadian, seorang ibu juga merupakan sekolah pertama bagi anaknya. Pengasuhan sejak masa kecil adalah bentuk awal tugas seorang ibu menjadi sekolah pertama bagi seorang anak. Pola asuh seorang ibu juga tidak jauh dari faktor lingkungan, di mana ibu juga berperan penting dalam memperkenalkan sang anak pada kebudayaan masyarakat dan kehidupan sosial. Serta membimbingnya menuju jalan yang benar.

Seorang anak akan menerima ide-ide awal dari keluarga dan kedua orang tuanya. Hal ini sebab dirinya begitu mudah percaya dan senang meniru (ucapan serta perilaku orang-orang yang ada di sekitarnya). Pembentukan ide, kepribadian serta ruhani sang anak akan terus mengalami penyempurnaan. Segenap aspek kepribadian anak akan terbentuk dalam asuhan ibu pada dua tahun pertama usianya. Dan semua itu akan terus berkembang sampai ia dewasa. Dengan kata lain pada saat itu sang anak mulai mempelajari corak berfikir tertentu. Dengan demikian, sesungguhnya peran ibu dalam mengenalkan dan membuka jalan kehidupan bagi sang anak akan menentukan nasibnya di masa depan, hidup bahagia ataukah hidup sengsara.

Peran kaum ibu dalam mendidik anak terwujud dalam kepeduliannya membimbing anak. Proses pendidikan akan bermakna jika ibu membuka jalan dan membimbing anaknya ke masa depan. Dalam hal ini, ibu bertanggung jawab penuh untuk mengarahkan pemikiran, prilaku, harapan, cita-cita, serta genap sifat moral dan sosial anak-anaknya. Dengan demikian, masa depan sang anak, juga masyarakat, akan menjadi gilang-gemilang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun